Semua yang Allah takdirkan pasti memiliki kebaikan dan hikmah yang besar. Kaidah dalam masalah takdir:
أن الله سبحانه لا يقدر شراً محضاً ليس فيه خير
“Allah subhaanu wa ta’ala tidak mungkin menakdirkan keburukan yang murni, yang tidak ada kebaikan di dalamnya”.
Oleh karena itu Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam bersabda:
والشرُّ ليس إليك
“Dan keburukan tidak dinisbatkan kepada-Mu” (HR. Muslim no.771).
Maka demikian juga, ada banyak hikmah yang bisa kita petik ketika Allah takdirkan kita melalui Ramadhan di-tengah wabah. Diantaranya:
1. Kesempatan meraih pahala sabar yang tidak terbatas dan ampunan dosa
Ketika kita bersabar menghadapi musibah wabah ini dengan segala kesulitannya, mudah-mudahan Allah berikan kita pahala sabar yang tidak terbatas besarnya. Allah ta’ala berfirman:
إِنَّمَا يُوَفَّى الصَّابِرُونَ أَجْرَهُمْ بِغَيْرِ حِسَابٍ
“Sesungguhnya hanya orang-orang yang bersabarlah yang dicukupkan pahala mereka tanpa batas” (QS. Az-Zumar:10).
Dan orang yang bersabar atas musibah juga Allah hapuskan kesalahan-kesalahannya. Dari Abu Hurairah radhiallahu’anhu, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
مَا يُصِيبُ الْمُسْلِمَ مِنْ نَصَبٍ وَلَا وَصَبٍ وَلَا هَمٍّ وَلَا حُزْنٍ وَلَا أَذًى وَلَا غَمٍّ حَتَّى الشَّوْكَةِ يُشَاكُهَا إِلَّا كَفَّرَ اللَّهُ بِهَا مِنْ خَطَايَاهُ
“Tidaklah seorang muslim tertimpa suatu kelelahan, atau penyakit, atau kekhawatiran, atau kesedihan, atau gangguan, bahkan sekedar duri yang melukainya, melainkan Allah akan menghapus kesalahan-kesalahannya karenanya” (HR. Bukhari no. 5642 dan Muslim no. 2573).
2. Mendapat banyak waktu luang untuk memperbanyak ibadah
Tidak diragukan lagi waktu luang adalah nikmat dari Allah. Terkadang dalam kondisi normal, waktu luang ini sulit kita dapatkan. Terlebih lagi waktu untuk beribadah kepada Allah, sangat sedikit sekali, kecuali orang-orang yang Allah rahmati.
Dari Abdullah bin Abbas radhiallahu’anhu, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
نِعْمَتَانِ مَغْبُونٌ فِيهِمَا كَثِيرٌ مِنَ النَّاسِ، الصِّحَّةُ وَالْفَرَاغُ
“Ada dua nikmat yang banyak dilalaikan oleh manusia, yaitu nikmat sehat dan waktu luang” (HR. Bukhari no. 6412).
Namun di masa wabah ini, kita banyak tinggal di rumah dan lebih banyak memiliki waktu luang untuk membaca Al Qur’an, shalat sunnah, berdzikir, berdoa, mendengarkan pelajaran agama, dan amal shalih lainnya. Terutama di bulan Ramadhan ini. Sungguh ini nikmat yang besar.
Jangan sampai di bulan Ramadhan ini tidak khatam Al Qur’an walau cuma satu kali, karena waktu luang kita banyak sekali!
3. Kesempatan memperbanyak belajar agama
Dengan adanya waktu luang kita juga berkesempatan untuk membaca lagi buku-buku agama dan mendengarkan pelajaran dari para ustadz. Dan ini adalah amalan yang penting dan urgen, karena semua amalan kita butuh kepada ilmu.
Dari Mu’awiyah bin Abi Sufyan radhiyallahu’anhu, Rasulullah shalallahu’alaihi wa sallam bersabda,
مَن يُرِدِ اللهُ به خيرًا يُفقِّهْهُ في الدِّينِ
“Orang yang dikehendaki oleh Allah untuk mendapatkan kebaikan, akan dimudahkan untuk memahami ilmu agama” (HR. Bukhari no. 71, Muslim no. 1037).
Belajar agama juga merupakan jihad fi sabiilillah. Dari Abu Hurairah radhiyallahu’anhu, Nabi shallallahu’alaihi wasallam bersabda:
مَن دخَل مسجِدَنا هذا لِيتعلَّمَ خيرًا أو يُعلِّمَه كان كالمُجاهِدِ في سبيلِ اللهِ ومَن دخَله لغيرِ ذلكَ كان كالنَّاظرِ إلى ما ليس له
“Barangsiapa yang memasuki masjid kami ini (masjid Nabawi) untuk mempelajari kebaikan atau untuk mengajarinya, maka ia seperti mujahid fi sabilillah. Dan barangsiapa yang memasukinya bukan dengan tujuan tersebut, maka ia seperti orang yang sedang melihat sesuatu yang bukan miliknya” (HR. Ibnu Hibban no. 87, dihasankan Al Albani dalam Shahih Al Mawarid, 69).
Abud Darda’ radhiyallahu’anhu berkata:
من رأى الغدو والرواح إلى العلم ليس بجهاد فقد نقص عقله ورأيه
“Siapa yang memandang bahwa pulang-pergi untuk belajar dan mengajar ilmu bukanlah jihad, maka ia kurang waras akalnya dan dangkal pemahamannya” (Hayatus Shahabah, 4/217).
Terbukti di masa wabah ini banyak orang yang kembali membuka pelajaran tentang:
* Bab tawakal dalam pelajaran akidah
* Bab sebab dalam pelajaran akidah
* Fikih shalat Jum’at
* Fikih tarawih
* Fikih shalat jama’ah
* Fikih tata cara shalat
* Fikih terkait wabah
dll.
4. Lebih mudah menjalankan puasa
Menahan lapar dan haus tentu tidak mudah. Apalagi di bulan Ramadhan yang biasanya musim panas. Namun walhamdulillah ketika terjadi wabah, banyak orang diam di rumah dan tidak banyak beraktifitas, sehingga puasa menjadi lebih ringan.
Selain itu di luar rumah juga banyak godaan yang bisa merusak puasa. Dari Abu Hurairah radhiyallahu’anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
مَنْ لَمْ يَدَعْ قَوْلَ الزُّورِ وَالْعَمَلَ بِهِ فَلَيْسَ لِلَّهِ حَاجَةٌ فِى أَنْ يَدَعَ طَعَامَهُ وَشَرَابَهُ
“Barangsiapa yang tidak meninggalkan perkataan dusta dan malah mengamalkannya, maka Allah tidak butuh dari rasa lapar dan haus yang dia tahan” (HR. Bukhari no. 1903)
Dari Abdullah bin Umar radhiyallahu’anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaih wa sallam juga bersabda,
رُبَّ صَائِمٍ حَظُّهُ مِنْ صِيَامِهِ الجُوْعُ وَالعَطَشُ
“Betapa banyak orang yang berpuasa namun dia tidak mendapatkan dari puasanya tersebut kecuali rasa lapar dan dahaga.” (HR. An Nasa-i no.3249, dishahihkan Al Albani dalam Shahih At Targhib no.1084).
Godaan-godaan yang bisa merusak pahala puasa kita seperti:
* Bicara dusta
* Bercanda berlebihan
* Mendengar atau melakukan ghibah
* Melihat aurat yang bukan mahram
* Mencela orang lain
* Mengganggu orang lain
dll.
Walhamdulillah semua itu bisa diminimalisir dengan kita banyak di rumah.
5. Lebih dekat dengan keluarga dan bisa mendidik mereka
Salah satu tanggung jawab suami adalah mendidik keluarga dan mendakwahi mereka. Dari Abdullah bin Umar radhiyallahu’anhu, Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam bersabda:
كُلُّكُمْ رَاعٍ، وَكُلُّكُمْ مَسْئُولٌ عَنْ رَعِيَّتِهِ، الإِمَامُ رَاعٍ وَمَسْئُولٌ عَنْ رَعِيَّتِهِ، وَالرَّجُلُ رَاعٍ فِي أَهْلِهِ وَهُوَ مَسْئُولٌ عَنْ رَعِيَّتِهِ، وَالمَرْأَةُ رَاعِيَةٌ فِي بَيْتِ زَوْجِهَا وَمَسْئُولَةٌ عَنْ رَعِيَّتِهَا
“Setiap kalian adalah orang yang bertanggung jawab. Setiap kalian akan dimintai pertanggung-jawabannya. Seorang imam adalah orang yang bertanggung jawab dan akan dimintai pertanggung-jawabannya. Seorang lelaki bertanggung jawab terhadap keluarganya dan akan dimintai pertanggung-jawabannya. Seorang wanita bertanggung jawab terhadap urusan di rumah suaminya dan akan dimintai pertanggung-jawabannya” (HR. Bukhari 893, Muslim 1829).
Maka suami akan ditanya kelak:
* Mengapa anak-istrimu tidak paham agama?
* Mengapa kamu biarkan istrimu tidak berjilbab?
* Mengapa kamu biarkan keluargamu bermaksiat?
dst.
Oleh karena itu An Nawawi rahimahullah dalam Riyadhus Shalihin membuat judul bab:
باب وجوب أمره أهله وأولاده المميزين وسائر من في رعيته بطاعة الله تعالى ونهيهم عن المخالفة وتأديبهم ومنعهم من ارتكاب مَنْهِيٍّ عَنْهُ
“Bab wajib (bagi seorang suami) untuk memerintahkan istrinya dan anak-anaknya yang sudah mumayyiz serta semua orang yang ada dalam tanggung jawabnya untuk mengerjakan ketaatan kepada Allah ta’ala dan melarang mereka dari semua penyimpangan serta wajib mengatur mereka serta mencegah mereka terhadap hal-hal yang dilarang agama”.
Ibnu ‘Abdil Barr mengatakan:
فواجب على كل مسلم أن يعلم أهله ما بهم الحاجة إليه من أمر دينهم ويأمرهم به، وواجب عليه أن ينهاهم عن كل ما لا يحل لهم ويوقفهم عليه ويمنعهم منه ويعلمهم ذلك كله
“wajib bagi setiap muslim untuk mengajarkan keluarganya perkara-perkara agama yang mereka butuhkan dan wajib memerintahkan mereka untuk melaksanakannya. Wajib juga untuk melarang mereka dari segala sesuatu yang tidak halal bagi mereka dan menjauhkan serta mencegah mereka dari semua itu. Dan wajib mengajarkan mereka semua hal ini (perintah dan larangan)” (Al Istidzkar, 510).
Maka di masa wabah ini, dimana kita lebih sering di rumah bersama keluarga, adalah kesempatan besar bagi para suami untuk kembali memperbaiki keluarganya.
Juga kesempatan untuk memperbaiki hubungan suami-istri, orang tua-anak yang selama ini mungkin kurang harmonis karena jarang bertemu. Sekali lagi sekarang kesempatan besar untuk memperbaikinya.
Semoga Allah ta’ala memberi taufik.
***
Penulis: Ustadz Yulian Purnama