Abdullah bin Mubarak rahimahullah menyatakan: “Aku mendapatkan kenyataan bahwa agama itu adalah milik Ahlul Hadits, Ilmu kalam itu adalah milik Mu’tazilah, kedustaan adalah milik Syi’ah Rafidhah sedangkan ‘akal-akalan’ adalah kebiasaan kaum Rasionalis” (Mukhtashar Ash-Shawaiq Al-Mursalah, hal.471).
Sepanjang perjalanan, umat Islam selalu saja ada kalangan yang melecehkan hadits, mengatakan hadits ada yang bertentangan dengan akal. Ada hadits yang tidak relevan dengan zaman dan waktu dan berbagai syubhat yang lainnya yang esensinya menolak keabsahan hadits sebagai sumber hukum Islam setelah Al-Qur’an. Padahal fungsi hadits adalah sebagai penafsir atau penjelas kitabullah.
Asy-Syafi’i rahimahullah menyatakan: “Sesungguhnya sunnah Rasulullah shalallaahu ‘alaihi wa sallam tidak akan mungkin sama sekali bertentangan dengan kitabullah, akan tetapi justru berfungsi penjelas secara umum maupun khusus” (Ar-Risalah oleh Imam Asy-Syafi’i, hal 228).
Seorang mukmin yang beriman dengan sebenar-benar iman harus meyakini kebenaran hadits-hadits yang termaktum dalam Shahih Al-Bukhari dan Muslim. Memuliakan serta mencintai para perawi, memahami kandungan maknanya sebagaimana yang diajarkan Rasulullah shalallaahu ‘alaihi wa sallam kepada para sahabat dan salafuna shalih, berupaya membelanya serta mengagungkannya sebagai jalan untuk keselamatan hidup di dunia dan akhirat dalam ridha-Nya.
Abdullah bin Ad-Dailamiy berkata: “Telah sampai kepadaku bahwa pertama kali hilangnya agama adalah dengan meninggalkan sunnah, agama itu hilang dengan satu sunnah demi satu sunnah seperti lenyapnya tali seutas demi seutas” (Sunan Ad-Darimiy (I/58) dan Al-Lalikaiy (I/93).
Berbagai pemahaman sesat yang dipropagandakan kaum kuffar, para orientalis dan misionaris, orang-orang berpaham Mu’tazilah dan berbagai kalangan yang meragukan dan menolak sunnah, pada esensinya bertujuan meruntuhkan Islam. Kesesatannya telah dibantah semenjak dahulu dengan hujjah nyata.
Imam An-Nawawi rahimahullah menyatakan para ulama telah sepakat bahwa kitab yang paling otentik setelah Al-Qur’an adalah Shahih Al-Bukhari dan Muslim. Kedua kitab ini telah diterima sepenuh hati oleh kaum muslimin. Diantara kedua kitab itu Shahih Al-Bukhari adalah yang paling otentik, paling banyak mengandung pelajaran dan wawasan yang bersifat mudah dan mendalam” (Syarah An-Nawawi terhadap Shahih Muslim, I/14).
Ibnu Taimiyyah menegaskan, “Di kolong langit ini tidak ada kitab yang lebih otentik daripada Al-Bukhari dan Muslim, tentunya setelah Al-Qur’an” (Majmu’ Al-Fatawa li Ibn Taimiyyah, 18/74).
Semoga Allah subhanahu wa ta’ala senantiasa meneguhkan hati kaum mukminin Ahlus Sunnah Wal Jama’ah untuk tegar menjaga hadits-hadits mulia yang dengan hadits itu kita mendapati petunjuk dan taufik-Nya.
Umar bin Al-Khathab radhiyallaahu ‘anhu, berkata: “Hati-hatilah kalian terhadap Ashabul Ra’yi (orang-orang yang mendahulukan akalnya di atas Al-Qur’an dan Sunnah), karena sesungguhnya mereka adalah musuh-musuh sunnah, berat bagi mereka untuk menghafal hadits, maka mereka berkata dengan pendapatnya, sehingga mereka sesat dan menyesatkan” (Al-Faqih wal Mutafaqih karya Al-Baghdadiy (I/180) dan Ibnu Abdil Bar dalam Al-Jami‘, hal.476).
Wallahu a’lam.
Referensi :
1. Menjawab Modernisasi Islam, Muhammad Hamid an-Nashir, Darul haq, Jakarta, 2004
2. Bahaya Meremehkan Sunnah Rasulullah shalallaahu ‘alaihi wa sallam [terjemah], Abdul Qoyyum bin Muhammad As-Sahaibani, Pustaka Al-Haura’, Yogyakarta 1424H
Penulis: Isruwanti Ummu Nashifa
Artikel Muslimah.or.id