Dalam kitab Syarhus sunnah, Imam al-Barbahari rahimahullah mengatakan, “(Di antara akidah ahlussunnah adalah) beriman dengan adanya al-Masih ad-Dajjal.”
Syaikh Shalih al-Fauzan menjelaskan:
Di antara landasan akidah ahlussunnah wal jama’ah adalah mengimani adanya al-Masih ad-Dajjal. Dia adalah laki-laki dari keturunan Adam yang keluar di kalangan kaum Yahudi dan Yahudi menjadi pengikutnya. Dia adalah al-Mahdi yang dinanti kedatangannya oleh Yahudi. Yahudi mengklaim bahwa al-Mahdi mereka adalah al-Masih ad-Dajjal. Para pengikutnya menantikan kedatangan al-Mahdi yang tersembunyi dalam bangunan bawah tanah sebagaimana yang mereka katakan dari keturunan Husain radhiyallahu ‘anhu.
Ahlussunnah wal jama’ah menanti kedatangan al-Mahdi yang Rasul shallallahu ‘alaihi wa sallam telah mengabarkan tentangnya dalam hadis-hadis yang shahih dan maknanya mutawatir. Dia (al-Mahdi) adalah laki-laki dari ahlulbait Rasul shallallahu ‘alaihi wa sallam dan dari keluarga Hasan bin Ali. Al-Mahdi keluar di akhir zaman. Kaum muslimin mematuhi al-Mahdi. Al-Mahdi berjihad di jalan Allah, menegakkan keadilan di bumi, shalat bersama kaum muslimin. Pada saat itu, al-Masih ad-Dajjal muncul. Kaum muslimin senantiasa berada dalam gangguan Dajal sampai turunnya Nabi Isa bin Maryam ‘alaihissalam. Al-Masih ada dua:
1. Al-Masih pemberi kesesatan, yaitu Dajal.
2. Al-Masih pemberi petunjuk, yaitu Isa bin Maryam ‘alaihish shalatu wa sallam.
Al-Masih ad-Dajjal dinamai dengan al-Masih karena cepatnya ia berjalan di muka bumi. Karena sesungguhnya Allah menjadikan baginya sebagian sebab-sebab yang memungkinkan baginya untuk berjalan cepat di muka bumi, untuk mengganggu, sebagai sebab terjadinya keburukan dan fitnah. Dan dia dinamai dengan Dajal dari kata “Dajal” (dusta) dan dia berdusta. Bahwasanya Dajal, dia adalah orang yang menyampaikan kedustaan dan dia berdusta. Bahwasanya dia adalah pendusta, sampai-sampai ia mengaku bahwasanya ia adalah Allah. Manusia terfitnah karena hal ini, kecuali orang-orang yang Allah beri petunjuk. Bersamanya terdapat surga dan neraka.
Dajal memiliki mukjizat-mukjizat. Mukjizat-mukjizat tersebut adalah dari setan, bukan merupakan karamah. Allah menjadikan Dajal dengan tangan-Nya untuk menjadi fitnah dan ujian bagi hamba. Bahayanya sangat berat, untuk itu para Nabi waspada darinya. Di antara para Nabi yang paling waspada adalah Nabi kita, Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam, dan beliau memerintahkan kita untuk berlindung dari fitnah Dajal dalam shalat kita di saat tasyahud akhir. Pada saat itu, kita berlindung kepada Allah dari empat hal, yaitu azab neraka, azab kubur, fitnah kehidupan dan kematian, dan dari fitnah al-Masih ad-Dajjal.
Fitnah Dajal adalah fitnah yang paling besar di muka bumi –wal ‘iyadzubillah-. Ini adalah al-Masih ad-Dajjal. Dia mengganggu kaum muslimin dengan gangguan dan ujian mereka. Apabila al-Masih Isa bin Maryam turun dari langit, maka ia akan mencari Dajal dan membunuhnya, akan membebaskan kaum muslimin darinya, menjaga perintah, menegakkan keadilan di bumi, menghancurkan salib, dan membunuh babi. Dan tidak ada agama yang tersisa, kecuali agama Islam. Nabi Isa ‘alaihissalam menghapus Yahudi, Nasrani, agama-agama kekufuran, dan tidak ada agama yang tersisa kecuali Islam. Berhukum dengan syariat Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam, dan menjadi pengikutnya. Karena sesungguhnya tidak ada nabi setelah Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam. Al-Masih yang turun menjadi pengikut Rasul shallallahu ‘alaihi wa sallam berhukum dengan syariatnya, yakni syariat Islam. Ini adalah yang terjadi ketika munculnya Dajal dan turunnya al-Masih.
Isa dinamai dengan sebutan “al-Masih” karena ia dapat menyembuhkan orang yang memiliki penyakit, maka ia menyembuhkannya dengan izin Allah. Ini adalah bagian dari mukjizatnya -‘alaihish shalatu wa sallam-, bahwasanya ia membersihkan dengan tangannya atas orang buta, yang berpenyakit kusta, dan buta sejak lahir. Beliau menghilangkan penyakitnya dengan sekali usap (al-mashu). Oleh karena itu, Nabi Isa dinamai dengan al-Masih yang bermakna pembersih.
***
Referensi :
Syarhus Sunnah, hlm. 90-91, Abu Muhammad Hasan bin Ali bin Khalaf al-Barbahari, ta’liq: Syaikh Dr. Shalih bin Fauzan bin ‘Abdullah al-Fauzan, Maktabah al-Hadi al Muhammadi, Mesir, cet. ke-1.
Penulis: Bini Arta Utama
Artikel Muslimah.or.id