Al-Qadhi Iyadh rahimahullah menulis dalam kitab Asy-Syifa` (II/ 8): “Muhammad bin Ali At-Tirmidzi mengungkapkan, “Wujud dari menjadikan Rasulullah Shallallaahu `alaihi wa sallam sebagai suri tauladan adalah dengan mencontoh beliau mengikuti sunnah-sunnah beliau serta tidak menyelisihi beliau baik dalam bentuk ucapan maupun perbuatan”.
Mengagungkan sunnah-sunnah beliau merupakan perkara penting yang diperintahkan Allah sebagai wujud mentaati serta mencintai Rasulullah Shallallaahu’alaihi wa sallam. Keberkahan, keselamatan dan kebahagiaan akan dirasakan seorang mukmin ketika ia bersemangat mengamalkan sunnah-sunnah mulia yang di zaman ini mulai ditinggalkan kaum muslimin. Orang yang intens dan antusias meniru rasul-Nya dalam hal akhlak, adab, pakaian, gaya hidup dan perkara-perkara yang pernah dipraktekkan Rasul mulia semakin asing di tengah maraknya berbagai model dan gaya hidup yang jauh dari petunjuk Islam. Meski demikian kita patut bersyukur pada Allah Ta`ala di era sekarang mulai tumbuh kesadaran dari sebagian kaum muslimin untuk mengamalkan berbagai perilaku beliau sebagai aplikasi ketaatan kepada perintah-Nya.
Dan kita akan kembali pada episode dimana para sahabat dan salafuna ash shalih sangat giat melakukan perbuatan-perbuatan yang pernah dilakukan Rasulullah Shallallaahu `alaihi wa sallam, meski mereka terkadang tidak tahu apa maksudnya. Dalam benak mereka adalah mengikuti jejak-jejak langkah beliau sebagai ittiba’ dengan jalannya.
Al-Qadhi Iyadh juga menuliskan dalam kitb Asy-Syifa` (II/5) “Telah diperlihatkan bahwasanya Abdullah bin Umar radhiyallaahu `anhu memutar-mutar hewan tunggangannya di suatu tempat. Hal itu ditanyakan kepadanya, maka ia menjawab, “Aku tidak tahu, hanya saja aku telah melihat Rasulullah Shallallaahu `alaihi wa sallam melakukan seperti apa yang telah aku lakukan ini”.
Imam Ahmad rahimahullah mengatakan “Aku tak pernah menulis sebuah hadits, melainkan aku telah mengamalkannya. Hingga telah sampai kepadaku sebuah hadist yang menjelaskan bahwa nabi Shallallaahu `alaihi wa sallam pernah berbekam dan memberikan satu dinar kepada Abu Thayyibah (yang membekam beliau). Maka akupun berbekam dan mengupah si tukang bekam sebesar satu dinar”. (Badzlul Juhud Fii Sharhi Sunani Abi Dawud, karya Syaikh Khalil Ahmad As-Saharanfuri rahimahullah. Asal dari hadist ini berada dalam kitab Shahih Muslim No. 2992).
Demikianlah praktek nyata betapa hidup orang-orang shalih selalu dihiasi dengan cahaya sunnah. Hari-harinya senantiasa diisi dengan amalan yang pernah dilakukan Rasulullah Shallallaahu `alaihi wa sallam. Kedekatan hati dan kekuatan imanlah yang mendorong dan memotivasinya untuk selalu melakukan amalan terbaik meski sepintas perbuatan itu seolah ringan atau biasa saja.
Adapula contoh konkret ulama abad ini yang sangat tinggi semangatnya dalam mengamalkan sunnah Nabi, beliau adalah Syaikh Ibnu Baz yang patut dijadikan panutan bagi kaum muslimin. Pada suatu hari, sebuah gelas berisi jus disuguhkan kepada beliau. Beliau lantas meminumnya. Setelah beliau selesai minum, sebuah gelas keduapun disuguhkan kepada beliau. Beliau mengatakan “Perutku sudah tidak muat”. Akan tetapi orang yang menyuguhkan terus mendesak beliau agar minum. Setelah gelas kedua beliau minum, beliau mengatakan dengan nada guyon “Tuangkan untuk yang ketiga”. Beliau ingin agar berakhir dengan bilangan ganjil. Ketika beliau sakit yang mengantarkan beliau kepada kematian, jika pelayan beliau ingin memasangkan sepatu atau kaos kaki namun salah karena mendahulukan kaki kiri maka beliau menolak dan menjauhkan kaki beliau hingga pelayan tersebut memulai dengan kaki kanan.” (Dinukil dari Majalah SwaraQur`an edisi No. 2 th 9 hal. 28).
Demikianlah sekilas contoh betapa para imam dan orang shalih bersemangat untuk selalu mencontoh Rasulullah Shallallaahu `alaihi wa sallam dalam kehidupannya. Semoga Allah memudahkan kita meniti jejaknya.
***
Penulis: Isruwanti Ummu Nashifa
Referensi :
1. Tata Busana Para Salaf, Abu Thalhah bin Abdus Saffar, Zam Zam, Solo, 2008
2. Majalah SwaraQur`an, edisi No. 2 Th. 9 / Rajab 1430 H
Artikel Muslimah.or.id