Beriman kepada takdir adalah salah satu rukun iman bagi muslim. Segala sesuatu yang telah terjadi, sedang terjadi, dan akan datang semua tidak akan keluar dari ketetapan Allah Ta’ala, sesuai dengan ilmu-Nya dan hikmah-Nya.
Dalam Shahih Muslim disebutkan hadits dari ‘Abdullah bin ‘Amru bin ‘Ash bahwa ia berkata: “Aku pernah mendengar Rasulullah bersabda,
?????? ????? ??????????????????????? ?????? ???? ???????? ????????????? ??????????? ???????????? ?????? ??????
“Allah telah menulis takdir seluruh makhluk sebelum menciptakan langit dan bumi dengan tenggang waktu 50 ribu tahun.” (HR. Muslim)
Manusia dilarang menyelami rahasia takdir dengan berlebih-lebihan, seperti mengapa Allah Ta’ala menakdirkan ini dan bagaimana takdir terjadi, namun mengimaninya adalah wajib.
Imam Ahmad rahimahullah mengatakan: “Merupakan keyakinan wajib, beriman kepada takdir baik maupun buruk, juga membenarkan dan mengimani hadits-hadits yang terkait dengannya. Tidak boleh dikatakan “kenapa? Dan bagaimana?” (Syarhu I’tiqad Ahlis Sunnah, I/157)
Imam at-Thahawi rahimahullah menjelaskan tentang takdir: “Allah menciptakan makhluk dengan ilmu-Nya, lalu Allah tetapkan takdir dan ajalnya. Tidak ada yang tersembunyi bagi-Nya sesuatupun sebelum diciptakan. Dia mengetahui perbuatan mereka sebelum diciptakan. Dia memerintahkan untuk taat kepada-Nya serta melarang berbuat maksiat kepada-Nya. Segala sesuatu berjalan sesuai dengan suratan takdir dan kehendak-Nya. Kehendak-Nya pasti terealisasi. Seorang hamba tidak memiliki kehendak, kecuali jika Dia memberinya kehendak. Apa yang dikehendakinya akan terjadi, dan apa yang tidak dikehendaki-Nya tidak akan terjadi. Seluruh makhluk berada dalam garis kehendak-Nya, antara karunia dan keadilan-Nya. Dia Maha Tinggi sehingga tidak memiliki lawan dan tandingan, tak ada yang menolak kehendak-Nya, tidak ada yang berhak berkomentar terhadap keputusan-Nya dan tidak ada yang mengalahkan perintah-Nya. Kita beriman kepada semuanya itu dan meyakini bahwa semuanya dari sisi-Nya.” (Al-‘Aqidah ath-Thahawiyah, hlm. 21)
Seorang makhluk wajib mengimani takdir sebagaimana yang ditegaskan diatas, namun manusia juga punya kehendak atau masyi’ah dalam hal perbuatan-perbuatan ikhtiyariyah serta punya kemampuan untuk melaksanakannya. Bukankah manusia bisa membedakan kebaikan dan keburukan. Namun, kehendak maupun kemampuannya terjadi dengan kehendak dan kemampuan Allah Ta’ala.
Allah Ta’ala berfirman,
????? ????? ???????? ????? ??????? ????????
“Maka barangsiapa yang menghendaki, niscaya ia menempuh jalan kembali kepada Rabbnya.” (QS. An-Naba`: 39)
Allah Ta’ala berfirman,
??? ????????? ????? ??????? ?????? ????????? ????? ??? ???????? ??????????? ??? ???????????
“… Allah tidak membebani seseorang melainkan sesuai dengan kesanggupannya, ia mendapat pahala dari (kebaikan) yang dijalaninya, dan ia juga mendapat siksa dari (kejahatan) yang dikerjakannya.” (QS Al-Baqarah : 286)
Allah Ta’ala berfirman,
????? ????? ??????? ??? ??????????? {28} ??????????????? ?????? ??? ??????? ??????? ????? ????????????? {29}
“(yaitu) bagi siapa diantara kamu yang mau menempuh jalan lurus. Dan kamu tidak dapat menghendaki (menempuh jalan itu) kecuali apabila dikehendaki oleh Allah, Rabb Semesta Alam.” (QS. At-Takwir : 28-29)
Kaum muslimin hendaklah selalu berbaik sangka pada Allah Ta’ala dengan terus mengupayakan kualitas iman dan beramal shalih agar akhir hidupnya husnul khatimah. Menempuh jalan kebenaran yang disyariatkan Allah Ta’ala dan menjauhi berbagai keburukan agar mampu menyandang predikat mulia hamba Allah Ta’ala yang bertauhid lurus dan bertakwa.
Dengan beriman pada segala takdir Allah Ta’ala, kita akan memiliki antusiasme tinggi dan obsesi islami untuk mewujudkan nilai-nilai Islam dalam kehidupan dan tidak mudah berputus asa dalam kondisi sulit dan terjepit.
Penulis: Isruwanti Ummu Nashifa
Referensi
- Qadha dan Qadar, Dr. Umar Sulaiman al-Asyqor, Samo Press Group, 2002.
- Syarah Tsalatsutul Ushul, Syaikh Muhammad bin Shalih al-‘Utsaimin, Al Qowwam, Solo, 2000
Apakah bermaksiat bagian dari takdir
Terjadinya perbuatan maksiat tidak lepas dari kehendak Allah