Dunia Islam di zaman sekarang diguncang dengan badai ikut-ikutan terhadap orang-orang kafir dalam segala dimensi kehidupan. Orang mukmin yang lemah imannya akan tergoda dengan kemajuan peradaban barat yang lebih didominasi oleh hawa nafsu dan dalam banyak perkara bertentangan dengan syariat Islam.
Aneka model pergaulan ala orang kafir, mode pakaian, gaya hidup, pola pikir, hingga menyerupai mereka dalam perkara peribadatan dan keyakinan. Kenyataannya saat ini orang Islam justru bangga ketika mereka mampu meniru orang-orang non Islam dengan dalih demi kemajuan, trend, atau untuk sebuah pengakuan dan popularitas. Contoh gamblangnya adalah dalam amalan-amalan bid’ah dan syirik seperti merayakan tahun baru, merayakan hari kelahiran, upacara dan peringatan keagamaan, melukis gambar, membuat patung-patung dan lain-lain.
Syaikh Shalih bin Fauzan Al Fauzan dalam Kitab ‘Al-Iryadu Ila Shalih Al-I’tiqod bab Al-Wala’ wal Bara; war Ar-Raddu ‘Ala ahli Asa-Syirki wa Al Ilhaad, menegaskan bahwa merupakan penyebab paling kuat yang dapat menjerumuskan kepada bid’ah sebagaimana disebutkan dalam hadits Abi Waqid Al Laitsy berkata:
Kami pernah keluar bersama Rasulullah Shallahu’alaihi wassalam menuju Hunain dan kami baru saja masuk Islam (pada waktu itu orang-orang musyrik mempunyai sebuah pohon bidara) sebagai tempat peristirahatan dan tempat menyimpan senjata-senjata mereka yang disebut dzatu anwath. Kami melewati tempat tersebut, lalu kami berkata, ”Ya Rasulullah buatkanlah untuk kami dzatu anwath sebagaimana mereka memiliki dzatu anwath, lalu Rasulullah Shallahu’alaihi wassalam bersabda,
???? ????, ???? ????? ??? ???? ???? ??? ??? ??? ???? : ???? ??? ???? ??? ??? ????, ??? ???? ??? ??????, ???? ??? ?????? ??? ?? ??? ?????
”Allahu Akbar! Sungguh ini adalah kebiasaan buruk mereka dan demi yang jiwaku di tangannya ucapan kalian ini sebagaimana ucapannya Bani Israil kepada Musa Alaihi Salam. “Hai Musa, buatlah untuk kami sebuah ilah (berhala) sebagaimana mereka mempunyai beberapa ilah (berhala)” (QS. Al A’raf: 138). Lalu Musa berkata, ”Sungguh kamu sekalian mengikuti kebiasaan-kebiasaan sebelum kamu” (HR. Tirmidzi dan beliau mensahihkannya).
Menyerupai orang-orang kafir tentang hal yang menjadi tradisi mereka merupakan penentangan pada Allah dan Rasul-Nya. Dari Abdullah bin ‘Umar ia berkata, Rasulullah Shallahu’alaihi wassalam bersabda:
???? ????????? ???????? ?????? ????????
“Barangsiapa yang menyerupai suatu kaum maka dia termasuk dari mereka” (Dikeluarkan oleh Abu Daud dalam Sunannya kitab Al Libas Bab Fi Libs As Syuhrah, 4/44 no. 4031. Shahih).
Tasyabuh terhadap orang kafir terjadi karena seorang muslim tidak percaya diri akan kelengkapan syariat Islam atau munculnya perasaan kurang hingga mereka mengekor pada orang-orang di luar Islam. Perkara tasyabuh bukan sekedar meniru sebatas sisi lahiriyah. Namun seiring berjalannya waktu apabila hal tersebut dilakukan terus menerus dan diiringi rasa bangga maka perlahan tapi pasti sisi keimanan dan ruhiyahnya akan mulai luntur hingga kecenderungan dan karakter bangsa atau kaum tersebut akan dijadikan role model dalam kehidupannya.
Pengumpamaan dalam masalah-masalah keduniaan dapat mewariskan kecintaan pada mereka, apalagi pengumpamaan dalam masalah-masalah agama. ‘Abdullah bin Amru berkata, ”Barangsiapa yang menetap di wilayah orang-orang musyrik, membuat untuk hari raya mereka dan menyerupai mereka hingga meninggal dunia, maka dia juga akan berkumpul bersama mereka pada hari kiamat” (Iqtidha Ush-Shirath, hal : 83).
Dan tasyabuh atau menyerupai mereka dalam berpakaian, ucapan, dan lainnya merupakan bentuk loyalitas terhadap orang kafir. Ini menunjukkan cinta orang yang menyerupai terhadap yang diserupai. Bahkan memuji atau terpesona oleh peradaban mereka tanpa melihat aqidah mereka yang batil dan rusak. Dan kenyataan yang sulit dilepaskan dari umat ini diantaranya penggunaan kalender mereka serta perkara yang memprihatinkan adalah memberi nama anak-anak dengan nama mereka (orang kafir).
***
Sungguh tepat ungkapan beliau: “Sungguh kamu sekalian benar-benar akan mengikuti kebiasaan-kebiasaan yang buruk dari orang-orang sebelummu”. (HR At-Tirmidzhi dan beliau menshahihkannya).
Referensi :
- Al Wala’ dan Al Bara’, dan Peringatan dari Bahaya Bid’ah (Terjemah). Dr. Syaikh shalih bin Fauzan bin Abdullah Al Fauzan. At-Tibyan, Solo. 2002.
- Loyalitas Muslim Terhadap Islam (Terjemah). Muhammad bin Sa’id bin Salim Al Qahthany. Ramadhan. Solo. 1994.
Penulis: Isruwanti Ummu Nashifah
Muraji’: Ustadz Yulian Purnama
Artikel Muslimah.or.id