Di era serba digital dan mudahnya orang berkomunikasi, disadari atau tidak sebenarnya banyak dampak negatif bagi kaum muslimin. Terlebih lagi sering kali media seperti HP telah membius banyak orang seperti terjadinya perbuatan keji. Dan salah satu korbannya adalah wanita muslimah. Wanita yang disabdakan Rasulullah lemah akal dan agamanya sering kali mengalami nasib tragis lantaran tergoda lawan jenis.
Dalam buku “Prahara Cinta” karya Abu Umar Basyir dikisahkan betapa seorang wanita bercerai dengan suami yang dosen, berpendidikan S3, kaya. Namun nahas ia baru menyadarinya ternyata suaminya seorang penganut Syiah. Secara lahiriyah memang dia pria yang memiliki ilmu agama namun sejatinya, secara tidak disangka ia berkeyakinan kafirnya para sahabat Nabi kecuali Ali bin Abi Thalib. Lebih tragis lagi, ternyata ia telah 3 kali melakukan mut’ah (nikah kontrak).
Dan saat ini selayaknya kaum muslimah berhati-hati, lebih-lebih dalam memilih pasangan hidup. Dan tren syiah adalah membidik kaum muda dengan nikah mut’ah untuk menawarkan ajaran sesatnya. Memang pernikahan semacam ini di awal Islam dibolehkan tetapi pada tahun ke-7 Hijriah. Setelah perang Khaibar Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam melarangnya hingga hari kiamat. “Wahai umat manusia, sesungguhnya aku pernah mengizinkan untuk bersenang-senang dengan wanita (menjalin nikah mut’ah) dan sekarang sesungguhnya Allah benar-benar telah mengharamkan perbuatan itu hingga hari kiamat. Maka barang siapa yang masih memiliki dari hasil nikah mut’ah, hendaklah ia segera melepaskannya, dan janganlah engkau meminta kembali sedikitpun dari apa yang telah engkau berikan kepada mereka” (HR. Muslim).
Marilah kita buka kembali rekaman sejarah empat belas abad silam, seperti apakah tipikal pria shalih yang diimpikan para generasi shahabiyah? Ada kisah sangat menarik sosok muslimah yang teguh dalam memegang prinsip Islam ketika datang seorang pria yang melamarnya dengan mahar yang tinggi. Dialah Ummu Sulaim yang pernah menolak lamaran Abu Thalhah yang saat itu masih musyrik dengan ungkapan menakjubkan, ”Sesungguhnya tak pantas bagiku menikah dengan orang musyrik. Ketahuilah wahai Abu Thalhah bahwa tuhan-tuhan kalian adalah hasil pahatan orang dari keluarga Fulan, dan sesungguhnya seandainya kalian mau membakarnya maka akan terbakarlah tuhan kalian.” (Lihat Ath-Thabaqat oleh Ibnu Saad 1/426, Al Ishalah VIII/243 dan Al Hilyah II/59).
Abu Thalhah semakin penasaran dengan penolakan wanita yang telah menarik hatinya itu akhirnya dia datang menemui Ummu Sulaim dengan membawa mahar yang lebih banyak dengan harapan lamarannya diterima Sulaim. Ummu Sulaim menolaknya lantaran ia masih kafir. Dia tidak menginginkan emas dan perak tetapi yang diinginkan adalah keIslaman Abu Thalhah. Ini bukti nyata dia sosok muslimah yang tak tergoda kemewahan dunia yang begitu menyilaukan banyak wanita.
Lantas dengan hidayah Allah, Abu Thalhah pun menyatakan keIslamannya. Subhanallah, sebuah kisah mempesona betapa Islam telah menjadi perekat diantara keduanya sehingga biduk rumah tangga mereka bertabur kebahagiaan. Sungguh mulia dan lunas pemahaman wanita pilihan ini hingga patut dijadikan suri tauladan bagi kaum mukminah agar menjadikan standar agama dan akal dalam memilih jodoh. Sungguh tepat hadits yang berbunyi: “Aku belum pernah mendengar seorang wanita pun yang paling mulia maharnya dari Ummu Sulaim karena maharnya adalah Islam”. (HR. An Nasai VI/114 dari jalan Ja’far bin Sulaiman dari Tsabit dari Anas).
Ada pula kisah wanita shahabiyah yang dengan tulus menerima pinangan pria miskin lagi berwajah tak tampan namun memiliki akhlak dan aqidah lurus. Dia memilih pria yang telah direkomendasikan Rasulullah Shalallahu alaihi wassalam karena yakin bahwa pilihan Rasulullah pasti akan membawa keberuntungan dan mendatangkan keberkahan hidup.
Merekalah wanita pilihan yang menjadikan agama dan kebagusan akhlak sebagai syarat mutlak ketika seorang lelaki melamarnya. Begitu pula kisah anaknya Sa’id bin Musayab, dia memilih pria pilihan orang tuanya meskipun lelaki itu seorang duda dan miskin. Dia menginginkan keberkahan akhirat dan mengutamakan kebagusan agama daripada harta dan kedudukan di dunia.
Pemuda idaman juga merupakan rezeki dari Allah Ta’ala untuk para wanita shalihah. Selayaknya kita harus banyak bersyukur pada Allah agar selalu memberi pilihan terbaik yang menentukan kebahagiaan di negeri akhirat. Dan sebaik-baik bekal untuk menyambut tamu istimewa yakni pria shalih adalah taqwa kepada Allah. Semoga dengan azzam dan niat suci ini Allah menganugerahi para muslimah pendamping hidup yang selalu seiring sejalan dalam menegakkan tauhid dan hidup dalam naungan Kitabullah dan sunnah Nabi. Amin.
Penulis: Isruwanti Ummu Nashifa
Muraji’: Ustadz Yulian Purnama
Referensi :
1. Majalah Nabila, Edisi 15/2005
2. Air Mata Buaya Penganut Syiah. DR. Muhammad Arifi Baderi, MA. Rumah Ilmu, Bekasi, 2013.
3. Prahara Cinta, Abu Umar Basyir, Sofa Media. 2010.