Nama beliau adalah Tamadhar binti Amru bin al-Haris bin asy-Syarid. Beliau adalah seorang penyair yang tersohor. Syair terlantun dari lisan beliau di saat kematian saudaranya Shakr di masa Jahiliyah, maka beliau meratap dengan ratapan yang menyedihkan. Syair tersebut akhirnya menjadi syair yang paling terkenal dalam hal syair duka cita. Di antara syair yang bagus yang beliau ciptakan adalah:
Menangislah dengan kedua matamu atau sebelah mata
Apakah aku akan kesepian karena tiada lagi penghuni di dalam rumah
Dan di antara syair beliau yang indah adalah:
Kedua mataku menangis dan tiada akan membeku
Bagaimana mata tidak menangis untuk Sakhr yang mulia
Bagaimana mata tidak menangis untuk sang pemberani
Bagaimana mata tidak menangis untuk seorang pemuda yang luhur
Beliau mendatangi Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersama kaumnya dari Bani Salim kemudian mengumumkan keislamannya dan menganut akidah tauhid. Amat baik keislaman beliau sehingga menjadi lambang yang cemerlang dalam keberanian, kebesaran jiwa, dan kemuliaan bagi sosok wanita muslimah.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam pernah meminta kepadanya untuk bersyair, maka ketika beliau bersyair, Rasulullah menyahut:
“Wahai Khansa’ dan hari-hariku di tangan-Nya.”
Ketika Adi bin Hatim datang kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam ia berkata, “Wahai Rasulullah, sesungguhnya di tengah-tengah kami ada orang yang paling ahli dalam syair, ada juga orang yang paling dermawan, dan orang yang paling ahli dalam menunggang kuda.” Kemudian Nabi bertanya, “Siapakah mereka?” Adi bin Hatim menjawab, “Adapun orang yang paling ahli bersyair adalah al-Qais bin Hajar, sedangkan yang paling dermawan adalah Hatim bin Sa’ad (yakni bapaknya Adi), dan yang paling ahli dalam berkuda adalah Amru bin Ma’ad Yakrab.” Rasulullah membantah, “Tidak benar apa yang kamu katakan wahai Adi. Adapun orang yang paling ahli dalam syair adalah al-Khansa binti Amru, sedangkan orang yang paling dermawan adalah Muhammad (yakni pribadi beliau) dan orang yang paling ahli dalam berkuda adalah Ali bin Abi Thalib.””
Di samping kelebihan tersebut –hingga karena keistimewaanya dikatakan, “Telah dikumpulkan para pakar syair dan ternyata tidak didapatkan seorang wanita yang lebih ahli tentang syair daripada beliau”-, beliau juga memiliki kedudukan dan prestasi jihad yang mengagumkan dalam berpartisipasi bagi Islam dan membela kebenaran. Beliau turut menyertai peperangan-peperangan bersama kaum muslimin dan menyertai pasukan mereka yang memperoleh kemenangan.
Ketika Mutsanna bin Haritsah asy-Syaibani berangkat ke Qadisiyah di masa Amirul Mukminin Umar bin Khattab radhiyallahu ‘anhu, Khansa’ berangkat bersama keempat putranya untuk menyertai pasukan tersebut.
Di medan peperangan saat malam hari, ketika para pasukan sedang siap berperang satu sama lain, Khansa’ mengumpulkan keempat putranya untuk memberikan pengarahan kepada mereka dan mengobarkan semangat kepada mereka untuk berperang dan tidak lari dari peperangan serta mengharapkan syahid di jalan Allah. Maka dengarkanlah wasiat al-Khansa’ yang agung tersebut:
“Wahai anak-anakku, sesungguhnya kalian telah masuk Islam dengan ketaatan dan kalian telah berhijrah dengan suka rela. Demi Allah, yang tiada Ilah yang berhak disembah kecuali Dia, sesungguhnya kalian adalah putra-putra dari seorang wanita yang tidak pernah berkhianat kepada ayah kalian. Kalian juga tidak pernah memerlukan paman kalian, tidak pernah merusak kehormatan kalian dan tidak pula berubah nasab kalian. Kalian mengetahui apa yang telah Allah janjikan bagi kaum muslimin berupa pahala yang agung bagi yang memerangi orang-orang kafir. Ketahuilah bahwa negeri yang kekal lebih baik daripada negeri yang fana. Allah jalla wa ‘ala berfirman:
?????????? ?????????? ????????? ????????? ??????????? ??????????? ?????????? ????? ??????????? ???????????
“Wahai orang-orang yang beriman, bersabarlah kalian dan kuatkanlah kesabaran kalian dan tetaplah bersiap siaga (di perbatasan) dan bertakwalah kepada Allah supaya kalian beruntung.” (QS. Ali ‘Imran: 200)
Disalin dari buku Mereka Adalah Para Shahabiyat (terjemah) karya Mahmud Mahdi al-Istanbuli, Musthafa Abu an-Nashr asy-Syalabi, dan Dr. Abdurrahman Ra’at Basya, Penerbit At-Tibyan Solo, 2005, halaman 232-236.
Artikel Muslimah.or.id