Mungkin engkau beranggapan bahwa orang yang meninggalkan harta, maka dia adalah orang yang zuhud. Tidak selalu demikian. Meninggalkan harta dan menampakkan kemelaratan sangat mudah dilakukan orang yang ingin dipuji sebagai orang zuhud. Berapa banyak pendeta yang hanya berkutat di dalam biara dan makan sedikit, yang menjadikan mereka kuat melakukannya hanya karena ingin disanjung.
Zuhud harus menghindari harta dan kedudukan secara bersama-sama, agar zuhud bisa menjadi sempurna di dalam jiwa. Untuk mengetahui ciri zuhud yang pertama adalah bentuk-bentuknya.
Ibnul Mubarak berkata: “Zuhud yang paling utama adalah menyembunyikan kezuhudannya. Untuk itu harus memperhatikan tiga perkara dalam hal ini:
1. Tidak boleh menampakkan kegembiraan dengan apa yang ada (dimilikinya) dan tidak boleh menampakkan kesedihan karena tidak ada (hilang), sebagaimana firman Allah Ta’ala:
????????? ????????? ????? ??? ????????? ????? ?????????? ????? ????????? ????????? ??? ??????? ????? ????????? ???????
“ (kami jelaskan yang demikian itu) supaya kamu jangan berduka cita terhadap apa yang luput dari kamu, dan supaya kamu jangan terlalu gembira terhadap apa yang diberikan-Nya kepadamu…” (QS. Al-Hadid: 23).
2. Baginya, sama posisi orang yang memuji dan mencelanya. Ini merupakan tanda zuhud dalam kaitannya dengan kedudukan.
3. Kebersamaannya hanya dengan Allah. Biasanya, di dalam hatinya diliputi rasa senang untuk melakukan ketaatan.
Sedangkan cinta kepada dunia dan cinta kepada Allah yang bersemayam di dalam hati, maka ini ibarat air dan udara di dalam gelas. Jika air dimasukkan ke dalamnya, maka udaranya akan keluar. Keduanya tidak akan bisa berkumpul.
Sebagian orang salaf ditanya: “Apa tujuan mereka berlaku zuhud?” Dia menjawab: “Agar bisa bersama Allah.”
Yahya bin Mu’adz berkata: “Dunia ini laksana pengantin wanita. Siapa yang mencari dan menemukannya, maka ia akan lengket dengannya. Sedangkan orang zuhud adalah yang melumuri wajah pengantin itu dengan kotoran, mencabut rambutnya, dan merobek-robek pakaiannya. Sedangkan orang yang berilmu adalah yang menyibukkan diri bersama Allah daripada (sibuk) dengan dunia.”
———————————————
Diketik ulang dari buku Minhajul Qashidin karya Ibnu Qudamah al-Maqdisy
Artikel muslimah.or.id