Barangsiapa yang memiliki keyakinan terhadap sesuatu, bahwa sesuatu tersebut menjadi sebab terjadinya suatu hal, namun tidak ada bukti shahih yang menunjukkan baik dari segi ilmiah maupun dalil syari bahwa sesuatu tersebut menjadi sebab, maka ia telah terjerumus dalam syirik kecil
Di dalam Al Qur’an dan As Sunnah, seringkali kita jumpai kata-kata syirik. Namun patut diketahui bahwa syirik terbagi atas 2 macam, yaitu syirik besar dan syirik kecil. Perbedaan di antara keduanya adalah syirik besar dapat membatalkan islam seseorang, sedangkan syirik kecil tidak. Meskipun tidak membatalkan keislaman, syirik kecil jauh lebih parah daripada dosa-dosa besar lainnya seperti membunuh, berzina, mencuri, minum khamr dan yang lainnya.
Kembali lagi pada kaidah yang telah dituliskan di awal paragraf, jika kita mengerti, maka akan mudah dalam memahami syirik kecil. Sebagai contoh, sebuah batu cincin ketika diyakini menjadi sebab sembuhnya seseorang dari penyakit, padahal tidak ada bukti dari segi ilmiah maupun dalil syari, maka itu adalah syirik kecil. Namun jika ia meyakini bahwa batu cincin lah yang dapat menyembuhkan penyakit, maka itu adalh syirik besar pembatal keislaman.
Di antara amalan yang dapat menjerumuskan seseorang dalam syirik kecil:
Tathayyur (anggapan sial)
Diriwayatkan secara marfu’ dari Ibnu Mas’ud, “Ath Thiyarah adalah kesyirikan, Ath Thiyarah adalah kesyirikan… akan tetapi Allah menghilangkan anggapan itu dengan tawakkal kepada Allah.” (HR. Ahmad, Abu Dawud dan At-Tirmidzi, beliau berkata: Hasan Shahih)
Banyak praktek anggapan sial di tempat kita, misalnya ketika ada kucing hitam yang melintas maka akan ada anggapan bahwa sesuatu yang buruk akan terjadi. Contoh lain ketika dijatuhi kotoran binatang tertentu, maka akan tertimpa suatu kesialan. Ini adalah bentuk tathayyur.
Berdoa meminta di kuburan karena menganggap hal ini adalah sebab terkabulnya doa
Barangsiapa yang meyakini bahwa orang yang telah mati atau berdoa di makamnya menjadi sebab terkabulnya doa, maka ia terjerumus dalam syirik kecil. Allah Ta’ala berfirman (yang artinya), “Wahai ahli kitab, janganlah kalian ghuluw (berlebihan) dalam agama kalian.” (QS. An-Nisa: 171)
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda (yang artinya), “Berhati hatilah kalian dengan sikap ghuluw, karena sikap tersebutlah yang telah membinasakan umat sebelum kalian” (HR. Ahmad, Ibnu Majah, Ibnu Hibban, Ath Thabrani, Al Hakim. An-Nawawi berkata: Sanadnya shahih berdasarkan kriteria Muslim).
Ini adalah syirik kecil, selama orang yang meminta tersebut tidak meyakini bahwa orang yang mati itulah yang memberi manfaat dan mudharat dengan sendirinya. Jika ia meyakini demikian, maka terjerumus dalam syirik akbar. Dan meminta kepada orang yang telah mati adalah salah satu sikap berlebihan dalam agama.
Percaya pada ramalan bintang
Dari Abu Musa, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda (yang artinya), “3 perkara yang membuat seseorang tidak masuk surga: pecandu khamr, pemutus silaturahmi, dan orang yang percaya dengan sihir” (HR. Ahmad dan Ibnu Majah, shahih).
Termasuk mempercayai sihir adalah percaya pada ramalan bintang, atau yang dikenal dengan astrologi. Karena Nabi telah bersabda (yang artinya), “Barangsiapa yang mempelajari cabang dari ilmu nujum (perbintangan), maka ia telah belajar ilmu sihir” (HR. Ahmad dan Abu Dawud, dinilai shahih oleh Imam Nawawi di Riyadhush Shalihin).
Sebagian orang senang membaca zodiak di majalah, padahal membacanya termasuk pebuatan kesyirikan. Wajib bagi setiap rubrik baik di media cetak maupun media elektronik yang berisi tentang zodiak, untuk menghapusnya dan bertakwa kepada Allah.
Menisbatkan turunnya hujan dengan rasi bintang tertentu
Dari Abu Malik Al-Asy’ari, sesungguhnya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda (yang artinya), “4 hal yang termasuk perkara jahiliyyah yang masih ada pada umatku, dan mereka tak meninggalkannya: berbangga dengan garis keturunan, mencela nasab, meminta hujan dengan sebab bintang, an-niyahah (meratapi mayit)” (HR. Muslim).
Keyakinan seorang muslim yang masi bersih jiwanya akan mengatakan bahwa tidak ada hubungammya rasi bintang tertentu sebagai sebab turunnya hujan. Hujan turun adalah dari Allah, sebab karunia dan kasih sayang Allah.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda (yang artinya), “Pada pagi hari, di antara hambaKu ada yang beriman kepadaKu dan ada yang kafir. Siapa yang mengatakan ’Muthirna bi fadhlillahi wa rohmatih’ (Kita diberi hujan karena karunia dan rahmat Allah), maka dialah yang beriman kepadaKu dan kufur terhadap bintang-bintang. Sedangkan yang mengatakan ‘Muthirna binnau kadza wa kadza’ (Kami diberi hujan karena sebab bintang ini dan ini), maka dialah yang kufur kepadaKu dan beriman pada bintang-bintang” (HR. Al-Bukhari dan Muslim).
Mengklaim suatu hal sebagai sebab, padahal ia bukan sebab syar’i atau qadariy
Misalnya meyakini bahwa berdiri di pintu akan menyebabkan sulit jodoh. Padahal hal ini tidak didasari oleh dalil (Qur’an dan hadits) juga tidak didasari oleh bukti ilmiyah atau penelitian yang dibuktikan secara ilmiah (sebab qadariy).
Mengapa menisbatkan sebab padahal bukan sebab dikategorikan dalam kesyirikan? Karena orang yang meyakini hal tersebut, telah membuat tandingan bagi Allah dalam menetapkan sebab. Padahal kita yakin bahwa tidaklah suatu hal terjadi melainkan atas izin Allah Ta’ala. Sehingga orang yang menetapkan sebab padahal bukan sebab terjerumus dalam perbuatan syirik kecil. Allah Ta’ala berfirman (yang artinya), ”Tidak ada suatu musibah pun yang menimpa seseorang kecuali dengan ijin Allah” (QS. At-Taghabun: 11).
Namun sekali lagi perlu diberi catatan, bukan berarti ketika disebut syirik kecil, berarti ini hal yang remeh. Bahkan syirik baik asghar maupun akbar, adalah kejahatan dan kezaliman terfatal. Dan para ulama mengatakan, syirik kecil itu lebih parah dan bahaya dibandingkan dosa besar seperti berzina, membunuh dan minum khamr. Lebih jelasnya silakan simak artikel “Benarkah Dosa Syirik Kecil Lebih Besar Dari Dosa-Dosa Besar?”.
Sebagai penutup, marilah kita selalu memperbaiki akidah kita, dan terus belajar tentang apa itu tauhid dan apa itu syirik. Jangan sampai kita tidak mengetahui bahwa apa yang kita lakukan ternyata masuk ke dalam perbuatan kesyirikan. Jadilah kita melakukan syirik tanpa sadar. Wallahul Muwaffiq.
—
Penulis: Wiwit Hardi P.
Artikel Muslimah.Or.Id