Mengenal Pengertian Bid’ah
Banyak orang yang berkerut keningnya ketika pertama kali mendengar kata ini. Bermacam reaksi muncul dari seseorang ketika diingatkan tentang masalah ini. Ada yang menerimanya dan memperbaiki amalan ibadahnya dengan hidayah taufik dari Allah Ta’ala. Ada pula yang terlalu cepat menutup diri untuk memahaminya sehingga lebih sering berkata, “Ah… bisanya cuma membid’ah-bid’ahkan.”
Ada pula yang memang sudah tidak asing dengan kata ini, tapi ternyata memiliki pemahaman yang salah dalam memaknainya. Ketahuilah saudariku! Pembahasan tentang bid’ah bukanlah milik golongan tertentu. Bahkan setiap muslim harus mempelajarinya dan mewaspadainya dan tidak menutup diri dari pembahasan ini. Karena Rasululllah shollallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
و شرّ الأمور محدثاتها، و كلَّ محدثة بدعة
“Dan seburuk-buruk perkara adalah sesuatu yang diada-adakan adalah bid’ah.” (HR. Muslim no. 867).
Dan sabda nabi shollallahu ‘alaihi wa sallam,
قإنّ كلَّ محدثة بدعة و كلّ بدعة ضلالة
“Karena setiap perkara yang baru (yang diada-adakan) adalah bid’ah dan setiap bid’ah adalah sesat.” (HR. Tirmidzi dan Abu Daud).
Sama seperti pembahasan tentang kata sunnah pada artikel yang lalu, maka sungguh pembahasan ini sangat (sangat) penting, karena jika tidak memahaminya atau bahkan salah memaknainya, maka dapat mengakibatkan kesalahan dalam beramal dan beribadah. Semoga Allah memberikan kelapangan dalam dada-dada kita, untuk menerima kebenaran yang diajarkan oleh Rasulullah shollallahu’alaihi wa sallam.
Pengertian Bid’ah Secara Bahasa
Makna bid’ah secara bahasa adalah mengadakan sesuatu tanpa ada contoh sebelumnya. Penggunaan kata bi’dah secara bahasa ini di antaranya ada dalam firman Allah Subhanahu wa Ta’ala,
قُلْ مَا كُنتُ بِدْعاً مِّنْ الرُّسُلِ
“Katakanlah (hai Muhammad), ‘Aku bukanlah rasul yang pertama di antara rasul-rasul.” (Al Ahqaf [46]: 9).
Dan juga firman-Nya,
بَدِيعُ السَّمَاوَاتِ وَالأَرْضِ
“Dialah Allah Pencipta langit dan bumi.” (Al-Baqoroh [2]: 117).
Pengertian Bid’ah Secara Istilah
Berdasarkan definisi yang diberikan oleh Imam Syathibi, makna bid’ah secara istilah adalah suatu cara baru dalam agama yang menandingi syari’at dimana tujuan dibuatnya adalah untuk membuat nilai lebih dalam beribadah kepada Allah.
Dari definisi ini, kita perlu memperjelasnya menjadi beberapa poin.
Pertama, ‘suatu cara baru dalam agama’. Hal ini berarti cara atau jalan baru tersebut disandarkan kepada agama. Adapun cara baru yang tidak dinisbatkan kepada agama maka itu bukan termasuk bid’ah. (akan dibahas lebih rinci di bawah).
Kedua, ‘menandingi syari’at’. Maksudnya amalan bid’ah mempersyaratkan amalan tertentu yang menyerupai syari’at, sehingga ada beban yang harus dipenuhi. Seperti misalnya puasa mutih, yasinan setiap hari kamis (malam jum’at), puasa nisyfu sya’ban dan lain-lain, Perlu diperhatikan pula bahwa pada umumnya, setiap bid’ah juga memiliki dalil. Namun, janganlah terjebak dengan dalil yang diberikan, karena ada dua kemungkinan dari dalil yang diberikan. Pertama, dalil tersebut bersifat umum namun digunakan dalam amalan khusus. Kedua, bisa jadi dalil yang digunakan adalah palsu. Oleh karena itu, wahai saudariku, menuntut ilmu agama sangat penting melebihi kebutuhan kita terhadap makan dan minum. Ilmu agama dibutuhkan di setiap tarikan nafas kita karena dalil dibutuhkan untuk setiap ibadah yang kita lakukan. Merupakan kesalahan ketika kita melakukan ibadah terlebih dahulu baru mencari-cari dalil. Inilah yang membuat pengambilan dalil tersebut menjadi tidak tepat karena sekedar mencari pembenaran pada amalan yang sebenarnya bukan termasuk syari’at.
Ketiga, ‘tujuan dibuatnya adalah untuk membuat nilai lebih dalam beribadah kepada Allah’. Artinya, setiap bid’ah merupakan tindakan berlebih-lebihan dalam agama, sehingga dengan adanya bid’ah tersebut maka beban seorang muslim (mukallaf) akan bertambah. Salah satu contohnya mengkhususkan puasa nisyfu sya’ban, padahal puasa ini tidak disyari’atkan dalam Islam. Sungguh merugi bukan? Kita berlindung kepada Allah dari segala perbuatan sia-sia.
Mewaspadai Bid’ah
Dari definisi yang telah disebutkan menunjukkan bid’ah tidak lain merupakan perbuatan yang bertujuan menandingi syari’at. Karena Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman,
الْيَوْمَ أَكْمَلْتُ لَكُمْ دِينَكُمْ وَأَتْمَمْتُ عَلَيْكُمْ نِعْمَتِي وَرَضِيتُ لَكُمُ الْإِسْلَامَ دِينًا
“Pada hari ini telah Kusempurnakan untuk kamu agamamu, dan telah Ku-cukupkan kepadamu ni’mat-Ku, dan telah Ku-ridhai Islam itu jadi agama bagimu.” (Al Maaidah [5]: 3)
Maka tidak perlu lagi bagi seseorang untuk membuat cara baru dalam agama atau mencari ibadah-ibadah lain yang itu adalah kesia-siaan. Rasulullah shollallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
مَنْ عَمِلَ عَمَلاَ لَيْسَ عَلَيْهِ اَمْرُنَا فَهُوَ رَدُّ
“Barangsiapa yang melakukan suatu amalan yang tidak ada perintahnya dari kami, maka tertolak.”
Dalam riwayat lain, Rasulullah shollallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
مَنْ أَحْدَثَ فِي أَمْرِنَا هَذَا مَا لَيْسَ مِنْهُ فَهُوَرَدٌّ
“Barang siapa yang membuat perkara baru dalam urusan agama yang tidak ada sumbernya maka tertolak.” (HR. Bukhari dan Muslim).
Berdasarkan hadits ini, ada tiga unsur yang membuat sesuatu dapat dikatakan sebagai bid’ah.
Pertama, mengada-adakan. Ini diambil dari lafadz man ahdatsa (?? ????). Akan tetapi membuat sesuatu yang baru bisa terjadi dalam perkara dunia ataupun agama. Maka diperlukan unsur yang kedua.
Kedua, perkara baru tersebut disandarkan pada agama. Ini diambil dari lafadz fii amrina (?? ?????). Unsur kedua ini perlu dilengkapi unsur ketiga. Karena jika tidak, akan timbul pertanyaan atau keraguan, “Apakah semua perkara baru dalam agama tercela?”
Ketiga, perkara tersebut bukan bagian dari agama. Ini diambil dari lafadz ma laisa minhu (?? ??? ????). Artinya, tidak ada dalil yang sah bahwa hal tersebut pernah ada.
Setiap Bid’ah Adalah Sesat
Ketahuilah saudariku. Setiap bid’ah adalah sesat. Hal ini berdasarkan keumuman sabda Nabi shollallahu ‘alaihi wa sallam,
و شرّ الأمور محدثاتها، و كلَّ محدثة بدعة
“Dan seburuk-buruk perkara adalah sesuatu yang diada-adakan adalah bid’ah.” (HR. Muslim no. 867).
Dan sabda nabi shollallahu ‘alaihi wa sallam,
قإنّ كلَّ محدثة بدعة و كلّ بدعة ضلالة
“Karena setiap perkara yang baru (yang diada-adakan) adalah bid’ah dan setiap bid’ah adalah sesat.” (HR. Tirmidzi dan Abu Daud).
Adapun pembagian yang ada pada bid’ah, maka tetap menunjukkan kesesatan bid’ah tersebut. Maka pembagian bid’ah menjadi bid’ah sayyi’ah dan bid’ah hasanah adalah sebuah kesalahan sebagaimana penulis jelaskan sebab-sebabnya dalam artikel sebelumnya.
Imam Syathibi rahimahullah menjelaskan dalam kitabnya pembagian bid’ah (yang tetap menetapkan kesesatan seluruh bid’ah) yang dapat memperjelas kerancuan yang ada di masyarakat. Yang pertama adalah bid’ah hakiki yang perkaranya lebih jelas (kecuali bagi orang-orang yang taklid dan tidak mau belajar) karena bid’ah hakiki tidak memiliki sandaran dalil syar’i sama sekali. Semisal menentukan kecocokan seeorang untuk menjadi suami atau istri dengan tanggal lahir atau melakukan ritual-ritual khusus dalam acara pernikahan yang tidak ada landasannya dalam syari’at sama sekali. Adapun jika berkaitan dengan bid’ah idhofi maka sebagian orang mulai rancu dan bertanya-tanya. Misalnya, bid’ah dzikir berjama’ah, atau tahlilan. Banyak orang terburu-buru dengan mengatakan, “Masa dzikir dilarang sih?” atau “Kok membaca Al Qur’an dilarang?” Maka kita perlu (sekali lagi) memahami lebih dalam tentang bid’ah ini.
Bid’ah idhofi ini mempunyai dua sisi, sehingga apabila dilihat pada salah satu sisi, maka seakan-akan itu sesuai dengan sunnah karena berdasarkan dalil. Namun bila dilihat dari sisi lain, amalan tersebut bid’ah karena hanya bersandar kepada syubhat, tidak kepada dalil atau tidak disandarkan kepada sesuatu apapun. Adapun bila dilihat dari sisi makna, maka bid’ah idhofi ini secara asal memiliki dalil. Akan tetapi dilihat dari sisi cara, sifat atau perinciannya, maka dalil yang digunakan tidak mendukungnya, padahal tata cara amalan tersebut membutuhkan dalil. (Majalah Al-Furqon edisi 12 tahun V). Maka jelas yang dilarang bukanlah dzikir atau membaca Al-Qur’an untuk contoh dalam masalah ini. Akan tetapi, kebid’ahan tersebut terletak pada tata cara, sifat atau perincian pada ibadah tersebut yang tidak ada contohnya dari Rasulullah shollallahu ‘alaihi wa sallam, yaitu dengan melafadzkan dzikir bersama-sama dipimpin satu imam atau membaca Al-Qur’an untuk orang mati. Semuanya ini adalah cara baru yang tidak pernah dicontohkan oleh Nabi shollallahu ‘alaihi wa sallam.
Catatan penting dalam masalah ini adalah dalam perkara ibadah (yaitu apa-apa yang kita niatkan untuk mendekatkan diri kita pada Allah Subhanahu wa Ta’ala), kita harus memenuhi dua syarat, yaitu ikhlas hanya bagi Allah Subhanahu wa Ta’ala dan sesuai dengan yang dicontohkan dan diperintahkan Nabi shollallahu ‘alaihi wa sallam.
Demikianlah saudariku, sedikit pengantar untuk memahami tentang kata bid’ah dan bahayanya. Pembahasan tentang bid’ah memiliki lingkup yang sangat luas – yang dengan keterbatasan penulis – tidak dapat dituangkan seluruhnya dalam tulisan kali ini. Untuk memperdalam pembahasan, silakan melihat kembali kitab-kitab yang penulis jadikan rujukan. Semoga Allah Ta’ala mempermudah kita dalam memahami pembahasan ini dan menerimanya dengan lapang dada serta menjadikan kita orang-orang yang berusaha kuat menjauhi perkara baru dalam agama. Aamiin ya mujibas saailin.
___
Maraji’:
- Majalah Al Furqon edisi 12 tahun V/rajab 1427
- Kajian kitab Ushulus Sunnah karya Imam Ahmad oleh Ustadz Aris Munandar
- Ringkasan Al I’tisham – terj -, Syaikh Abdul Qadir As Saqqaf, Media Hidayah, Cet I, thn 2003
***
Penyusun: Ummu Ziyad
Muroja’ah: Ust. Abu Mushlih Ari Wahyudi
Artikel www.muslimah.or.id
1. ima
June 13th, 2007 at 3:56 am
puasa nisyfu sya’ban artinya apaan y?….
Artikelnya seharusnya juga menconthkan macam2 bid’ah yg umum berkembang dalam masyarakat…
Kemudian juga dalil2/alasan yg mendasari kenapa perbuatan tsb dikategorikan bid’ah
Terima kasih
2. FENTY LITIA :
June 20th, 2007 at 11:54 pm
Assalamu’alaikum..
ternyata bid’ah itu banyak bgt ya..??
kalau seandainya kit5a melakukan bi’ah tapi kita sama sekali tidak tau kalau ternyata yang kita kerjakan itu bid’ah, bagaimana???
tolong artikelnya lebih di perdetailkan agar orang yang membacanya mudah mencernanya..
jazakillah
terima kasih dan wassalam
3. Ikhsan
June 28th, 2007 at 9:28 am
Assalamu’alaikum
Demi Allah, macam-macam bid’ah adalah:
1. Ritual Tahlilan pada saat kematian dan berbagai acara-acaranya.
2. Bersalam-salaman setelah shalat.
3. Membaca shadaqallahul’adzim setelah membaca Qur an
4. Mengucapkan sayyidina kepada sahabat, tabiin, nabi, dan rasul.
5. Do’a bersama-sama setelah shalat fardu.
6. Qunut setiap subuh, kecuali memang ada hal-hal yang luar biasa, dan tidak khusus subuh tapi juga pada 5 waktu. Dan qunutnya qunut nazilah, bukan qunut witir.
7. Pengkhususan bacaan surat pada waktu-waktu tertentu, seperti yaasiin-an.
8. tujuh bulanan pada ibu mengandung
9. Dll. Yang mungkin bisa ditambahkan yang lainnya.
Bagi yang menolak, semoga taufik Allah menyentuh hati kita semua. sehingga betul-betul pada jalan yang lurus.
Wassalamu’alaikum
4. Muhidin :
July 19th, 2007 at 4:48 am
Assalamu ‘alaikum Wr. Wb.
Memang persoalan tentang bid’ah dari dulu menjadi persoalan yang seolah-olah menjadi pemisah antara golongan yang satu dengan lainnya, padahal masih satu keyakinan, yaitu Islam. Sekarang mah yang paling penting kita introspeksi dan terus mempelajari Islam secara benar, jangan hanya karena masalah khilafiyah kita saling menyalahkan dan menganggap diri ini paling benar. Persatuan umat Islam yang kita butuhkan sekarang, bukan perbedaannya. Masing-masing kelompok/organisasi/golongan punya keyakinan yang ujung-ujungnya bersandar juga kepada Al-Qur’an dan As-sunnah. Semoga dapat diterima.
Wassalamu ‘alaikum Wr. Wb.
5. Firdaus Herliansyah :
July 22nd, 2007 at 3:16 am
Assalamu’alaykum..
Dari daftar2 perbuatan bid’ah diatas, alhamdulillah rata-rata udah diketahui..
Namun bagaimana dgn bersalaman sesudah shalat..? soalnya kebanyakan dilakukan bukan karena niat IBADAH atau ingin menyaingi syari’at..coba aja tanya… Kebanyakan karena kebiasaan dlm masyarakat indonesia yg emang suka salaman di setiap kesempatan.. Kalo ada dalil yg mengharamkan tolong diberikan…saya maw tau juga neh..kalo fatwa ‘ulama juga harus disertai dalil syar’i kan..?
6. rifki
July 28th, 2007 at 8:56 am
Assalmu’alaikum Wr. Wb.
Apakah tidak lebih baik jika keterangan yang ada merujuk pada kitab-kitab Ulama-ulama yang terdahulu, semacam Imam NAwawi Al-BAntani, Imam NAwawi, Imam Bukhari, Imam Jalaludin dan yang lainnya.
Saya kira masalah ini telah ada sejak zaman dulu dan hal ini pun telah dibahas juga..
kita sebagai umat yang masih sedikit pemahaman tentang agama janganlah terlalu tergesa-gesa menghakimi bahwa ini it bid’ah.Mungkin saja kita yang belum tahu dalilnya.
Saya ambil contoh tentang qunut dalam sholat subuh,,apakah memang benar itu taidak ada dalilnya?
apakah tidak sebaiknya di cek dulu ke ulama yang memakainya.Saya kira banyak Pondok Pesantren yang memakai qunut dalam sholatnya.
Dalam menimba ilmu saya kira kita lebih baik jika memakai kitab-kitab terdahulu, yang telah diakui kevalidannya, walaupun tidak menutup kemungkinan bahwa ada jkesalahan tetapi hal itu dapat diminimalisasikan.KArena setahu saya ketika menulis kitab para ulama ini membaca Al-Fatihah untuk setiap kalimat.
Semoga ini bisa jadi bahan pertimbangan.
Maaf jika ada kata yang salah atau menyinggung.
terima kasih.
Wasssalamu’alaikum Wr. Wb.
7. ummu hamzah
August 2nd, 2007 at 12:52 am
Wa’alaikumussalam wa rohmatullahi wa baarokaaatuhu,
Perkataan anda, ukh/akh rifki, “KArena setahu saya ketika menulis kitab para ulama ini membaca Al-Fatihah untuk setiap kalimat”, kami juga meminta didatangkan keterangan dari kutub ulama terdahulu. kalau anda cukup jeli dalam membaca artikel di atas, penulis (ummu hafidz yg sekarang sudah menjadi ‘ummu ziyad’ :)) telah mencantumkan sumber pengambilan penulisannya. di antaranya dari kajian kitab Ushulussunnah karya Imam Ahmad. ditambah dari ringkasan Al I’tishom dimana kitab tersebut (bukan ringkasannya) dikarang oleh Imam Asy Syathibi, rahimahumullah. kedua kitab tersebut dikarang oleh imam yang mu’tabar dan diakui oleh seluruh umat muslim di dunia dari dulu hingga sekarang. saudara bisa merujuk dalam kitab aslinya maupun terjmahannya yang kami kira sudah banyak dijual di toko-toko muslim. benar, baik dalam menghukumi maupun beramal, setiap orang harus tahu dalilnya. apakah bisa menjadi dalil : banyak orang, pondok, kyai, ustadz, yang melakukan amalan tersebut ??? tidak, saudaraku. dalil adalah dari Al Qur’an dan As Sunnah dengan pemahaman salaful ummah. bear pula, bahwa seluruh golongan mengaku bersandar kepada Al Qur’an dan As Sunnah. Namun, menurut pemahaman siapa ? pemahaman yang berbeda-beda inilah yang menjadi faktor terjadinya perpecahan umat. Suatu hal yang sudah diperingatkan oleh nabi akan bahayanya.
silakan saudara merujuk pada kitab-kitab ulama terdahulu. niscaya anda akan dapati, mereka semua selalu bermusuhan dengan bid’ah dan pelakunya.
Allahul Muwaffiq.
8. ibnu rahman
September 1st, 2007 at 2:27 am
Assalammu’alaikum warohmatullohi wabarokatuh…
Menanggapi pendapat anda yaa,..akhi/ukhti Rifki:”Saya ambil contoh tentang qunut dalam sholat subuh,,apakah memang benar itu taidak ada dalilnya?
apakah tidak sebaiknya di cek dulu ke ulama yang memakainya.Saya kira banyak Pondok Pesantren yang memakai qunut dalam sholatnya.”
Mohon maaf jika sebelumnya kita harus tahu/mengerti dulu apa artinya QUNUT tersebut.
Kata “Qunut”: Secara bahasa memiliki banyak makna (Lihat Muqaddimah Fathul Baari hal.176), di antaranya adalah:
1. Berdiri lama, berdasarkan hadits Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam:
“Seutama-utama shalat yaitu yang lama berdirinya” [HSR. Ahmad (III/302, 391), Muslim (no. 756), at-Tirmidzi (no. 387), dari Shahabat Jabir, Ibnu Majah (no. 1421) dan al-Baihaqi (III/8)]
2. Diam (Dalilnya adalah hadits Zaid bin Arqam: Dari Zaid bin Arqam, dia berkata: “Ada seseorang di antara kami berbicara dengan orang di sampingnya ketika shalat, maka turunlah (firman Allah Ta’ala): Berdirilah untuk Allah (dalam shalatmu) dengan khusyu’. [Al-Baqarah: 238] Beliau memerintahkan kami untuk diam dan dilarang untuk berbicara.” Diriwayatkan oleh Imam al-Bukhari no. 4534, Muslim no.539, at-Tirmidzi 405 & 2986, Abu Dawud no.949, an-Nasaa-i III/18.]
3.Selalu ta’at, berdasarkan firman Allah Subhanahu wa Ta’ala:
“Apakah kamu hai orang musyrik yang lebih beruntung) ataukah orang yang beribadah di waktu-waktu malam dengan sujud dan berdiri, sedang ia takut kepada (azab) akhirat dan mengharapkan rahmat Rabb-nya?…” [Az-Zumar: 9]
Dan firman Allah Subhanahu wa Ta’ala:
“Dan (ingatlah) Maryam binti ‘Imran yang memelihara kehormatannya, maka Kami tiupkan ke dalam rahimnya sebagian dari ruh (ciptaan) Kami, dan dia membenarkan kalimat Rabb-nya dan Kitab-kitab-Nya, dan dia adalah termasuk orang-orang yang ta’at.” [At-Tahrim: 12]
4.Tunduk, menghinakan diri kepada Allah.
“Dan kepunyaan-Nya lah siapa saja yang ada di langit dan di bumi. Semuanya hanya kepada-Nya tunduk.” [Ar- Rum: 26]
5. Do’a, sebagaimana yang dikenal saat ini, yaitu do’a qunut.
6. Khusyu’.
7. Tasbih (Semua makna ini telah dikenal dalam bahasa Arab, sebagaimana tertera dalam kitab-kitab kamus Bahasa Arab, seperti Lisanul ‘Arab XI/313-314, Mu’jamul Wasith hal.761 dan yang lainnya)
HADIST-HADITS YANG BERKAITAN DENGAN QUNUT
Jika kita telah mengetahui arti kata QUNUT, barulah kita mencari dalil yang berkaitan dengan masalah Qunut tersebut, diantaranya:
HADITS PERTAMA
Dari Anas bin Malik, ia berkata:
“Senantiasa Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam berqunut pada shalat Shubuh sehingga beliau berpisah dari dunia (wafat).”
Syarah Hadist:
Hadits ini telah diriwayatkan oleh: Imam Ahmad (Dalam kitab al-Musnad (III/162).), ‘Abdurrazzaq (Dalam kitab al-Mushannaf (III/110)), Ibnu Abi Syaibah (Dalam kitab al-Mushannaf (II/312) secara ringkas), ath-Thahawi (Dalam kitab Syarah Ma’anil Atsar (I/244)), ad-Daruquthni (Dalam kitab as-Sunan (II/39)), al-Hakim, dalam kitab al-Arba’iin, al-Baihaqi (Dalam kitab Sunanul Kubra (II/201)), al-Baghawi (Dalam kitab Syarhus Sunnah (III/124)), Ibnul Jauzi (Dalam kitab al-‘Ilalul Mutanahiyah (I/441) no.753, dengan lafazh se-bagai berikut: “Sesungguhnya Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam qunut pada shalat Shubuh sampai beliau wafat.”).
Semuanya telah meriwayatkan hadits ini dari jalan Abu Ja’far ar-Razi (yang telah menerima hadits ini) dari Rubaiyyi’ bin Anas, ia berkata: ‘Aku pernah duduk di sisi Anas bin Malik, lalu ada (seseorang) yang bertanya: ‘Apakah sesungguhnya Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam, pernah qunut selama sebulan?’ Kemudian Anas bin Malik menjawab: “…(Seperti lafazh hadits di atas).”
Keterangan:
Walaupun sebagian ulama ada yang mengHASANkan hadits di atas,akan tetapi yang benar adalah bahwa hadits ini derajatnya Dha’if (lemah), hadits ini telah dilemahkan oleh ulama para Ahli Hadits:
Imam Ibnu Turkamani yang memberikan ta’liq (ko-mentar) atas Sunan Baihaqi membantah pernyataan al-Baihaqi yang mengatakan hadits itu shahih. Ia berkata: “Bagaimana mungkin sanadnya shahih? Sedang perawi yang meriwayatkan dari Rubaiyyi’, yaitu ABU JA’FAR ‘ISA BIN MAHAN AR-RAZI masih dalam pembicaraan (para Ahli Hadits):
1. Imam Ahmad bin Hanbal dan Imam an-Nasa-i ber-kata: ‘Ia bukan orang yang kuat riwayatnya.’
2. Imam Abu Zur’ah berkata: ‘Ia banyak salah.’
3. Imam al-Fallas berkata: ‘Ia buruk hafalannya.’
4. Imam Ibnu Hibban menyatakan: “Ia sering membawakan hadits-hadits munkar dari orang-orang yang masyhur.” [Lihat Sunan al-Baihaqi (I/202) dan periksa Mizaanul I’tidal III/319, Lihat juga kitab Tarikh Baghdad XI/146, Tahdzibut Tahdzib XII/57.
5. Imam Ibnu Qayyim al-Jauziyyah berkata: “Abu Ja’far ini telah dilemahkan oleh Imam Ahmad dan imam-imam yang lain…
6. Al-Hafizh Ibnu Katsir ad-Damsyqiy asy-Syafi’i dalam kitab tafsirnya juga menyatakan bahwa riwayat Abu Ja’far ar-Razi itu mungkar.
7. Al-Hafizh az-Zaila’i dalam kitabnya Nashbur Raayah (II/132) sesudah membawakan hadits Anas di atas, ia berkata: “Hadits ini telah dilemahkan oleh Ibnul Jauzi di dalam kitabnya at-Tahqiq dan al-‘Ilalul Muta-nahiyah, ia berkata: Hadits ini tidak sah, karena sesungguhnya Abu Ja’far ar-Razi, namanya adalah Isa bin Mahan, dinyatakan oleh Ibnul Madini: ‘Ia sering keliru.'”
8. Imam Muhammad Nashiruddin al-Albany rahimahullah, seorang Ahli Hadits zaman ini berkata: “Hadits Anas MUNKAR.” (Lihat kitab Silsilah Ahaadits adh-Dha’iifah no. 1238)
Kemudian al-Hafizh al-Baihaqi telah membawakan beberapa syawahid (penguat) bagi hadits Anas, sebagai-mana yang dikatakan oleh al-Hafizh al-Baihaqi sendiri dalam kitab Sunanul Kubra dan Imam an-Nawawi dalam kitab Majmu’ Syarah Muhadzdzab.
HADITS KEDUA
“Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah qunut, begitu juga Abu bakar, Umar, Utsman sampai meninggal dunia.”
Hadits ini telah diriwayatkan oleh: ad-Daruquthni (Dalam kitab as-Sunan: II/166-167 no. XIV/1679 cet. Darul Ma’rifah), dan al-Baihaqi (Dalam kitab Sunanul Kubra: II/201), kemudian ia berkata: “Kami tidak dapat berhujjah dengan Isma’il al-Makki dan ‘Amr bin Ubaid.”
Keduanya telah meriwayatkan hadits yang kedua ini dari jalan Isma’il bin Muslim al-Makki dan Ibnu Ubaid (yang keduanya telah terima hadits ini ) dari al-Hasan al-Bashri (yang telah terima hadits ini) dari Anas bin Malik.
PENJELASAN PARA AHLIS HADITS TENTANG PARA PERAWI HADITS KEDUA DIATAS
1. Isma’il bin Muslim al-Makki, ia adalah seorang yang lemah haditsnya, berikut ini keterangan para ulama jarh wat ta’dil tentangnya:
a. Abu Zur’ah berkata: “Ia adalah seorang perawi yang lemah.”
b. Imam Ahmad dan yang lainnya berkata: “Ia adalah seorang munkarul hadits.”
c. Imam an-Nasa-i dan yang lainnya berkata: “Ia seorang perawi yang matruk (seorang perawi yang ditinggalkan atau tidak dipakai, karena tertuduh dusta).”
d. Imam Ibnul Madini berkata: “Tidak boleh ditulis haditsnya …”.
[Periksa Mizanul I’tidal I/248 no. 945, Taqribut Tahdzib I/99 no. 485]
2. Amr bin Ubaid bin Bab (Abu ‘Utsman al-Bashri), adalah seorang Mu’tazilah yang selalu mengajak manusia untuk berbuat bid’ah.
1. Imam Ibnu Ma’in berkata, “Tidak boleh ditulis haditsnya.”
2. Imam an-Nasa-i berkata: “Ia matrukul hadits.”
[Periksa Miaznul I’tidal III/273 no. 6404, Taqribut Tahdzib I/740 no. 5087]
3. Hasan bin Abil Hasan Yasar al-Bashri, namanya yang sudah masyhur adalah Hasan al-Bashri.
1. Al-Hafizh adz-Dzahabi dan al-Hafizh Ibnu Hajar berkata: “Ia adalah seorang Tabi’in dan seorang yang mempunyai keutamaan, akan tetapi ia banyak memursalkan hadits dan sering melakukan tadlis. Dan dalam hadits di atas, ia memakai sighat ‘an.”
[Periksa Mizaanul I’tidal (I/527), Tahdziibut Tahdzib (II/ 231), Taqriibut Tahdziib (I/202 no. 1231), cet. Daarul Kutub al-‘Ilmiyyah]
Dari keterangan di atas, dapat kita simpulkan bahwa hadits yang kedua di atas itu derajatnya dha’ifun jiddan (sangat lemah).
Sehingga hadits tersebut tidak dapat dijadikan penguat (syahid) bagi hadits Anas yang pertama di atas. Dan sekaligus tidak dapat juga untuk dijadikan sebagai hujjah.
Seandainya saja sanad hadits itu sah sampai kepada Hasan al-Bashri, itupun belum bisa dipakai hadits tersebut, apalagi telah meriwayatkan darinya dua orang perawi yang matruk!
HADITS KETIGA
“Aku pernah shalat di belakang Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam, beliau qunut di belakang ‘Umar dan di belakang ‘Utsman, mereka semuanya qunut.”
Hadits ini diriwayatkan oleh al-Hafizh al-Baihaqi (Di dalam kitab Sunanul Kubra II/202)
Imam Ibnu Turkamani berkata tentang hadits ini: “Kita harus lihat kepada seorang perawi Khulaid bin Da’laj, apakah ia bisa dipakai sebagai penguat hadits atau tidak?’
Karena Imam Ahmad bin Hambal, Ibnu Ma’in dan Daraquthni melemahkannya. Pernah sekali Ibnu Ma’in berkata: ‘Ia tidak ada apa-apanya (ia tidak bisa dipakai hujjah).’
Imam an-Nasa-i berkata: ‘Ia bukan orang yang bisa dipercaya. Dan di dalam Mizaanul I’tidal (I/663) disebut-kan bahwa Imam ad-Daraquthni memasukkannya dalam kelompok para perawi yang matruk.'”
Ada sesuatu hal yang aneh dalam membawakan ini yaitu mengapa riwayat Khulaid dijadikan penguat pada-hal di situ tidak ada sebutan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam qunut terus-menerus pada shalat Shubuh. Dalam riwayat itu hanya disebut qunut.
Kalau soal Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam qunut banyak haditsnya yang shahih, akan tetapi yang jadi persoalan adalah “Ada tidak hadits yang shahih yang menerangkan beliau terus-menerus qunut Shubuh?” (Lihat di dalam kitab Sunanul Kubra II/201-202)
HADITS KEEMPAT
Hadits lain yang dikatakan sebagai ‘syahid’ (penguat) ialah hadits:
“Senantiasa Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam qunut pada shalat Shubuh hingga beliau wafat.”
Hadits ini telah diriwayatkan oleh Imam al-Khathib al-Baghdadi dalam Kitaab al-Qunut.
Al-Hafizh Abul Faraj Ibnul Jauzi telah mencela al-Khathib (al-Baghdadi), mengapa ia memasukkan hadits ini di dalam kitabnya al-Qunut padahal di dalamnya ada seorang perawi yang bernama Dinar bin ‘Abdillah.
Ibnu Hibban berkata: “Dinar bin ‘Abdillah banyak meriwayatkan Atsar yang maudhu’ (palsu) dengan meng-atasnamakan Anas, maka sudah sewajarnya hadits yang ia riwayatkan tidak halal untuk disebutkan (dimuat) di dalam berbagai kitab, kecuali bila ingin menerangkan cacatnya.”
Ibnu ‘Adiy berkata: “Ia (Dinar) dha’if dzahib (sangat lemah).”
[Periksa: Mizaanul I’tidal (II/30-31).]
Dari sini dapatlah kita ketahui bersama bahwa perkataan Imam an Nawawi bahwa hadits Anas mempunyai penguat dari beberapa jalan yang shahih (?) yang diriwayatkan oleh al Hakim, al Baihaqi dan ad Daraquthni, adalah perkataan yang tidak benar dan sangat keliru sekali, karena semua jalan yang disebutkan oleh Imam an Nawawi ada cacat dan celanya, sebagaimana yang sudah diterangkan di atas. Kelemahan hadits-hadits di atas bukanlah kelemahan yang ringan yang dengannya hadits Anas bisa terangkat menjadi hasan lighairihi, tidaklah demikian. Akan tetapi kelemahan hadits-hadits di atas adalah kelemahan yang sangat menyangkut masalah ‘adalatur rawi (keadilan seorang perawi).
Jadi, kesimpulannya hadist-hadits di atas sangat lemah dan tidak boleh dipakai sebagai hujjah.
Al-Hafizh Ibnu Hajar al-Asqalany berkata:
“Hadits-hadits Anas terjadi kegoncangan dan perselisihan, maka yang seperti ini tidak boleh dijadikan hujjah.”. (Yakni hadits Abu Ja’far tidak boleh dijadikan hujjah). [Lihat Talkhisul Habir ma’asy Syarhil Muhadzdzab (III/418).]
Bila dilihat dari segi matan-nya (isi hadits), maka matan hadits (kedua dan keempat) bertentangan dengan matan hadits-hadits Anas yang lain dan bertentangan pula dengan hadits-hadits shahih yang menerangkan bahwa Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam qunut pada waktu ada nazilah (musibah).
HADITS KELIMA
Riwayat dari Anas yang membantah adanya qunut Shubuh terus-menerus:
“Ashim bin Sulaiman berkata kepada Anas, “Sesungguh-nya orang-orang menyangka bahwa Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam senantiasa qunut dalam shalat Shubuh.” Jawab Anas bin Malik: “Mereka dusta! Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam qunut satu bulan mendo’akan kecelakaan atas satu qabilah dari qabilah-qabilah bangsa ‘Arab.” [Hadits ini telah diriwayatkan oleh al-Khathib al-Bagh-dadi sebagaimana yang dikatakan oleh al-‘Allamah Ibnul Qayyim dalam kitab Zaadul Ma’aad (I/278)]
Derajat Hadits
Derajat hadits ini tidak sampai kepada shahih, karena dalam sanadnya ada Qais bin Rabi’, ia dilemahkan oleh Ibnu Ma’in dan ulama lainnya mengatakan ia tsiqah. Qais ini lebih tsiqah dari Abu Ja’far semestinya orang lebih condong memakai riwayat Qais ketimbang riwayat Abu Ja’far, dan lagi pula riwayat Qais ada penguatnya dari hadits-hadits yang sah dari Anas sendiri dan dari para Shahabat yang lainnya.
HADITS KEENAM
“Dari Anas bahwasanya Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak pernah qunut melainkan apabila Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam mendo’a-kan kecelakaan bagi kaum (kafir). “
[Hadits ini telah diriwayatkan oleh Imam Ibnu Khuzaimah dalam kitab Shahih-nya no. 620]
HADITS KETUJUH
Dari Abi Malik al-Asyja’i, ia berkata kepada ayahnya: “Wahai ayahku, sesungguhnya engkau pernah shalat di belakang Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam, di belakang Abu Bakar, ‘Umar, ‘Utsman dan di belakang ‘Ali di daerah Qufah sini kira-kira selama lima tahun, apakah qunut Shubuh terus-menerus?” Ia jawab: “Wahai anakku qunut Shubuh itu bid’ah!!
Hadits shahih riwayat at-Tirmidzi (no. 402), Ahmad (III/472, VI/394), Ibnu Majah (no. 1241), an-Nasa-i (II/204), ath-Thahawi (I/146), ath-Thayalisi (no. 1328) dan Baihaqi (II/213), dan ini adalah lafazh hadits Imam Ibnu Majah, dan Imam at-Tirmidzi berkata: “Hadits hasan shahih.” Lihat pula kitab Shahih Sunan an-Nasa-i (I/233 no. 1035) dan Irwaa-ul Ghalil (II/182) keduanya karya Imam al-Albany, Lihat juga di kitab Bulughul Maram no. 289, karya Al-Hafidzh)
Bid’ah yang dimaksud oleh Thariq bin Asyyam al-Asyja’i ini adalah bid’ah menurut syari’at, yaitu: Mengadakan suatu ibadah yang tidak dicontohkan oleh Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam, dengan maksud bertaqarrub kepada Allah. Dan semua bid’ah adalah sesat, sebagaimana sabda Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam:
“Tiap-tiap bid’ah adalah sesat dan tiap-tiap kesesatan tempatnya di Neraka.”
Hadits ini telah diriwayatkan oleh Imam an-Nasa-i dalam kitab Sunan-nya (III/188-189) dan al-Baihaqi dalam kitab al-Asma’ wash Shifat, lihat juga kitab Shahih Sunan an-Nasa-i (I/346), karya Imam al-Albany.
HADITS KEDELAPAN
“Dari Abi Mijlaz, ia berkata: “Aku pernah shalat Shubuh bersama Ibnu ‘Umar, tetapi ia tidak qunut.” Lalu aku ber-tanya kepadanya: ‘Aku tidak lihat engkau qunut Shubuh?’ Ia jawab: ‘Aku tidak dapati seorang Shahabat pun yang melakukan hal itu.'”
Atsar ini telah diriwayatkan oleh Imam al-Baihaqi di dalam kitab Sunanul Kubra (II/213) dengan sanad yang hasan, sebagaimana yang telah dikatakan oleh Syaikh Syuaib al-Arnauth dalam tahqiq beliau atas kitab Zaadul Ma’ad (I/272).
Ibnu ‘Umar seorang Shahabat yang zuhud dan wara’ yang selalu menemani Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam, beliau (Ibnu ‘Umar) mengatakan: “Tidak satu Shahabat yang melakukan qunut Shubuh terus-menerus. Para Shahabat yang sudah jelas mendapat pujian dari Allah tidak melakukan qunut Shubuh,…”
Namun mengapa ummat Islam yang datang sesudah para Shahabat malah berani melakukan ibadah yang tidak dicontohkan oleh Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam?
Seorang Shahabat Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam yang bernama Thariq bin Asyyam bin Mas’ud al-Asyja’i ayahanda Abu Malik Sa’d al-Asyja’i dengan tegas dan tandas mengatakan: “Qunut Shubuh adalah bid’ah!”
PENDAPAT PARA ULAMA TENTANG QUNUT SHUBUH TERUS MENERUS
1. Imam Ibnul Mubarak berpendapat tidak ada qunut di shalat Shubuh.
2. Imam Abu Hanifah berkata: “Qunut Shubuh (terus-menerus itu) dilarang.” [Lihat Subulus Salam (I/378).]
3. Abul Hasan al-Kurajiy asy-Syafi’i (wafat th. 532 H), beliau tidak mengerjakan qunut Shubuh. Dan ketika ditanya: “Mengapa demikian?” Beliau menjawab: “Tidak ada satu pun hadits yang shah tentang masalah qunut Shubuh!!” [Lihat Silsilatul Ahaadits adh-Dha’iifah wal Maudhu’ah (II/388).]
4. Ibnu Qayyim al-Jauziyyah berkata: “Tidak ada sama sekali petunjuk dari Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam mengerjakan qunut Shubuh terus-menerus”.
Jumhur ulama berkata: “Tidaklah qunut Shubuh ini dikerjakan Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam, bahkan tidak ada satupun dalil yang sah yang menerangkan bahwa Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam mengerjakan demikian.” [Lihat Zaadul Ma’aad (I/271 & 283), tahqiq: Syu’aib al-Arnauth dan ‘Abdul Qadir al-Arnauth]
5. Syaikh Sayyid Sabiq berkata: “Qunut Shubuh tidak disyari’atkan kecuali bila ada nazilah (musibah) itu pun dilakukan di lima waktu shalat, dan bukan hanya di waktu shalat Shubuh. Imam Abu Hanifah, Ahmad bin Hanbal, Ibnul Mubarak, Sufyan ats-Tsauri dan Ishaq, mereka semua tidak melakukan qunut Shubuh.” [Lihat Fiqhus Sunnah (I/167-168)]
KESIMPULAN:
1. Hadits-hadits yang menetapkan bahwa Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam qunut Shubuh terus-menerus sampai meninggal dunia semuanya dha’if (lemah) dan tidak dapat dijadikan hujjah.
2. Kita WAJIB mengikuti Sunnah Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Karena sebaik-baik petunjuk adalah petunjuk Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam, karena beliau telah bersabda.
“Artinya : Dan sebaik-baik petunjuk adalah petunjuk Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam.”
3. Hukum qunut Shubuh terus-menerus adalah BID’AH.
4. Bacaan do’a qunut yang berbunyi : “Allahumma ihdinii fiiman hadayt …”
Adalah bacaan untuk do’a QUNUT WITIR dan bukan bacaan do’a qunut Nazilah, sebagaimana yang telah diamalkan oleh kebanyakan kaum Muslimin pada saat ini dan di negeri ini khususnya.
Wallaahu a’lam bish Shawab.
Untuk lebih jelasnya, silahkan antum (akhi/ukhti Rifki) membaca kitab Ar-Rasaail Jilid-1, Penulis Yazid bin Abdul Qadir Jawas, Penerbit Pustaka Abdullah. Mohon maaf jika ada kata-kata saya yang kurang berkenan di hati, semua itu karena kejahilan (kebodohan) yang ada pada diri saya.
Semoga Allah Azza wa Jalla memberikan hidayah kepada kita semua untuk selalu mau mempelajari Islam dengan pemahaman para Salafushsholih yang berpegang teguh pada Sunnah Rasululloh Sholallohu ‘alaihi wassalam.
Wassalammu’alaikum warohmatullohi wabarokatuh
[Disalin dari kitab Ar-Rasaail Jilid-1, Penulis Yazid bin Abdul Qadir Jawas, Penerbit Pustaka Abdullah,
Cetakan Pertama Ramadhan 1425H/Oktober 2004M]
9. anton
December 15th, 2007 at 12:44 pm
mas/mba, kalo mau dibilang bid’ah shalat tarawih juga bid’ah. karena ga ada riwayatnya nabi mengerjakan tarawih, tarawih itu baru ada pada zaman sayidina Umar bin Khatab Ra. selain itu juga kalo mau exteme makan nasi juga bid’ah, karena ga ada dalil yang menyebtkan bahwa makanan pokok nabi adalah nasi. jangan sembarangan deh bilang-bilang bid’ah. untuk doa Qunut toh imam syafi’i dan juga imam ghazali juga melaksanakan qunut, apakah anda sudah merasa lebih hebat dari beliau sehingga anda mencap bahwa Qunut itu bid’ah. para sunan juga toh mengajarkan doa qunut. apakah anda sudah merasa lebih suci daripada mereka yang notabenenya adalah waliyullah. ga usah sok hebat deh kalo ilmu masih cetek.
10. muslimah.or.id
December 16th, 2007 at 11:16 pm
Kepada Pak Anton:
Shalat tarawih bukanlah ibadah bid’ah yang ‘dibikin’ oleh Umar bin Khattab radhiallahu ‘anhu. Ibadah tarawih sudah dilakukan pada masa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, dan kemudian Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menghentikan sholat tarawih berjama’ah karena khawatir hal tersebut memberatkan ummatnya.
Kemudian, pada masa khalifah Abu Bakar radhiallahu ‘anhu ibadah tersebut tidak dilaksanakan. Dan barulah pada masa khalifah Umar bin Khattab ibadah tersebut dilaksanakan kembali. Dan insya Allah akan kami bahas tentang hal ini dalam 1 artikel khusus.
Pak Anton jangan mengeneralisir makna bid’ah. Tolong baca kembali artikel di atas. Setiap kali ada istilah bid’ah ketika membahas masalah agama, maka makna BID’AH adalah: Suatu cara baru dalam agama yang menandingi syari’at dimana tujuan dibuatnya adalah untuk membuat nilai lebih dalam beribadah kepada Allah. Simak kembali pengertian di atas! makna bid’ah adalah dalam terminologi agama… jadi tidak ada hubungannya dengan “makan nasi” dll seperti sangkaan Pak Anto. Mohon untuk membaca artikel di atas sebelum memberi komentar.
Mengenai Qunut (dan ini belum dibahas secara panjang lebar di artikel ini) tidak bisa dimutlaqkan itu bid’ah, dan itu butuh penjelasan yang panjang lebar. Semoga bermanfaat…
11. surya
February 7th, 2008 at 8:34 am
buat Ikhsan…
yaqin kLu semua yg akang sebutin tu bid’ah? kaya na yakin bgt sampe pke kata “demi Allah” sgLa, tLong jLasin yak?! saya jg msih bingung soal na..
sukran ^_^
12. surya
February 7th, 2008 at 8:40 am
o iya, buat muslimah.or.id, sya mw nambahin pertanyaan na mas Anton…
Mmmm, bukankah kLu makan itu jg ibadah?
eh ada lagi, jaman Rasul khan ga ada Al-Qur’an yg d bukukan…tp skrg banak mushaf yg d bukukan, tLong pnjLasan na yak?!
sukran ^_^
13. muslimah.or.id
February 9th, 2008 at 8:25 am
Mas Surya, insya Allah mengenai hal tersebut akan dijelaskan pada artikel berikutnya, sebagai lanjutan artikel ini. Mudah-mudahan Allah memudahkan.
Dari sekian banyak komentar-komentar tentang bid’ah, ana jadinya bingung tentang apa-apa saja yang termasuk bid’ah sesungguhnya. Afwan, ana masih terlalu awan untuk memahami semuanya. Tapi, ana mau menjalani semua syari’at islam dengan sempurna (walau nggak akan sempurna sepenuhnya)tentunya disandarkan pada al-Qur’an & al-Hadist shahih.
betulkah ungkapan di sebagian kecil kalangan (yang ana tahu),” untuk urusan agama, jangan lakukan apa yang tidak diperintahkan namun dalam urusan dunia, jangan lakukan apa yang dilarang”.
…”dalam urusan agama, lakukan yang hanya diperintahkan, namun dalam urusan dunia, lakukan apa saja asal tidak dilarang”.?
ada yang mau jawab? admin? penulis? abahat (?)? ummahat?
trus…
gimana tuh kita bedakan antara urusan agama dan dunia?
kriteria masing-masing?
pembeda keduanya?
benang merah keduanya?
contoh kasus?
misal?
menurut saya bersalam-salaman setolah shalat bukanlah bid’ah, karena tidak termasuk kedalam perkara ritual. Hal tersebut lebih berkaitan pada kepribadian masyarakat kita.
Assalaamu’alaykum…
8-) menarik utk ikut ber-mudzakaroh..
@Ibnu Rahman & yang lainnya ;
Ikhtilaf ‘Ulama di dalam masalah Qunut Shubuh ini sudah lama dan kita pun sudah tahu tentang perbedaan ini, lalu untuk apa lagi di perdebatkan ?!? APakah masalah yang lama ini kita hidupkan kembali sehingga timbul lagi perpecahan yang mana dahulu terjadi khususnya antara Ormas NU & Muhammadiyah ?????
Sebagai jawaban ‘Ulama lain akan hal ini baiknya ana kutipkan jawaban ustadz ahmat sarwat lc, pengasuh eramuslim.com dan juga asaatidz pengasuh syariahonline.com ;
————————————————————-
Syariah Qunut Subuh Mana yang Benar?
Assalamualaikum wr wb
Ustadz rohimakumulloh yang saya hormati, alhamdulillah ana sangat menyukai rubrik yang ustadz asuh karena telah dapat menambah wawasan saya terhadap Islam, di mana salah satu yang saya dapat adalah mengenai tidak diperbolehkannya taqlid buta ataupun fanatik terhadap mazhab.
Berkaitan dengan hal tersebut, saya masih memiliki ganjalan terhadap pelaksanaan qunut di sholat subuh, di mana jamaah lingkungan ana melaksanakannya, namun ana tidak melakukannya, ana hanya mengangkat tangan. Hal ini dilakukan karena berpendapat mereka belum dapat menerima hal itu (tidak qunut) dan akan menghambat dakwah ana di lingkungan. Perlu ustadz ketahui ana tidak melakukan qunut lebih dikarenakan adanya keraguan dalam diri ana.
Untuk itu penjelasan dari Ustadz, ana harap sehingga dapat meyakinkan ibadah yang ana laksanakan (Insya Alloh)
Atas perhatiannya diucapkan terima kasih
Wassalamualaikum wr. wb.
Nandang Ginanjar
n_ginanjar
Jawaban
Assalamu ‘alaikum warahmatullahi wabarakatuh,
Qunut di dalam shalat shubuh memang merupakan bagian dari masalah yang diperselisihkan oleh para ulama. Sebagian ulama tidak menerima dalil tentang qunut shalat shubuh, namun sebagian lainnya tetap memandang bahwa hadits tentang qunut shalat shubuh itu ada dan kuat.
Di dalam kitab Subulus Salam Bab Tata Cara Shalat disebutkan beberapa hadits yang terkait dengan dasar landasan syar’i qunut pada shalat shubuh. Hadits-hadits itu antara lain:
?? ??? ?? ????? ??? ???? ??? ?????? ???? ??? ????? ?? ????? ?? ???? – ???? ????
Dari Anas bin Malik ra. berkata bahwa Nabi SAW melakukan qunut selama sebulan untuk mendoakan kebinasaan arab, kemudian beliau meninggalkannya. (HR Muttaqfaq ‘alaihi)
?????? ?????????? ???? ?? ??? ??? ? ????: ???? ?? ????? ??? ??? ???? ??? ???? ??????
Dan dari riwayat Imam Ahmad dan Ad-Daruquthuny sepeti itu juga dari bentuk yang berbeda dengan tambahan: Sedangkan pada shalat shubuh, maka beliau tetap melakukan qunut hingga beliau meninggal dunia.
Juga ada hadits lainnya lewat Abu Hurairah ra.
Dari Abi Hurairah ra. berkata bahwa Rasulullah SAW bila bangun dari ruku’-nya pada shalat shubuh di rakaat kedua, beliau mengangkat kedua tanggannya dan berdoa:Allahummahdini fii man hadait…dan seterusnya.” (HR Al-Hakim dan dishahihkan)
Juga ada hadits lainnya:
Dari Ibnu Abbas ra. berkata bahwa Rasulullah SAW mengajari kami doa untuk dibaca dalam qunut pada shalat shubuh. (HR Al-Baihaqi)
Dengan adanya beberapa hadits ini, maka para ulama salaf seperti Asy-Syafi’i, Al-Qasim, Zaid bin Ali dan lainnya mengatakan bahwa melakukan doa qunut pada shalat shubuh adalah sunnah.
Namun sebagian ulama lainnya mengatakan bahwa tidak ada kesunnahan dalam qunut shalat shubuh. Hal ini mereka katakan lantaran hadits-hadits di atas ditolak kekuatannya. Misalnya hadits riwayat Abu Hurairah itu, mereka katakan dhaif lantaran di dalamnya ada perawi yang bernama Abdullah bin Said Al-Maqbari. Dia dianggap oleh banyak muhaddits sebagai orang yang tidak bisa dijadikan hujjah. Hadits Ibnu Abbas pun juga didahifkan oleh sebagian ulama.
Di samping itu juga ada hadits-hadits lainnya yang secara tegas mengatakan bahwa qunut shubuh itu bid’ah.
Dari Saad bin Thariq Al-Ashja’i ra. berkata, “Aku bertanya kepada ayahku,”Wahai Ayah, Anda dulu pernah shalat di belakang Rasulullah SAW, Abu Bakar, Umar, Utsman dan Ali. Apakah mereka qunut pada shalat shubuh?” Ayahku menjawab,”Wahai anakku., itu adalah bid’ah.” (HR. Tirimizy, Nasai, Ibnu Majah dan Ahmad)
Dari Anas ra. berkata bahwa Nabi SAW tidak berqunut kecuali jika beliau mendoakan kebaikan atas suatu kaum atau mendoakan keburukan. (HR Ibnu Khuzaemah).
Qunut Shubuh: Khilaf Sepanjang Zaman
Dan masih banyak lagi dalil-dalil syar’i yang saling berbeda, di mana masing-masing ulama saling mempertahankan pandangannya. Dan keadaan ini tidak akan berakhir dengan kekalahan atau kemenangan salah satu pihak. Tetapi tetap akan terus terjadi saling mempertahankan pendapat.
Karena itu sebaiknya buat anda, tidak perlu ikut terjebak dalam masalah perbedaan pendapat ini, hingga harus menambah pe-er baru di tengah masyarakat. Kalau anda tinggal di sebuah komunitas yang menjalankan qunut shubuh, sebaiknya anda menghormati mereka. Janganlah tampakkan perbedaan anda dengan mereka secara konfrontatif. Sebab boleh jadi mereka malah memandang bahwa yang tidak pakai qunut itu adalah lawan mereka.
Sebagai seorang da’i, tentu posisi seperti sangat tidak produktif. Apalagi masalahnya pun sekedar perbedaan pandangan kalangan ahli hadits dan ahli fiqih. Sementara anda dan masyarakat tempat anda tinggal itu, tidak satu pun yang punya kualifikasi sebagai ahli hadits atau pun ahli fiqih. Jadi buat apa saling berdebat yang bukan wilayah keahliannya.
Namun anda tetap boleh memilih salah satunya, terutama bila anda lebih merasa yakin dengan pendapat salah satunya itu. Asalkan sebelumnya anda perlu menimbang dulu mana yang lebih baik buat dakwah anda itu.
Dan para ulama sendiri tidak pernah melarang seseorang untuk berpindah mazhab. Juga tidak pernah mewajibkan seseorang untuk selalu berpegang pada satu pedapat saja.
Di masa mereka, para ulama yang berbeda tentang hukum qunut itu bisa shalat berjamaah dengan rukun, tanpa harus saling menjelekkan apalagi saling mencaci ata mengatakan tukang bid’ah.
Semoga Allah SWT meluaskan ilmu kita dan semakin memberikan kecerdasan syariah kepada umat ini. Amien.
Wallahu a’lam bishshawab, wassalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh,
Ahmad Sarwat, Lc.
————————————
Berlanjut, Insya Alloh…
Sumber Syariahonline.com ;
Pertanyaan:
1. Apa hukumnya kunut pada shalat subuh?
Aal Lukmanul Hakim
2. Assalamu’alaikum.
Langsung saja ustad, bagaimana status hukum Qunut Subuh menurut masing masing madzhab yang empat.
Demikian atas jawabannya disampaikan terima kasih.
Wassalam.
Imam M
Jawaban ;
Assalamu alaikum wr.wb.
Semoga Allah mencurahkan rahmat dan petunjuk-Nya kepada kita semua.
Saudara Luqman, qunut dalam shalat subuh memang dipersilisihkan oleh para ulama;
1. Kalangan Hanafi, Hambali, dan al-Tsauri berpendapat bahwa qunut pada shalat subuh tidak disyariatkan. Bahkan Ab? Hanifah berkata, ?Qunut di saat subuh adalah bid?ah?. Sementara kaum Hambali berpendapat makruh. Dalil yang mereka pakai adalah riwayat yang menerangkan bahwa beliau berqunut pada salat subuh selama satu bulan lalu meninggalkannya (al-Bukhari). Ini menunjukkan bahwa kebiasaan qunut saat subuh telah dimansukh atau dihapuskan.
2. Pendapat terkenal dari kalangan Maliki bahwa qunut dalam shalat subuh dianjurkan dan sebagai keutamaan. Landasannya, Nabi saw. selalu berqunut dalam shalat subuh. Bahkan Anas berkata, ?Rasulullah saw. senantiasa berqunut saat subuh hingga meninggal dunia.? (Ahmad dan al-Bayhaqi. Namun ia dianggap dhaif oleh Ibn al-Jawzi dalam Nashb al-R?yah).
Imam Malik mengatakan bahwa qunut itu merupakan ibadah sunnah pada shalat subuh dan lebih afdhal dilakukan sebelum ruku’. Meskipun bila dilakukan sesudahnya tetap dibolehkan.
Menurut beliau, melakukan qunut secara zhahir dibenci untuk dilakukan kecuali hanya pada shalat subuh saja. Dan qunut itu dilakukan dengan sirr, yaitu tidak mengeraskan suara bacaan. Sehingga baik imam maupun makmum melakukannya masing-masing atau sendiri-sendiri. Dibolehkan untuk mengangkat tangan saat melakukan qunut.
3. Kalangan Syafii berpendapat qunut dalam shalat subuh adalah sunnah muakkad.
Imam As-Syafi’i ra mengatakan bahwa qunut itu disunnahkan pada shalat subuh dan dilakukan sesudah ruku’ pada rakaat kedua. Imam hendaknya berqunut dengan lafaz jama’ dengan menjaharkan (mengeraskan) suaranya dengan diamini oleh makmum hingga lafaz (wa qini syarra maa qadhaita). Setelah itu dibaca secara sirr (tidak dikeraskan) mulai lafaz (Fa innaka taqdhi …), dengan alasan bahwa lafaz itu bukan doa tapi pujian (tsana`). Disunnahkan pula untuk mengangkat kedua tangan namun tidak disunnahkan untuk mengusap wajah sesudahnya.
Menurut mazhab ini, bila qunut pada shalat shubuh tidak dilaksanakan, maka hendaknya melakukan sujud sahwi, termasuk bila menjadi makmum dan imamnya bermazhab Al-Hanafiyah yang meyakini tidak ada kesunnahan qunut pada shalat subuh. Maka secara sendiri, makmum melakukan sujud sahwi.
Dalil yang beliau kemukakan adalah :
Dari Anas bin Malik ra. bahwa dia ditanya, “Apakah Rasulullah SAW qunut pada shalat shubuh ?” Beliau menjawab, “Ya. Sebelum ruku’ atau sesudahnya ?” HR jamaah kecuali At-Tirmizy
“Rasulullah SAW tetap melakukan doa qunut pada shalat shubuh hingga akhir hayatnya.” HR. Ahmad, Al-Bazzar, Al-Baihaqi, Al-Hakim.
Ketika mengomentari hadis riwayat Anas, Sayyid Sabiq menegaskan bahwa pada sanad hadis tersebut terdapat Abu Ja?far ar-Razi yang dianggap tidak kuat dan hadisnya tidak bisa dijadikan hujjah. Sebab, tidak masuk akal bahwa Rasulullah saw. berqunut sepanjang hidup beliau dalam shalat subuh, lalu ditinggalkan oleh para penerusnya. Bahkan, Anas sendiri berdasarkan sebuah riwayat tidak berqunut. Namun, demikian, semua pendapat tersebut merupakan ikhtilaf yang bersifat Sunnah, bisa dilakukan atau ditinggal.
Wallahu a?lam bish-shawab.
Wassalamu alaikum wr.wb.
Lanjut Insya Alloh….
Tambahan Jawaban Habib Munzir al-Musawa ;
Mengenai Qunut, memang terdapat Ikhtilaf pada 4 madzhab, masing masing mempunyai pendapat, sebagaimana Imam Syafii mengkhususkannya pada setelah ruku pada rakaat kedua di shalat subuh.., dan Imam Malik mengkhususkannya pada sebelum ruku pada Rakaat kedua di shalat subuh (Ibanatul Ahkam fii Syarhi Bulughulmaram Bab I).
Mungkin itu saja, copas jawaban dari para asaatidz & habib munzir al-Musawa dalam masalah ini. Saya yakin pun ini merupakan Jawaban yang Bijak tentang Qunut. yaitu kita harus melihat pendapat2 ulama2 yang sudah di akui sebagai Mujtahid sepanjang zaman..
tetep jaga persatuan dan Silaturahim Insya Alloh…
Wassalaamu’alaykum..
Assalaamu’alaykum…
Bid’ah…! 8-) wah seru lagi nih… hal inilah yang menjadi titik perselisihan yang menajam saat ini. Jika muslimah.or.id mengizinkan saya akan post lagi materi khususus Bid’ah. Hal yang perlu kita sama2 sepakati adalah, bahwa dalam setiap permasalahan kita akan menghadapi beberapa pendapat ‘Ulama yang berlainan. Yang sangat penting di sini adalah harus ada SIFAT untuk sama2 tabayun dengan sumber2 yang ada dan tidak Taqlid tentunya. Berikut akan saya Copykan tentang Bid’ah ini yang ana ambil sumbernya dari Habib Munzir al-Musawa (Tulisana Beliau cukup panjang, jadi saya copykan intinya sahaja) Insya Alloh…
————————————–
IV. Pendapat para Imam dan Muhadditsin mengenai Bid?ah
1. Al Hafidh Al Muhaddits Al Imam Muhammad bin Idris Assyafii rahimahullah (Imam Syafii)
Berkata Imam Syafii bahwa bid?ah terbagi dua, yaitu bid?ah mahmudah (terpuji) dan bid?ah madzmumah (tercela), maka yg sejalan dengan sunnah maka ia terpuji, dan yg tidak selaras dengan sunnah adalah tercela, beliau berdalil dengan ucapan Umar bin Khattab ra mengenai shalat tarawih : ?inilah sebaik baik bid?ah?. (Tafsir Imam Qurtubiy juz 2 hal 86-87)
2. Al Imam Al Hafidh Muhammad bin Ahmad Al Qurtubiy rahimahullah
?Menanggapi ucapan ini (ucapan Imam Syafii), maka kukatakan (Imam Qurtubi berkata) bahwa makna hadits Nabi saw yg berbunyi : ?seburuk-buruk permasalahan adalah hal yg baru, dan semua Bid?ah adalah dhalalah? (wa syarrul umuuri muhdatsaatuha wa kullu bid?atin dhalaalah), yg dimaksud adalah hal-hal yg tidak sejalan dengan Alqur?an dan Sunnah Rasul saw, atau perbuatan Sahabat radhiyallahu ?anhum, sungguh telah diperjelas mengenai hal ini oleh hadits lainnya : ?Barangsiapa membuat buat hal baru yg baik dalam islam, maka baginya pahalanya dan pahala orang yg mengikutinya dan tak berkurang sedikitpun dari pahalanya, dan barangsiapa membuat buat hal baru yg buruk dalam islam, maka baginya dosanya dan dosa orang yg mengikutinya? (Shahih Muslim hadits no.1017) dan hadits ini merupakan inti penjelasan mengenai bid?ah yg baik dan bid?ah yg sesat?. (Tafsir Imam Qurtubiy juz 2 hal 87)
3. Al Muhaddits Al Hafidh Al Imam Abu Zakariya Yahya bin Syaraf Annawawiy rahimahullah (Imam Nawawi)
?Penjelasan mengenai hadits : ?Barangsiapa membuat-buat hal baru yg baik dalam islam, maka baginya pahalanya dan pahala orang yg mengikutinya dan tak berkurang sedikitpun dari pahalanya, dan barangsiapa membuat buat hal baru yg dosanya?, hadits ini merupakan anjuran untuk membuat kebiasaan kebiasaan yg baik, dan ancaman untuk membuat kebiasaan yg buruk, dan pada hadits ini terdapat pengecualian dari sabda beliau saw : ?semua yg baru adalah Bid?ah, dan semua yg Bid?ah adalah sesat?, sungguh yg dimaksudkan adalah hal baru yg buruk dan Bid?ah yg tercela?. (Syarh Annawawi ?ala Shahih Muslim juz 7 hal 104-105)
Dan berkata pula Imam Nawawi bahwa Ulama membagi bid?ah menjadi 5, yaitu Bid?ah yg wajib, Bid?ah yg mandub, bid?ah yg mubah, bid?ah yg makruh dan bid?ah yg haram. Bid?ah yg wajib contohnya adalah mencantumkan dalil-dalil pada ucapan ucapan yg menentang kemungkaran, contoh bid?ah yg mandub (mendapat pahala bila dilakukan dan tak mendapat dosa bila ditinggalkan) adalah membuat buku buku ilmu syariah, membangun majelis taklim dan pesantren, dan Bid;ah yg Mubah adalah bermacam-macam dari jenis makanan, dan Bid?ah makruh dan haram sudah jelas diketahui, demikianlah makna pengecualian dan kekhususan dari makna yg umum, sebagaimana ucapan Umar ra atas jamaah tarawih bahwa inilah sebaik2 bid?ah?. (Syarh Imam Nawawi ala shahih Muslim Juz 6 hal 154-155)
4. Al Hafidh AL Muhaddits Al Imam Jalaluddin Abdurrahman Assuyuthiy rahimahullah
Mengenai hadits ?Bid?ah Dhalalah? ini bermakna ?Aammun makhsush?, (sesuatu yg umum yg ada pengecualiannya), seperti firman Allah : ?? yg Menghancurkan segala sesuatu? (QS Al Ahqaf 25) dan kenyataannya tidak segalanya hancur, (*atau pula ayat : ?Sungguh telah kupastikan ketentuanku untuk memenuhi jahannam dengan jin dan manusia keseluruhannya? QS Assajdah-13), dan pada kenyataannya bukan semua manusia masuk neraka, tapi ayat itu bukan bermakna keseluruhan tapi bermakna seluruh musyrikin dan orang dhalim.pen) atau hadits : ?aku dan hari kiamat bagaikan kedua jari ini? (dan kenyataannya kiamat masih ribuan tahun setelah wafatnya Rasul saw) (Syarh Assuyuthiy Juz 3 hal 189).
Khusus hadits; ?Barangsiapa membuat buat hal baru yg baik dalam islam, maka baginya pahalanya dan pahala orang yg mengikutinya dan tak berkurang sedikitpun dari pahalanya, dan barangsiapa membuat buat hal baru yg buruk dalam islam, maka baginya dosanya dan dosa orang yg mengikutinya? (Shahih Muslim hadits no.1017)
Kata Sanna ini luas maknanya, dan sebagaimana saya telah mengutip penjelasan dari para Muhadditsin bahwa yg dimaksud adalah hal yg berupa perbuatan yg baru dalam islam, (baru namun tak bertentangan dg syariah) karena kejadian perbuatan shadaqah yg terjadi dalam hadits itu adalah hal baru, memang shadaqahnya adalah hal yg sudah masyru?, namun perbuatan sahabat itu adalah hal yg baru demi mengajak sahabat lainnya mau bersedekah.
Dan bila yg dimaksud adalah sunnah Nabi saw yg telah ada, maka mustahil ada sunnah yg buruk sebagaimana hadits tersebut, barangsiapa yg membuat hal baru dalam islam berupa hal buruk?
Demikian pula dalam penjilidan Al Qur?an sebagaimana artikel yg saya tulis :
Siapakah yg pertama memulai Bid?ah hasanah setelah wafatnya Rasul saw?. Ketika terjadi pembunuhan besar besaran atas para sahabat (Ahlul yamaamah) yg mereka itu para Huffadh (yg hafal) Alqur?an dan Ahli Alqur?an di zaman Khalifah Abubakar Asshiddiq ra,
berkata Abubakar Ashiddiq ra kepada Zeyd bin Tsabit ra : ?Sungguh Umar (ra) telah datang kepadaku dan melaporkan pembunuhan atas ahlulyamaamah dan ditakutkan pembunuhan akan terus terjadi pada para Ahlulqur?an, lalu ia menyarankan agar Aku (Abubakar Asshiddiq ra) mengumpulkan dan menulis Alqur?an, aku berkata : Bagaimana aku berbuat suatu hal yg tidak diperbuat oleh Rasulullah..??,
maka Umar berkata padaku bahwa Demi Allah ini adalah demi kebaikan dan merupakan kebaikan, dan ia terus meyakinkanku sampai Allah menjernihkan dadaku dan aku setuju dan kini aku sependapat dg Umar, dan engkau (zeyd) adalah pemuda, cerdas, dan kami tak menuduhmu (kau tak pernah berbuat jahat), kau telah mencatat wahyu, dan sekarang ikutilah dan kumpulkanlah Alqur?an dan tulislah Alqur?an..!?
berkata Zeyd : ?Demi Allah sungguh bagiku diperintah memindahkan sebuah gunung daripada gunung gunung tidak seberat perintahmu padaku untuk mengumpulkan Alqur?an, bagaimana kalian berdua berbuat sesuatu yg tak diperbuat oleh Rasulullah saw???, maka Abubakar ra mengatakannya bahwa hal itu adalah kebaikan, hingga iapun meyakinkanku sampai Allah menjernihkan dadaku dan aku setuju dan kini aku sependapat dg mereka berdua dan aku mulai mengumpulkan Alqur?an?. (Shahih Bukhari hadits no.4402 dan 6768).
Nah saudaraku, bila kita perhatikan konteks diatas Abubakar shiddiq ra mengakui dengan ucapannya : ?Bagaimana aku berbuat sesuatu yg tak diperbuat oleh Rasulullah?? (BID?AH)?, lalu beliau berkata : ?sampai Allah menjernihkan dadaku dan aku setuju dan kini aku sependapat dg Umar?,
Hatinya jernih menerima hal yg baru (bid?ah hasanah) yaitu mengumpulkan Alqur?an, karena sebelumnya alqur?an belum dikumpulkan menjadi satu buku, tapi terpisah pisah di hafalan sahabat, ada yg tertulis di kulit onta, di tembok, dihafal dll, ini adalah Bid?ah hasanah, justru mereka berdualah yg memulainya.
Kita perhatikan hadits yg dijadikan dalil menafikan (menghilangkan) Bid?ah hasanah mengenai semua bid?ah adalah kesesatan, diriwayatkan bahwa Rasul saw selepas melakukan shalat subuh beliau saw menghadap kami dan menyampaikan ceramah yg membuat hati berguncang, dan membuat airmata mengalir.., maka kami berkata : ?Wahai Rasulullah.. seakan akan ini adalah wasiat untuk perpisahan?, maka beri wasiatlah kami..?
Maka rasul saw bersabda : ?Kuwasiatkan kalian untuk bertakwa kepada Allah, mendengarkan dan taatlah walaupun kalian dipimpin oleh seorang Budak afrika, sungguh diantara kalian yg berumur panjang akan melihat sangat banyak ikhtilaf perbedaan pendapat, maka berpegang teguhlah pada sunnahku dan sunnah khulafa?urrasyidin yg mereka itu pembawa petunjuk, gigitlah kuat kuat dg geraham kalian (suatu kiasan untuk kesungguhan), dan hati hatilah dengan hal hal yg baru, sungguh semua yg Bid;ah itu adalah kesesatan?. (Mustadrak Alasshahihain hadits no.329).
Jelaslah bahwa Rasul saw menjelaskan pada kita untuk mengikuti sunnah beliau dan sunnah khulafa?urrasyidin, dan sunnah beliau saw telah memperbolehkan hal yg baru selama itu baik dan tak melanggar syariah, dan sunnah khulafa?urrasyidin adalah anda lihat sendiri bagaimana Abubakar shiddiq ra dan Umar bin Khattab ra menyetujui bahkan menganjurkan, bahkan memerintahkan hal yg baru, yg tidak dilakukan oleh Rasul saw yaitu pembukuan Alqur?an, lalu pula selesai penulisannya dimasa Khalifah Utsman bin Affan ra, dg persetujuan dan kehadiran Ali bin Abi Thalib kw.
Demikian pula hal yg dibuat-buat tanpa perintah Rasul saw adalah dua kali adzan di Shalat Jumat, tidak pernah dilakukan dimasa Rasul saw, tidak dimasa Khalifah Abubakar shiddiq ra, tidak pula dimasa Umar bin khattab ra dan baru dilakukan dimasa Utsman bn Affan ra, dan diteruskan hingga kini (Shahih Bulkhari hadits no.873).
Siapakah yg salah dan tertuduh?, siapakah yg lebih mengerti larangan Bid?ah?, adakah pendapat mengatakan bahwa keempat Khulafa?urrasyidin ini tak faham makna Bid?ah?
————————————–
Demikian semoga kita semua bisa jernih melihat hal ini. Khusus akhi Ikhsan, apa yang antum terangkan sebagai Bid’ah Dholalah ;
1. Ritual Tahlilan pada saat kematian dan berbagai acara-acaranya.
2. Bersalam-salaman setelah shalat.
3. Membaca shadaqallahul?adzim setelah membaca Qur an
4. Mengucapkan sayyidina kepada sahabat, tabiin, nabi, dan rasul.
5. Do?a bersama-sama setelah shalat fardu.
6. Qunut setiap subuh, kecuali memang ada hal-hal yang luar biasa, dan tidak khusus subuh tapi juga pada 5 waktu. Dan qunutnya qunut nazilah, bukan qunut witir.
7. Pengkhususan bacaan surat pada waktu-waktu tertentu, seperti yaasiin-an.
8. tujuh bulanan pada ibu mengandung
9. Dll. Yang mungkin bisa ditambahkan yang lainnya.
Tidak bisa semerta-merta antum sebutkan begitu sahaja. Masing2 mesti pembahasan komperehensip mengenai hal2 tsb. tentu saja butuh pembahasn Khusus. Hal2 yang sifatnya masih Ikhtilaf Ijtihadiyah ini kita mesti hati2 karena imbasnya bisa saling berdebat bahkan bisa saling menghujat & memutuskan Silaturahim.
Walloohu A’lam wa Musta’an.
Wassalaamu’alaykum…
Ma’af, bagi yang memberi komentar, akan tetapi belum ditampilkan komentarnya, kami tangguhkan dulu komentar tersebut dengan tujuan agar tidak terjadi diskusi panjang dengan materi yang menurut kami ” sangat berat” untuk dipahami saudara-saudari kita yang baru belajar agama. Mohon dimaklumi. Insya Allah jika rangkaian tulisan tentang “Sunnah dan Bid’ah” telah rampung, baru dilakukan diskusi.
Contoh bid’ah sesat salah satunya anda katakan, “yasinan setiap hari kamis (malam jum?at)”.
Alasannya adalah menandingi syariat.
Syariat yg manakah yg ditandingi. Sedangkan pembacaan yasin adalah hal yg baik (ada hadits ttg ini), dan syariat waktu pembacaannya tidak diatur. Artinya kita dapat membacanya kapan saja, termasuk setiap malam jumat. Lalu sesatnya di mana?
Apakah ini artinya orang yang membaca yasiin di malam jumat, justru dijebloskan ke neraka?
Assalamu’alaikum wrwb.
Ada beberapa hal yang tidak pas dalam artikel anda. Seperti, “Menandingi Syariat” .. seperti itukah maksudnya? Contohnya justru amalan2 yang sunnah.
Lebih lengkapnya artikel anda saya tanggapi di sini,
http://orgawam.wordpress.com/2008/04/23/kritik-mengenal-kata-bid%e2%80%99ah/
Mohon maaf kl tak berkenan.
Wa’alaikumussalam warohmatullah wabarokatuh
Kepada Saudara orgawam, semoga Allah memberkahi dan memberikan hidayatuttaufiq-Nya kepada Saudara… :)
Dan nasehat kami kepada diri kami pribadi dan khususnya kepada Saudara adalah kami sitirkan kembali perkataan imam Bukhari, yaitu Al ‘Ilmu Qobla Al Qoul wal ‘Amal, berilmulah terlebih dahulu sebelum berkata dan berbuat/beramal. Setiap disiplin ilmu memiliki kaidah-kaidahnya tersendiri, begitupun dengan ilmu agama, dan tidaklah seorang itu dapat menyelami suatu ilmu kecuali dia sudah memiliki pemahaman yang mumpuni tentang ilmu tersebut. Dan dalam memahami ilmu agama tidaklah bisa sekedar hanya menggunakan akal/logika, akan tetapi haruslah sesuai dengan kaidah ilmu tersebut. Semoga dapat dipahami :)
Terima kasih mbak .. saya mmg masih awam. Masih harus banyak belajar.
Kalau demikian .. di mana letak kesalahan tanggapan saya? Mohon koreksi.
Amien atas doanya. Semoga demikian juga dengan anda.
assalamu’alaykum…
saya mau nanya, nich… di sini di tulis :
“setiap bid?ah adalah sesat (kullu bid’atin dhalaalah…)”
Dari pemahaman bhs Arab, apakah kata KULLU memang selalu artinya SEMUA/SETIAP? tdk boleh ada pengkhususan…? bagaimana dengan ayat :
“wa ja’alnaa minal maa-i KULLA syay-in chayyi”
(QS al-Anbiyaa’ [21]:30)
apakah tafsirannya adalah “SETIAP sesuatu yang hidup diciptakan dari air”? dan tidak boleh ada pengkhususan?
BAGAIMANA DENGAN MALAIKAT & JIN…? mohon pencerahannya…
terima kasih saya haturkan…
wassalamu’alaykum…
Alhamdulillah. Tulisan ini mengingatkan kepada kita semua bahwa bid’ah itu memang harus dihindari bukan dipertahankan. Apalagi dalam keseharian masih saja kita temui penggabungan antara budaya jawa, hindu dengan agama islam. meskipun jelas jelas dalam syariat tidak diajarkan namun mereka tetap saja ngotot untuk melaksanakannya dengan dalih bahwa hal itu sudah menjadi kebiasaan dari jaman dahulu.
assalamu?alaykum, ustadz/ustadzah?
saya mau nanya lagi? sebagian kita shalat TARAWIH 8 rakaat, lalu ada CERAMAH AGAMA?
Menurut Ustadz/Ustadzah, CERAMAH AGAMA SETELAH TARAWIH 8 RAKAAT bid?ah/tidak?? Apakah Rasulullah atau salafush shalih pernah melakukannya?? mohon pencerahannya?
terima kasih saya haturkan?
wassalamu?alaykum?
Mas faisol.
Kapanpun kata KULLU selalu berarti semua/setiap. yang membatasi adalah konteksnya.
kalo bukan diartika semua/setiap. mau diartikan apa lagi?
Mas Saleem yg baik,
terima kasih atas penjelasannya… saya bertanya karena kadang bahasa Indonesia kurang bisa merepresentasikan bahasa Arab dengan tepat sehingga kadang kita kurang tepat mengartikan apalagi menafsirkannya bila hanya melihat terjemahan…
dari penjelasan sampean, SAYA MENJADI JELAS BAHWA KATA KULLU TIDAK BISA DISAMA-RATAKAN UNTUK SEMUA HAL… Jadi, kita harus hati-hati dalam menafsirkannya, walaupun arti dalam bahasa Indonesia TETAP SAMA, YAITU SEMUA/SETIAP PADAHAL TAFSIRNYA BEDA…
terima kasih saya haturkan…
kalau puasa mutih dan kenapa kalau yassinan itu bid’ah padahal kan itu bagus.disamping mendidik kita untuk berbuat amal shalih
kenapa yassinan dan bersalam salaman itu bid’ah.padahal itu bagus untuk menndidik orang yang baru belajar agama
Tolong dibahas bid’ah-bid’ah di tanah jawa. Karena ketika saya kuliah di yogya banyak sekali menjumpai tradisi-tradisi yang tidak sesuai dengan ajaran agama tetapi langgeng karena adat istiadat.
ummi..
masjid di rumah saya sepertinya menganut aliran salafi
karena setiap selesai sholat tidak terdengar wirid maupun doa bersama..
yang saya prihatinkan adalah anak2 sekitar mesjid, mereka tidak pernah tahu bacaan dzikir selesai sholat, tidak pernah tahu apa bacaan doa selesai sholat, karena orang2 dewasa di masjid berdzikir dan berdoa sendiri2 sehingga anak2 ini tidak pernah tahu (karena orangtua mereka tidak pernah mengajarkannya karena sibuk bekerja), jadi selesai salam mereka tidak tuma’ninah berdzikir melainkan pergi meninggalkan masjid
untuk mbak/Ibu Yuni
Bahwa berdoa dan berdzikir secara tidak dikeraskan merupakan perintah dalam al Qur’an, saya lupa surat apa dan ayat berapa. sehingga apabila kita meyakini quran adalah petunjuk maka itulah yang harus kita laksanakan.
Bahwa anak-anak jadi tidak bisa dzikir karena tidak mendengar suara orang berdzikir adalah suatu cara berpikir yang salah dalam mendidik anak-anak dan menuntut ilmu.
Bahwa ilmu agama haruslah menjadi hal terpenting bagi umat Islam dalam mencari ilmu. Sehingga Ilmu agama tidaklah didapatkan hanya dengan asal-asalan mendengar atau mencontoh dari orang lain (yang belum jelas kadar keilmuannya). Ilmu agama harus didapatkan dengan kesungguhan hati di jalur lembaga keilmuan yang jelas dan kebenarannya sudah teruji.
Ibu/mbak Yuni…
Itulah kesalahan kita semua yang hanya mencontoh dan mengikuti bapak-bapak kita terdahulu. Padahal dalam al quran juga sudah jelas bahwa kita dilarang mengikuti dan mncontoh bapak-bapak kita apabila hal tersebut tidak ada dalam petunjuk agama.
assalamu?alaykum warahmatullahi wa barakatu
untuk ukhti yuni,
1. Apakah ditempat ukh yuni ada semacam Taman Pendidikan Al Qur’an atau Remaja Islam Masjid (Risma), mungkin dengan cara ini, ukh yuni dan teman2 bisa mengajarkan ke adek2 di dekat masjid ukh yuni.
2. Jika tidak ada, mungkin ukh yuni bisa mengajak akhwat2 atau ibu2 yang ada di daerah mbak yuni untuk membahas tentang masalah ini, mungkin diadakan kajian sepekan sekali dengan mengundang ustadz atau ustadzah yang nantinya bisa mengajarkan kepada para orang tua (ibu-ibu tersebut).
3. Mbak Yuni bisa, membuat Majalah dinding yang bisa di baca di masjid, atau buletin yang bisa di sebar kepada para jama’ah di masjid. yang isinya tentang keutamaan dzikir dan tata cara dzikr sesuai sunnah. semisal, bacaan dzikir tidak di baca keras2 setelah sholat dan lain-lain. untuk artikelnya, mungkin ukh yuni bisa meminta kepada situs muslimah.or.id ini
mungkin diantara ikhwah sekalian ada tips yang lebih baik dari usul ana ini. sehingga bisa membantu ikhwah yang memiliki masalah yang serupa dengan ukh yuni.
pak Abu terimakasih atas komentarnya
kita doakan saja semoga anak2 tersebut mendapatkan hidayah untuk mau belajar agama islam dengan benar.
begitu juga dengan orang tua mereka.
Mudah-madahan Q-ta bkn termasuk org2 yg mudah mengklaim amaliyah seseorang itu bidah amiiin
assaamu’aikum……..saya riri remaja 12th. say mau tanya berarti gosok gigi pake odol bid’h dong, trus buka situs muslimah.or.id ini bid’ah dong, trus pke komputer bid’ah dng . karena gak di cntohin sma nabi muhammad. truss gimana dong ? riri gk ngerti mhon penjelasannya ya… kakak….!
to Riri
assalamu’alaikum
bid’ah itu mengada-adakan perkara dalam hal BERIBADAH yang menyebabkan seseorang wajib melakukannya padahal tidak dicontohkan oleh Rasulullah SAW.
kalau gosok gigi pake odol, buka situs muslimah.or.id, pke komputer dll sih bukan bid’ah (itu kan bukan ibadah dan tidak ada keharusan untuk melakukannya)
Insya Allah kalau gosok gigi (untuk menjaga kebersihan dan kesehatan), buka situs muslimah.or.id (untuk menambah ilmu agama Islam), pake komputer (buat nulis tugas dll) pasti dapat pahala.
klo mo kenaln ma aq boleh di : (edited: silakan hubungi redaksi untuk kontak yang diberikan ukhti irinne)
salam kenal
assalamu’alaikum wr. wb.
yth ummu ziyad…
islam itu rahmatal lil’aalamiin… alfwu, anda muslamh sejati yg sangat mendambakan perdamaian, jangan membenarkan islam dari cara pandang anda saja…
tunjukan bahwa islam itu rahmatan lil’alaamiin. coba juga peljari sejarah perkembangan islam dari nabi Muhammad hingga sekarang, khususnya masuknya islam diindonesia.
al’afw bila kata2 saya menyinggung
syukron
wassalamu’alaikum wr.wb.
wa’alaikumussalam warahmatullah
Betul sekali. Islam adalah rahmatal lill ‘aalamiin. Saya memang seorang muslimah yang mendambakan perdamaian. Namun, perdamaian jika yang anda maksudkan adalah meninggalkan amar ma’ruf nahi munkar agar orang ‘terlihat’ damai, maka saya tidak mendambakan perdamaian semacam itu. Janganlah kita seperti kaum yahudi yang Allah ceritakan dalam Al-Qur’an, “Kamu kira mereka adalah satu, padahal hati mereka tercerai berai.”
Yang paling penting, apa yang saya tuliskan bukanlah membenarkan Islam dari cara pandang saya saja. Silakan baca kembali artikel di atas, dan lapangkanlah dada ana. Rasululllah shallallahu ‘alaihi wa sallam juga merupakan orang yang paling lembut hatinya dan paling sayang kepada umatnya, namun beliaulah shalllallahu ‘alaihi wa sallam yang menjelaskan kepada umatnya bahwa, “Setiap bid’ah adalah sesat.”
Silakan baca kembali sirah nabawiyah yang shahihah. Semoga Allah memberikan hidayah taufik kepada kita semua.
Ummu Ziyad
trimakasih ya artikel nya dan komentar2 nya memberi pengetahuan saya dalam memahami arti dan dalil2 tentang bid’ah…
Assalamu ?alaikum
kalau dilihat dari beberapa tanggapan, kesalahan pertama (paling mendasar) yang dilakukan para ahlul bid’ah adalah ketika menyingkat kata Assalamu ?alaikum warahmatullahi wabarakatuh (dengan ass, asslm, ass wr wb, dll), dengan menyingkat ass, adakah dalam bahasa arab mengandung arti sesuatu?? malah terlihat seperti dalam bahasa asing yg artinya p*****… sangat disayangkan hal2 seperti ini malah diremehkan.
sedikit share kejadian lucu dengan para ustadz kondang yang muncul di televisi seputar bid’ah
– ustadz yg cukup kondang yaitu je***.. menertawakan para Ulama/Ustadz lain yang sering berbicara ttg bid’ah “sedikit2 bid’ah” ucapnya, “lama2 naik pesawat terbang dibilang bid’ah”..
ana langsung tertawa sekaligus miris melihatnya ustadz yg begitu kondang dan sering muncul ditelevisi menggangap naik kendaraan adalah bid’ah…????, bukankah seseorang yang baru belajar ilmu agama juga tau kalau bid’ah adalah hal baru dalam berAgama dan tidak ada kaitannya dengan kegiatan dunia.
– kejadian baru2 ini setelah pecahnya kerusuhan koja.. ketika ustadz dari salah satu front terkenal di indonesia.. menertawakan Ulama/Ustadz yang membid’ah kan mauludan “kita sedang mengalami krisis aqidah karena banyak org yg menggangap bid’ah mauludan” ucapnya.. Astagfirullah.. mereka (front tsb) mengacung2kan pedang/golok/samurai lalu menumpahkan darah/membunuh sesama kaum muslimin yang jelas2 haram untuk diperangi/dibunuh.. malah dibela.. jadi siapa sebenarnya yang mengalami krisis aqidah..??
Semoga Allah Merahmati kita semua dan menunjukkan jalan kebenaran..
Wassalamu ?alaikum warahmatullahi wabarakatuh
kalo anda memang sudah memahami Islam dan sudah mengenal bid’ah … bolehlah anda menjadi muslim yang bebas dari bid’ah sehingga anda satu2nya manusia yg ibadahnya benar…hebat…jika begitu anda adalah termasuk yang menggolongkan para 4 khulaufur Rasyidin sebagai ahlinya ahli bid’ah…hebat…anda sudah terjerumus dalam pertikaian klasik umat Islam di jaman awal Hijriah..dan masih dibawa perdebatan tersebut di era dimana bangsa2 non muslim sudah memiliki perdebatan lain daripada memunculkan kembali isu yg ga penting ini. Perlu anda ketahui….muslim yg menuduh muslim lainnya dengan bid’ah sesungguhnya dia telah melakukan bid’ah…dan perlu diingat..Nabi tidak pernah membid’ah muslim tertentu..dan darimana dalilnya anda berhak menuding si A bid’ah atw tidak…Itaqulloh..mari kita berpikir jernih
tanya, apa saja media dakwah? dan apakah dakwah via internet bisa disebut bid’ah?
@ Imam
Dakwah via internet bukan bid’ah (pengertian menurut istilah).
Assalamualaikum Wr.Wb
perkenankan saya andre seorang muallaf yang baru mempelajari agama islam , saya terus terang agak bingung dengan pendapat bidah dalam beragama,dimana ustad mengatakan bahwa bidah adalah mengadakan sesuatu yang baru dalam hal agama , yang ingin saya tanyakan bagaimana bila saya naik haji ke makkah dengan naik pesawat terbang atau bus untuk menuju mekkah apakah ini bukan bidah karena berdasarkan buku yang saya baca dahulu Rasul pergi ke Haji ke Mekkah dengan mengendari unta.
Mohon kiranya Ustad memberi penjelasan, agar tidak membuat keraguan di hati dalam menjalankan Ibadaah karena Kami Insya Allah akan berangkat menunaikan ibadah haji.Amien
Walaikumsalam Wr.Wb
Wa’alaikumussalam Warahmatullah Wabarakatuh
Segala puji bagi Allah yang telah memberi hidayah kepada hamba-Nya untuk mengikuti jalan yang lurus. Semoga Allah meneguhkan kita diatasnya.
Pergi haji dengan naik pesawat terbang bukan termasuk bid’ah, sepertihalnya menggunakan microfon untuk adzan juga bukan termasuk bid’ah. Untuk mendapatkan keterangan lebih rinci masalah ini, silahkan simak artikel kami tentang Mashalih Mursalah:
https://muslimah.or.id/manhaj/yang-bukan-bidah.html
Semoga Allah meneguhkan kita di atas sunnah dan menjauhkan kita dari bid’ah karena agama ini telah sempurna. Tidak perlu kita membuat hal-hal yang baru/menambah-nambahi.
?Pada hari ini telah Ku-sempurnakan untuk kamu agamamu?? [QS. al-Maaidah: 3]
Tulisan dan komentar2nya sangat membantu sekali :)
terima kasih ,atas informasi nya sangat berguna untuk makala saya
pentingnya memberikan keterangan yang jelas berdasar dalil, karena kalau berdasar nafsu ia hanya cenderung membenarkan dari golongannya. saya sepapakat dengan keterangan antum. dan penjelasan ini perlu untuk di mengerti dan dipahami serta saat ini harus menjadi pedoman hidupnya. karena hidup sekali, bekalnya amalan maqbulan biridhallah.
Sebuah artikel yg bagus…Saya seorang muslim yg tidak menganut golongan apa2 tapi ingin beribadah dg benar sesuai ajaran nabi Muhhamad SAW.Artikel anda sangat membantu saya.Buat admin harap bersabar dalam menanggapi komen2 yg menyangkal artikel anda.Walaupun saya gak pinter agama tapi saya yakin bahwa SEMUA BID’AH ADALAH SESAT !
Salamm..
astagfarullah,yA RABB,begitu banyak bid’ah yg pernah hamba lakukan,krn ketidaktahuan,tp hamba saat ini dan serusnya mau berusaha,wlau knyataan dsekitarku,bahkan dikeluarga besarku menentangku,biarlah ,niatku smua ibadah krn printahMu ya Allah dan krn sunnah RASULULLAH SAW,.mdh2an Allah meneguhkan imanku,aamiin.
Subhanallah, begitu banyak perbedaan hingga jika di ikutin spt tak akan habis habisnya sepanjang masa bahkan tidak sedikit perselisihan sampai berkelahi bahkan berperang sesama saudara islam yg mengakui Allah sbg Tuhan dan Nabi Muhammad SAW sebagai utusan…
begitu mudah sekarang musuh2 islam berperang tanpa musuh harus turun tangan langsung dalam peperangan, karna orang islam sendiri sudah saling menghancurkan sesama islam…
KENAPA KITA TIDAK SALING MEMAAFKAN DAN SALING MENDOAKAN KEPADA ALLAH AGAR KITA SEMUA KAUM MUSLIMIN DAN MUSLIMAT MENDAPAT PETUNJUK KEPADA KEBENARAN YANG HAKIKI….
ISLAM BUKAN HANYA SYARIAT.. JIKA HANYA SYARIAT BELUM ISLAMNYA BELUM KAFFAH..
DALAM ISLAM YANG TERMAKTUB DALAM AL QURAN DAN HADIST ADA TIGA HAL YANG JUGA SAMA PENTINGNYA YAKNI: 1. AQIDAH 2. AKHLAK 3. SYARIAT
Yuk…kita hormati pendapat orang lain, yg pake qunut…,kita hormati, yg tdk pake, jg kita hormati. Al Quran & Hadist sdh menjelaskan ttg ibadah, masing2 kita punya dalil sendiri2, yg Qunut sdh menjelaskan dalil2nya…, yg tdk peke Qunut jg sdh menjelaskan dalil2nya, tinggal kita pilih, penjelasan mana yg kita anut dan kita yakini. Mohon yg pake Qunut jangan lantas tersinggung kpd yg tdk pake Qunut, sbb memang benar itu bid’ah (menurut yg tdk pake Qunut), dmikian jg yg tdk pake Qunut harus menghargai yg pake Qunut, sbb memang benar kayakinannya menurut yg pake Qunut. jadi dgn demikian kita tetap jalan bersama2…..OUWKEY….
jazakallah khair…
apakah menggunakan barang” baru juga di namakan bid’ah?????masih bingung memahami arti bid’ah….
terimakasih
Bid’ah adalah perkara baru dalam agama, membuat cara beribadah beru yang sama sekali tidak ada tuntunannya dalam Al Qur’an maupun As Sunnah. Jadi, jika hal-hal baru tersebut bukan dalam perkara agama (seperti mobil, pesawat, speaker dll) yang dulu belum ada di zaman Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, semua itu tidak disebut sebagai bid’ah. Allahu a’lam
bismillaah…..
tolong beri tahu bi’ah bid’ah dalam bulan ramadhan dan dalam shalat witir…jazaakillaahu khayran……
Assalamualaikum warohmatullohi wabarokatuh,
Mohon maaf saya saat ini masih awam dengan istilah bid’ah ini, tadi dikatakan dzikir bersama atau yasinan malam jumat termasuk kedalam bid’ah, karena tidak ada landasan dari Rasulullah Muhammad SAW,
dengan demikian saya mau bertanya,
Apakah mengumpulkan hadits-hadits Rasulullah SAW juga termasuk bid’ah?
karena hal ini tidak ada perintah sama sekali dari Rasulullah SAW,
Terimakasih
Wassalamualikum wr wb
@ Ismatullah
?????? ?????? ????????????
Mengumpulkan Hadits bukan trmsuk bid’ah bahkan sbalikny perkara yang masyru’ yang Allah perintahkan kepada kita, termasuk amalan shalih yang utama karena menuntut ilmu hadits merupakan ilmu yang paling mulia setelah Al Qur’an. Lalu bagaimana mungkin dikatakan bid’ah? subhanallah.
Ass. Wr. Wb.
Dengan mempertajam perbedaan, tak ubahnya seseorang yang suka menembak burung di dalam sangkar. Padahal terhadap Al-Qur’an sendiri memang terjadi perbedaan pendapat. Oleh sebab itu, apabila setiap perbedaan itu selalu dipertentangkan, yang diuntungkan tentu pihak ketiga. Atau mereka sengaja mengipasi ? Bukankah menjadi semboyan mereka, akan merayakan perbedaan ?
Kalau perbedaan itu memang kesukaan Anda, salurkan saja ke pedalaman kepulauan nusantara. Disana masih banyak burung liar beterbangan. Jangan mereka yang telah memeluk Islam dicekoki khilafiyah furu’iyah. Bahkan kalau mungkin, mereka yang telah beragama tetapi di luar umat Muslimin, diyakinkan bahwa Islam adalah agama yang benar.
Ingat, dari 87 % Islam di Indonesia, 37 % nya Islam KTP, 50 % penganut Islam sungguhan. Dari 50 % itu, 20 % tidak shalat, 20 % kadang-kadang shalat dan hanya 10 % pelaksana shalat. Apabila dari yang hanya 10 % yang shalat itu dihojat Anda dengan perbedaan, sehingga menyebabkan ragu-ragu dalam beragama yang mengakibatkan 9 % meninggalkan shalat, berarti ummat Islam Indonesia hanya tinggal 1 %. Terhadap angka itu Anda ikut berperan, dan harus dipertanggung jawabkan kepada Allah SWT. Astaghfirullah.
Wass. Wr. Wb.
hmjn [email protected]
@hmjnwan Rasulullah dan para sahabat membahas bid’ah dan mewanti-wanti dari bid’ah. Para ulama dari dahulu hingga sekarang, apapun madzhabnya membahas bid’ah dan mewanti-wanti dari bid’ah. Apakah mereka kita katakan mereka ini gemar mempertajam perbedaan atau memecah belah umat.
Bahkan yang pertama kali melarang bid’ah adalah Rasulullah, berarti beliau biang keroknya? demikiankah maksud anda?