2. Faktor kesempurnaan dan keindahan
Semua manusia yang berakal sehat tentu mencintai keindahan dan kesempurnaan. Semakin indah dan sempurna sesuatu dalam penilaian manusia maka sesuatu itu tentu semaikn dicintainya. Misalnya saja: pemandangan yang indah, kendaraan mewah atau barang elektronik yang canggih. Semakin indah dan sempurna benda-benda tersebut maka akan semakin disukai manusia dan berlomba-lomba dicarinya.
Kalau keindahan dan kesempurnaan yang ada pada makhluk saja bisa menjadikan manusia yang mengenalnya mencintainya, padahal bagaimanapun tingginya keindahan dan kesempurnaan yang ada pada makhluk, tetap saja semua itu terbatas, maka bagaimana pula dengan keindahan yang maha sempurna dan kesempurnaan yang tidak terbatas yang ada pada Allah Ta’ala? Dialah yang maha indah dan sempurna pada Zat-Nya, nama-nama-Nya, sifat-sifat-Nya dan perbuatan-perbuatan-Nya. Maka tentu seorang hamba yang mengenal kemahaindahan dan kemahasempurnaan ini akan mencintai-Nya bahkan menjadikan-Nya paling dicintai-Nya lebih dari segala sesuatu yang ada di dunia ini.
Imam Ibnul Qayyim berkata: “Kecintaan itu memiliki dua (sebab) yang membangkitkannya, (yaitu) keindahan dan pengagungan, dan Allah Ta’ala memiliki kesempurnaan yang mutlak pada semua itu, karena Dia Maha Indah dan mencintai keindahan, bahkan semua keindahan adalah milik-Nya, dan semua pengagungan (bersumber) dari-Nya, sehingga tidak ada sesuatupun yang berhak untuk dicintai dari semua segi karena zatnya kecuali Allah Ta’ala”1.
Syaikh ‘Abdur Rahman as-Sa’di berkata: “Maka karunia/kebaikan semua kembali kepada-Nya, karena Dialah yang memudahkan segala sebab untuk menjadikan hamba-hamba-Nya cinta kepada-Nya, Dialah yang mengajak dan menarik hati mereka untuk mencintai-Nya. Dialah yang mengajak hamba-hamba-Nya untuk mencintai-Nya dengan menyebutkan (dalam al-Qur’an) sifat-sifat-Nya yang maha luas, agung dan indah, yang ini semua akan menarik hati-hati yang suci dan jiwa-jiwa yang lurus. Karena sesungguhnya hati dan jiwa yang bersih secara fitrah akan mencintai (sifat-sifat) kesempurnaan.
Dan Allah Ta’ala memiliki (sifat-sifat) kesempurnaan yang lengkap dan tidak terbatas. Masing-masing sifat tersebut memiliki keistimewaan dalam (menyempurnakan) penghambaan diri (seorang hamba) dan menarik hati (hamba-hamba-Nya) untuk (mencintai)-Nya”2.
Sebagai gambaran tentang sempurnanya kemahaindahan Allah Ta’ala yang pasti menjadikan orang yang mengenalnya akan mencintai-Nya dan menjadikan-Nya paling dicintai-Nya lebih dari segala sesuatu yang ada di dunia ini, cobalah kita cermati dan renungkan hadits berikut ini:
Dari Shuhaib bin Sinan Radhiallahu’anhu, Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam bersabda: “Jika penghuni surga telah masuk surga, Allah Ta’ala Berfirman: “Apakah kalian (wahai penghuni surga) menginginkan sesuatu sebagai tambahan (dari kenikmatan surga)? Maka mereka menjawab: Bukankah Engkau telah memutihkan wajah-wajah kami? Bukankah Engkau telah memasukkan kami ke dalam surga dan menyelamatkan kami dari (azab) neraka? Maka (pada waktu itu) Allah Membuka hijab (yang menutupi wajah-Nya Yang Maha Mulia), dan penghuni surga tidak pernah mendapatkan suatu (kenikmatan) yang lebih mereka cintai dari pada melihat (wajah) Allah Ta’ala”. Kemudian Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam membaca firman Allah:
{?????????? ?????????? ?????????? ??????????? ???? ???????? ??????????? ?????? ???? ??????? ????????? ????????? ?????????? ???? ?????? ??????????}
“Bagi orang-orang yang berbuat baik, ada pahala yang terbaik (surga) dan tambahannya (melihat wajah Allah Ta’ala). Dan muka mereka tidak ditutupi debu hitam dan tidak (pula) kehinaan. Mereka itulah penghuni surga, mereka kekal di dalamnya” (QS Yuunus:26)3.
Benarlah ucapan imam Ibnul Qayyim: “Barangsiapa yang mengenal Allah dengan nama-nama, sifat-sifat dan perbuatan-perbuatan-Nya maka dia pasti akan mencintai-Nya”4.
Di tempat lain beliau berkata: “Kalau kesempurnaan itu dicintai (manusia) karena zatnya, maka seharusnya Allah Ta’ala Dialah yang dicintai (manusia) karena (kemahasempurnaan pada) zat dan sifat-sifat-Nya. Hal ini disebabkan karena Allah tidak ada sesuatupun yang lebih sempurna dari pada Dia, semua nama, sifat dan perbuatan-Nya menunjukkan kesempurnaan. Maka Dialah yang dicintai dan dipuji dalam semua perbuatan-Nya dan semua yang diperintahkan-Nya, karena tidak ada kesia-siaan dalam semua perbuatan-Nya dan tidak ada kesalahan dalam segala perintah-Nya. Semua perbuatan-Nya tidak lepas dari hikmah, kemaslahatan, keadilan, karunia dan rahmat (bagi hamba-hamba-Nya), dan masing-masing dari semua hal itu mengharuskan (manusia untuk) memuji, menyanjung dan mencintai-Nya. Semua firman-Nya benar dan adil, semua balasan-Nya karunia dan keadilan. Kalau Dia memberi (kepada hamba-Nya) maka (semua itu) dengan karunia, rahmat dan nikmat-Nya, kalau Dia tidak memberi atau menghukum (hamba-Nya yang berhak mendapat hukuman) maka (semua itu) dengan keadilan dan hikmah-Nya”5.
Sebagai kesimpulan tentang dua sebab besar yang merupakan motivator cinta kepada Allah Ta’ala, adalah sebagaimana ucapan imam Ibnul Qayyim: “Jika terkumpul faktor kebaikan dan (banyaknya) limpahan nikmat dengan faktor kesempurnaan dan keindahan, maka tidak akan berpaling dari mencintai zat yang demikian keadaannya (terkumpul padanya dua faktor tersebut) kecuali hati yang paling buruk, rendah dan hina serta paling jauh dari semua kebaikan, karena sesungguhnya Allah menjadikan fitrah pada hati manusia untuk mencintai pihak yang berbuat kebaikan (padanya) dan sempurna dalam sifat-sifat dan tingkah lakunya”6.
???? ???? ???? ????? ??? ????? ???? ???? ????? ??????? ???? ?????? ?? ????? ??? ?? ????????
Kota Kendari, 12 Jumadal akhir 1434 H
Catatan Kaki
1 Kitab “al-Jawabul kaafi” (hal. 164).
2 Kitab “Fathur Rahiimil Malikil ‘Allaam” (hal. 55).
3 HR Muslim dalam “Shahih Muslim” (no. 181).
4 Kitab “Madaarijus saalikin” (3/17).
5 Kitab “Thariiqul hijratain” (hal. 352).
6 Kitab “Thariiqul hijratain” (hal. 352).
—
Artikel Muslimah.Or.Id
Penulis: Ustadz Abdullah bin Taslim al-Buthoni, Lc. MA.