Pertanyaan ke-14
Apa hukumnya bagi para pemilik toko yang melakukan kegiatan muamalah tetapi tidak sesuai syariat, baik itu melakukan perbuatan ribawi, trik (akal-akalan) yang haram, ataupun penipuan, dan perbuatan lainnya yang tidak sesuai dengan syariat?
Jawaban
Perbuatan riba, penipuan, ataupun amalan haram lainnya yang mereka lakukan, adalah perbuatan haram. Sebagaimana Allah Ta’ala berfirman,
وَلَا تَعَاوَنُوا۟ عَلَى ٱلْإِثْمِ وَٱلْعُدْوَٰنِ
“Dan janganlah kalian saling menolong dalam berbuat dosa dan permusuhan.“ (QS. Al-Maidah: 2)
Allah juga mengatakan,
وَقَدْ نَزَّلَ عَلَيْكُمْ فِى ٱلْكِتَٰبِ أَنْ إِذَا سَمِعْتُمْ ءَايَٰتِ ٱللَّهِ يُكْفَرُ بِهَا وَيُسْتَهْزَأُ بِهَا فَلَا تَقْعُدُوا۟ مَعَهُمْ حَتَّىٰ يَخُوضُوا۟ فِى حَدِيثٍ غَيْرِهِۦٓ ۚ إِنَّكُمْ إِذًا مِّثْلُهُمْ
“Dan sungguh kami telah turunkan (sebuah ketetapan) kepada kalian sebuah kitab yang apabila kalian mendengarkan ayat-ayat Allah itu, diingkari dan dicemooh (oleh orang-orang kafir). Janganlah kalian duduk bersama mereka sampai mereka membicarakan hal lainnya, karena (jika engkau melakukannya), maka engkau adalah bagian dari mereka.“ (QS. An-Nisa: 140)
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam juga pernah bersabda,
من رأى منكم منكرا فلغيره بيده فإن لم يستطيع فبلسانه, فإن لم يستطع فبقلبه
“Barang siapa di antara kalian yang melihat kemungkaran, maka ubahlah dengan tangannya., Jika belum mampu, maka bisa dengan lisannya; dan jika belum mampu juga, maka ingkarilah dengan hatinya.” (HR. Muslim No. 49)
Dan apabila perbuatan mereka belum juga bisa berubah, baik itu dinasihati dengan tangan, lisan, ataupun hatinya, maka ia telah bermaksiat kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Pertanyaan ke-15
Apa hukumnya jika bermuamalah menggunakan syikat (cek) dalam jual beli emas jika sudah jatuh tempo saat jual beli, dikarenakan beberapa pemilik toko emas bermuamalah dengan cek karena takut uangnya dicuri?
Jawaban
Tidak boleh bermuamalah dengan cek dalam jual beli emas atau perak. Hal tersebut dikarenakan, cek bukanlah bentuk kepemilikan, melainkan hanya dokumen transfer saja.
Dalilnya adalah, bahwasanya orang yang menerima cek, apabila ceknya hilang, maka ia berhak meminta lagi kepada orang yang memberikannya. Namun apabila cek ini merupakan bentuk kepemilikan, maka seharusnya ia tidak berhak memintanya lagi kepada orang yang memberikannya jika ceknya tersebut hilang.
Adapun penjelasan dari bentuk kepemilikan adalah, jika seorang laki-laki membeli emas dengan dirham, dan penjual sudah menerima uang dirham, kemudian dirhamnya hilang, penjual tidak bisa kembali kepada pembeli dan memintanya lagi.
Akan tetapi, jika penjual mengambil cek dari pembeli, kemudian penjual pergi ke bank untuk mengambil uang sejumlah yang tertera pada cek, namun ceknya hilang, maka penjual bisa kembali ke pembeli untuk meminta ceknya lagi dengan jumlah yang sama.
Hal ini membuktikan bahwa cek bukanlah kepemilikan. Dan apabila bukan berupa kepemilikan (maksudnya; tidak bisa langsung diterima uangnya), maka jual beli dianggap tidak sah. Karena Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam memerintahkan untuk jual beli emas dengan perak secara tunai.
Di samping itu, ada pengecualian untuk kasus ini, yaitu jika cek tersebut sudah diverifikasi oleh pihak bank, dan penjual menghubungi pihak bank, lalu penjual tersebut mengatakan, “Simpanlah dirham-dirham ini di tempatmu dan jadikanlah uangnya sebagai deposito untukku”, yang seperti ini diperbolehkan. Allahu a’lam.
Pertanyaan ke-16
Apa hukum jual beli emas yang ada padanya sebuah gambar atau hiasan seperti kupu-kupu, kepala ular, ataupun yang semisal dengannya?
Jawaban
Perhiasan emas atau perak yang telah dibuat, apabila ada gambar hewan, maka hukumnya haram untuk diperjualbelikan dan dikenakan. Karena seorang muslim harus menghapus atau menghilangkan gambar-gambar semacam itu. Sebagaimana tertera pada Shahih Muslim,
عن أبي الهياج أن علي بن أبي طالب رضي الله عنه قال له: إلا أبعثك على ما بعثني عليه رسول الله صلى الله عليه وسلم؟ : ألا تدع صورة إلا طمستها, ولا قبرا مشرفا إلا سويته
“Dari Abu al-Hayaj, bahwasanya Ali bin Abi Thalib radhiyallahu ‘anhu pernah berkata kepadanya, “Maukah engkau aku utus untuk (melakukan) suatu perkara yang Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah mengutusku untuk melakukannya? (Yakni) tidaklah engkau meninggalkan gambar, kecuali engkau telah menghapusnya, dan tidaklah pula engkau menemukan kuburan yang ditinggikan, kecuali engkau akan meratakannya.” (HR. Muslim No. 969)
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam juga sudah menetapkan bahwasanya malaikat tidak akan masuk ke dalam rumah yang di dalamnya ada gambar. (Muttafaqun ‘alaih)
Menimbang hal-hal di atas, maka kaum muslimin harus menjauhi jual beli dan penggunaan perhiasan tersebut.
Pertanyaan ke-17
Apa hukumnya memesan emas dengan cara membayar sebagian dari harganya (mencicil), dan menyimpannya untuk sementara waktu di tempat pedagang sampai ia melunasi seluruh pembayaran?
Jawaban
Hal seperti itu tidak diperbolehkan. Karena jika ia memperjualbelikannya, yang dituntut dari jual beli (barang ribawi) adalah memindahkan kepemilikan dari penjual kepada pembeli tanpa menahan uangnya (mencicil). Dan hal ini adalah perkara yang haram, tidak diperbolehkan. Seharusnya, uang diserahkan secara utuh (langsung lunas). Kemudian terserah pembeli, apakah pembeli ingin menyimpannya (menitipkannya) kepada penjual; atau jika ia mau mengambilnya, maka ia bisa mengambilnya kapan saja.
Kalau pembeli ingin menanyakan harganya, tetapi uang pembeli ternyata masih kurang, dan belum melakukan akad jual beli, lalu ia pergi (dari toko), dan kembali lagi dengan membawa uang pelunasannya, kemudian menyempurnakan akad, dan menerima emasnya setelah itu, maka yang seperti ini diperbolehkan. Karena akad dianggap belum sempurna kecuali setelah pembayarannya lunas.
Pertanyaan ke-18
Apa hukum menyerahkan emas sebelum menerima uang pembayaran, jika ini dilakukan terhadap saudara (maksudnya; pembeli adalah saudaranya), dan ia melakukannya karena takut memutuskan hubungan silaturahmi. Serta ia mengetahui bahwa pembeli (dalam hal ini saudaranya) akan melunasinya meskipun pelunasan dilakukan beberapa waktu setelah akad serah terima emas?
Jawaban
Engkau harus mengetahui kaidah umum bahwasanya jual beli emas dengan menggunakan uang dirham, maka tidak boleh ada serah terima kecuali setelah menerima pembayaran secara lunas. Tidak ada bedanya antara keluarga, orang terdekat, ataupun orang yang tidak dikenal. Karena agama Allah tidak berlaku untuk salah satu pihak saja (maksudnya; aturan agama Allah bersifat umum, untuk semua kalangan).
Seandainya kerabatmu marah karena engkau taat kepada Allah ’Azza wa Jalla, maka biarlah ia marah. Karena sesungguhnya ia adalah orang yang melakukan kezaliman dan berdosa, ia menginginkan engkau terjatuh dalam perbuatan maksiat kepada Allah ’Azza wa Jalla. Sebenarnya, engkau telah berbuat kebaikan ketika engkau melarangnya melakukan muamalah (perbuatan) yang haram kepadamu.
Jika ia marah atau memutuskan silaturahmi disebabkan perkara ini, maka ia telah berdosa; adapun engkau, tidak berdosa sama sekali.
Pertanyaan ke-19
Apa hukumnya, jika pedagang mengambil emas milik pembeli sebagai ganti dari emas yang diinginkan pembeli untuk dimusyawarahkan dulu dengan keluarganya, dan emas yang diambil tersebut dijadikan rahn (jaminan) yang akan pedagang emas kembalikan? Serta ia mengetahui bahwa pasti ada perbedaan berat timbangan antara emas yang akan pembeli beli dengan emas yang digunakan sebagai jaminan?
Jawaban
Hal ini tidak mengapa selama penjual belum memperjualbelikan emas tersebut kepada pembeli. Adapun pembeli harus mengatakan kepada penjual, “Emas ini adalah jaminan untukmu, sampai aku pergi dan bermusyawarah dengan keluargaku, lalu aku kembali lagi kepadamu dan kita bisa jual beli dari awal. Setelah kita melakukan akad jual beli, engkau bisa menerima uangnya secara lunas, dan aku mengambil lagi emas yang aku jadikan sebagai jaminan untukmu.”
***
Diterjemahkan: Evi Noor Azizah
Artikel Muslimah.or.id
Catatan kaki:
Diterjemahkan dari Fatawa Adz-Dzahabiyah fi Bai’i wa Syirai Adz-Dzahabi karya Muhammad bin Shalih bin Muhammad al-‘Utsaimin halaman 20-27.
 
			 
 
 
					
 
 
 



