Ilmu penomoran ayat dan manfaatnya
Ilmu penomoran ayat adalah suatu cabang ilmu yang membahas tentang surat-surat di dalam Al-Quran dan juga ayat-ayatnya dilihat dari penjelasan nomor setiap ayat dari semua surat dan juga awal suratnya, dan juga mempelajari perbedaan pendapat di dalamnya dilihat dari berbagai mazhabnya.
Dan di antara faedah terpenting dalam mempelajari ilmu ini adalah untuk meneladani Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam bacaan beliau ketika beliau berhenti di setiap bertemu dengan awal ayat yang baru. Hal ini berdasarkan hadis dari Ummu Salamah radhiyallahu ‘anha, ketika menjelaskan tentang bagaimana bacaan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam,
كان رسول الله صلى الله عليه وسلم يقطع قراءته يقول: الحمد لله رب العالمين, ثم يقف, الرحمن الرحيم, ثم وقف
“Dahulu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam memutus-mutus bacaan beliau, dengan mengatakan, ‘Alhamdulillahi Rabbil ‘alamin’, kemudian berhenti, ‘Ar–Rahmanir Rahim’, kemudian berhenti.” (HR. Abu Daud 4: 65, Al-Hakim 2: 252, dan dikatakan bahwa hadis ini sahih berdasarkan syarat Bukhari dan Muslim, namun mereka berdua tidak meriwayatkannya.)
Wajib membaca al-Fatihah tujuh ayat secara sempurna di dalam salat
Faedah yang lain adalah untuk mengetahui keabsahan salat karena membaca Al-Fatihah merupakan rukun salat di setiap rakaatnya, baik itu salat wajib maupun sunah, salat jahriyyah atau siriyyah. Dan siapapun yang meninggalkannya, meskipun di dalam satu rakaat saja, maka tidak sah salatnya. Inilah pendapat jumhur fuqaha, di antaranya mazhab Malikiyyah, Syafi’iyyah, Hanabilah, dan diriwayatkan juga oleh beberapa sahabat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, di antaranya adalah ‘Umar bin Khattab dan ‘Utsman bin Abi al-’Ash radhiallahu ‘anhuma.
Hal ini ditunjukkan oleh keumuman sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam,
لا صلاة لمن لم يقرأ بفاتحة الكتاب
“Tidak (sah) salat bagi siapa yang tidak membaca pembuka kitab (yakni Al-Fatihah).” (HR. Bukhari dan Muslim)
Jenis-jenis penomoran ayat dalam Al-Quran
Secara umum, ada enam penomoran ayat dalam Al-Quran yang masing-masing dinisbatkan pada daerahnya. Abu ‘Amr ad-Dani mengatakan, “Ketahuilah, -semoga Allah memberikanmu taufik-Nya-, bahwa penomoran yang tersebar di kalangan masyarakat dinukil dan dihitung dari dulu hingga sekarang ada enam: (1) penomoran ahlul madinah awal dan (2) akhir, (3) ahlul makkah, (4) ahlul kuffah, (5) ahlul bashrah, dan (6) ahlus syam.”
Dan ulama mengatakan penomoran ahlul madinah dinisbatkan kepada penomoran yang dinukil oleh al-Imam Nafi’ al-Madani. Ulama-ulama ini bersepakat bahwa jumlah ayat di dalam surat Al-Fatihah ada tujuh, namun mereka berselisih dalam pemenggalan ayatnya.
Pendapat pertama
Ini adalah pendapatnya al-Madani al-Awal, dan al-Madani ats-Tsani, al-Bashri, al-Damasyqi. Mereka membagi ayat di dalam surat Al-Fatihah yang tujuh ayat, sebagaimana berikut:
- اَلْحَمْدُ لِلّٰهِ رَبِّ الْعٰلَمِيْنَ
- الرَّحْمٰنِ الرَّحِيْمِۙ
- مٰلِكِ يَوْمِ الدِّيْنِؕ
- اِيَّاكَ نَعْبُدُ وَاِيَّاكَ نَسْتَعِيْنُؕ
- اِهْدِنَا الصِّرَاطَالْمُسْتَقِيْمَۙ
- صِرَاطَ الَّذِيْنَ أَنْعَمْتَ عَلَيْهِمْ
- غَيْرِالْمَغْضُوْبِ عَلَيْهِمْ وَلَا الضّآلِّيْنَ
Mereka tidak menjadikan bismillah menjadi ayat pertama dan menjadikan غَيْرِ الْمَغْضُوْبِ عَلَيْهِمْ وَلَا الضّآلِّيْنَ menjadi satu ayat.
Pendapat kedua
Yaitu pendapatnya al-Makki, dan al-Kufi. Mereka menghitung ayat di dalam Al-Fatihah menjadi tujuh ayat dengan pembagian sebagai berikut,
- بِسْمِاللهِ الرّحْمٰنِ الرَّحِيْمِ
- اَلْحَمْدُ لِلّٰهِ رَبِّ الْعٰلَمِيْنَ
- الرَّحْمٰنِ الرَّحِيْمِۙ
- مٰلِكِ يَوْمِ الدِّيْنِؕ
- اِيَّاكَ نَعْبُدُ وَاِيَّاكَ نَسْتَعِيْنُؕ
- اِهْدِنَا الصِّرَاطَالْمُسْتَقِيْمَۙ
- صِرَاطَ الَّذِيْنَ أَنْعَمْتَ عَلَيْهِمْ غَيْرِ الْمَغْضُوْبِ عَلَيْهِمْ وَلَا الضّآلِّيْنَ
Berdasarkan penjelasan ini, maka disimpulkan bahwa menurut pendapat jumhur ulama, bismillah bukan merupakan ayat di dalam Al-Fatihah. Ini didukung berdasarkan hadis qudsi, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
قال الله تعالى: قسمت الصلاة بيني وبين عبدي نصفين, ولعبدي ما سأل, فإذا قال العبد “اَلۡحَمۡدُ لِلّٰهِ رَبِّ الۡعٰلَمِيۡنَۙ” قال الله تعالى: حمدني عبدي, وإذا قال “الرَّحۡمٰنِ الرَّحِيۡمِۙ” قال الله تعالى: أثنى علي عبدي. وإذا قال “مٰلِكِ يَوۡمِ الدِّيۡنِؕ” قال: مجدني عبدي. فإذا قال “اِيَّاكَ نَعۡبُدُ وَاِيَّاكَ نَسۡتَعِيۡنُؕ” قال: هذا بيني وبين عبدي, ولعبدي ما سأل, فإذا قال “اِهۡدِنَا الصِّرَاطَ الۡمُسۡتَقِيۡمَۙ, صِرَاطَ الَّذِيۡنَ اَنۡعَمۡتَ عَلَيۡهِمۡ ۙ غَيۡرِ الۡمَغۡضُوۡبِ عَلَيۡهِمۡ وَلَا الضَّآلِّيۡنَ” قال: هذا لعبدي ولعبدي ما سأل
Allah Ta’ala berfirman, “Aku membagi ash–shalah (Al-Fatihah) antara-Ku dan hamba-Ku setengah-setengah. Untuk hamba–Ku apa yang ia pinta. Ketika hamba mengatakan, “Alhamdulillahirrabil ‘alamin” , Allah Ta’ala berfirman, ‘Hamba-Ku memuji-Ku’. Ketika hamba mengatakan, ‘Arrahmanirrahim’, Allah Ta’ala berfirman, ‘Hamba-Ku memuji-Ku’. Ketika hamba mengatakan, ‘Malikiyaumiddin’. Allah mengatakan, ‘Hamba-Ku memuji-Ku’. Ketika hamba mengatakan, ‘Iyyaka na’budu wa iyyaka nasta’in’. Allah berfirman, (ayat ini) antara Aku dan hamba-Ku, dan untuk hamba-Ku apa yang ia pinta. Ketika hamba mengatakan, ‘Ihdinash-shirathal mustaqim, shirathalladzina an’amta ‘alaihim ghairil maghdhubi ‘alaihim wa ladh-dhalin.’ Allah berfirman, ‘Ini untuk hamba-Ku, dan untuk hamba-Ku apa yang ia pinta.” (HR. Muslim no. 904)
Wajibnya membaca bismillah di awal surat Al-Fatihah
Dari penjelasan ini, maka timbul pertanyaan, apakah ‘Bismillahirrahmanirrahim’ wajib dibaca di setiap rakaat salat menimbang perselihan ulama apakah ia termasuk bagian dari Al-Fatihah. Hal ini pun membuahkan perselisihan juga.
Pendapat pertama: Bismillah bukan bagian dari Al-Fatihah, dan juga bukan ayat di dalam Al-Quran
Namun, bismillah ditulis dalam rangka mencari keberkahan. Inilah pendapat Imam Malik dan Abu Hanifah. Hal ini diriwayatkan oleh Ahmad, ats-Tsauri, al-Auza’i, dan ulama lain dari Madinah, Bashrah, dan Syam. Di antara qarinya adalah Ibnu Abi ‘Ali.
Pendapat kedua: Bismillah bagian dari Al-Fatihah
Ini adalah pendapat Imam asy-Syafi’i, dan juga kebanyakan dari imam dari mazhab Syafi’i, diriwayatkan dari Ahmad, dan dinukil dari ‘Atha dan ats-Tsauri. Di antara qura’–nya adalah Abi Syammah, dan qura’ dari Makkah dan Kuffah, banyak dari fuqaha Hijaz. Ini dinukil oleh Al-Baghawi dari beberapa sahabat, seperti Ibnu ‘Abbas dan Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhuma.
Pendapat ketiga: Bismillah adalah ayat tersendiri di dalam Al-Quran sebagai pemisah antar surat
Namun, bismillah bukan termasuk dari Al-Fatihah, dan juga bukan awal dari setiap surat. Ini adalah pendapat al-Murtadha dari Hanifiyyah, dan pendapat ini masyhur dari Imam Ahmad.
Syekhul Islam Ibnu Taimiyyah mengatakan, “Mazhab Abu Hanifah, Ahmad, dan selainnya menyatakan bahwa bismillah adalah bagian dari Al-Quran dalam penulisannya, namun bukan termasuk bagian dari suratnya.” (Majmu’ al–Fatawa, 13: 418)
Sikap kita dalam menghadapi perselisihan ini
Perselisihan ini timbul dari perselisihan penomoran ayat. Maka menurut Syekhul Islam Ibnu Taimiyyah rahimahullah, beliau mengatakan, “Dengan ini, jelas bahwa siapa pun dari kalangan fuqaha yang mengatakan membaca bismillah itu wajib, maka itu berdasarkan qiraat yang mereka pilih. Jika ada yang mengatakan makruh karena dia memilih qiraah yang tidak menjadikan bismillah bagian dari Al-Fatihah, maka ini keliru. Akan tetapi, Al-Quran menunjukkan akan kebolehan dua perkara ini. Barangsiapa yang membaca salah satu qiraat, tidak dikatakan bahwa bismillah itu wajib. Dan siapa yang meninggalkan membaca bismillah, maka tidak dikatakan membaca bismillah itu makruh. Namun, semuanya boleh dilakukan berdasarkan kesepakatan ulama, meskipun salah satu kaum me-rajih-kan salah satunya.” (Majmu’ al-Fatawa ,11: 354)
Baca juga: Mengapa Surah Al-Ikhlas Disebut Sepertiga Al-Quran?
***
Penulis: Triani Pradinaputri
Artikel Muslimah.or.id
Referensi:
Qatsami, Nashir bin Su’ud. 1436 H. Ikhtilaf ‘Addil ayi Fi Suratil Fatihah Taujihuhu wa Atsaruhu. Majallah Ma’had al-Imam asy-Syathibi. Jeddah.