Keistimewaan kata ‘maaf’
Mengapa kita harus minta maaf? Minta maaf adalah langkah awal dalam memperbaiki hubungan yang rusak.
Beverly Engel dalam bukunya, The Power of Apology, mengatakan, permintaan maaf bisa memiliki kekuatan untuk memperbaiki hubungan yang rusak, meredakan luka, dan menyembuhkan hati yang luka. Permohonan maaf dapat pula menunjukkan rasa hormat dan empati kepada orang yang telah disakiti jika disampaikan secara tulus dan penuh penyesalan. Meskipun permintaan maaf tidak dapat membatalkan tindakan masa lalu yang merugikan, namun jika dilakukan dengan tulus, permintaan maaf tersebut dapat membatalkan efek negatif dari tindakan yang telah dilakukan.
Ketika berbuat salah, biasanya akan membuat diri menjauh dari orang lain. Namun, setelah meminta maaf, seseorang akan merasa kembali terlepas sehingga dapat bersikap terbuka dan akrab dengan orang itu. Permintaan maaf tidak hanya dirasakan oleh orang lain yang menerima permintaan maaf tersebut. Namun, jauh lebih besar akan dirasakan oleh orang yang mengucapkannya. Permintaan maaf bisa berdampak positif, baik bagi kesehatan fisik dan mental seseorang.
Penelitian menunjukkan, permintaan maaf bisa mempengaruhi fungsi tubuh seseorang yang dibuktikan dengan tekanan darah yang menurun, detak jantung yang lambat, dan pernapasan yang lebih stabil.
Kegundahan bisa berasal dari kesalahan kita pada orang lain yang belum tuntas
Diriwayatkan dari Wabishah bin Ma’bad radhiyallahu ‘anhu, Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,
يا وابصةُ ! أُخبرُك ما جئتَ تسألُ عنه ؟ قلتُ : يا رسولَ اللهِ ! أَخبِرني. قال : جئتَ تسألُ عن البِرِّ والإثمِ. قلتُ : نعم. فجمع أصابعَه الثَّلاثَ، فجعل ينكُتُ بها في صدري ويقولُ : يا وابصةُ ! استَفْتِ قلبَك، البِرُّ ما اطمأنَّت إليه النفسُ، واطمأنَّ إليه القلبُ، والإثمُ ما حاك في القلبِ، وتردَّد في الصدرِ وإن أفتاك الناسُ وأفتَوْك
“Wahai Wabishah! Maukah Engkau kuberi tahu apa yang ingin Engkau tanyakan?”
Aku berkata, ’Wahai Rasulullah, beri tahu saya!’
Beliau berkata, “Kau datang untuk bertanya tentang kebenaran dan dosa.”
Aku berkata, ‘Ya.’
Lalu beliau menyatukan ketiga jarinya dan mulai menusuk dadaku dengan jari-jarinya dan berkata, “Wahai Wabishah, mintalah fatwa kepada hatimu. Kebaikan itulah yang membuat jiwa menjadi tenang dan hati menjadi tenteram, dan dosalah yang menjadikan hati gelisah dan bimbang dalam dada, sekalipun orang-orang mengeluarkan fatwa kepadamu dan memberimu fatwa.” (Terdapat dalam Shahih at-Targhib oleh Al-Albani no. 1734, derajat hadis hasan lighairihi)
Banyak studi literatur yang menunjukkan pengaruh dosa terhadap kesehatan mental. Bisa jadi kesehatan mental seseorang menurun, diliputi kegundahan dan kegelisahan disebabkan oleh dosa yang timbul karena memiliki kesalahan dengan orang lain. Maka, selesaikanlah masalah tersebut dengan meminta maaf kepadanya dan berikanlah (tunaikanlah) hak-haknya.
Ibnu Taimiyah rahimahullah menjelaskan syarat-syarat tobat, yaitu:
1) Berlepas diri dari maksiat yang dia lakukan.
2) Hati yang menyesal dengan apa yang telah dilakukan. Penyesalan mencakup meyakini perbuatan yang telah dilakukan tersebut adalah buruk; membenci perbuatan tersebut; dan hati terasa sakit ketika mengingat perbuatan tersebut.
3) Bertekad kuat untuk tidak mengulangi perbuatan tersebut di masa yang akan datang.
4) Jika dosa tersebut berkaitan dengan hak orang lain, maka segera ditunaikan jika memungkinkan. Jika tidak memungkinkan, maka mohonkanlah ampunan atasnya. Jika berkaitan dengan dosa ghibah, maka pujilah dia di majelis tempat engkau meng-ghibah.
5) Lakukan tobat tersebut sebelum mati.
6) Lakukanlah tobat tersebut sebelum terbitnya matahari dari barat.
Allahu Ta’ala a’lam.
[Selesai]
***
Penulis: Triani Pradinaputri
Artikel Muslimah.or.id
Referensi:
- Syaja’ah Al-I’tidzar. Islam Web. Diakses pada tanggal 24 April 2025, dapat diakses di: https://www.islamweb.net/ar/article/235591
- Arlinta, Deonisia. 2025. Mengucapkan Maaf, Lakukanlah dari Hati. Artikel Kompas, Kamis 3 April 2025.
- Ibnu Taimiyah, Syekhul Islam Taqiyuddin Ahmad. At-Tuhfatul ‘Iraqiyyah fil A’malil Qolbiyyah. Maktabah Ar-Rusyd. Riyadh, cetakan tahun 2000.
- Kerr, James. M. 2025. Why Sorry Is the Hardest Word. Psychology Today. Diakses pada tanggal 24 April 2025. Dapat diakased di: https://www.psychologytoday.com/us/blog/indispensable-thinking/202503/why-sorry-is-the-hardest-word