Allah ta’ala berfirman:
قُلْ هُوَ اللَّهُ أَحَدٌ
Katakanlah: “Dialah Allah, Yang Maha Esa”
Faidah dari ayat ini:
1. Firman Allah “Qul” di sini maksudnya perintah untuk menyatakan dengan lisan dan juga menyatakan dengan hati, yaitu meyakininya.
2. Diantara nama-nama Allah adalah “Allah” dan “Al Ahad“.
3. Allah itu Maha Esa dalam rububiyah, dalam uluhiyyah dan dalam al asma was shifat.
Allah itu Maha Esa dalam rububiyah artinya Allah satu-satunya Rabb yang menciptakan, menguasai dan mengatur alam semesta beserta isinya
Allah itu Maha Esa dalam uluhiyah artinya Allah satu-satunya ilah (sesembahan) yang berhak dan boleh diibadahi oleh makhluk.
Allah itu Maha Esa dalam al asma was shifat artinya Allah satu-satunya Dzat yang memiliki nama-nama yang husna (mencapai puncak kebagusan) dan sifat-sifat yang ula (mencapai puncak kesempurnaan).
4. Sebab turunnya ayat ini adalah ketika orang musyrikin berkata kepada Nabi Shallallahu’alaihi wa sallam:
انسُبْ لنا ربَّك
“(wahai Muhammad) sebutkan sifat Rabb-mu kepada kami”. Kemudian turunlah ayat ini (HR. Tirmidzi no 3364, dihasankan oleh Al Albani dalam Shahih At Tirmidzi).
5. Surat ini dinamakan surat Al Ikhlas karena memerintahkan kita untuk mengesakan Allah dalam ibadah, itulah hakekat ikhlas. Dan konsekuensinya, tidak boleh kita berbuat syirik kepada Allah dengan mempersembahkan ibadah kepada selain Allah.
***
Allah ta’ala berfirman:
اللَّهُ الصَّمَدُ
“Allah adalah tempat bergantung segala sesuatu”.
Faidah dari ayat ini:
1. Diantara nama Allah adalah ash Shamad.
2. Ibnu Abbas, Mujahid, Al Hasan Al Bashri menafsirkan ash Shamad, artinya:
الذي ليس بأجوف, ولا يأكل ولا يشرب
“Dzat yang tidak memiliki kerongkongan, sehingga Ia tidak butuh makan atau minum“
3. Ikrimah menafsirkan ash Shamad artinya:
الذي لا يخرج منه شيء
“Dzat yang tidak ada satu pun yang keluar dari kuasa-Nya”
4. Ubay bin Ka’ab dan Abul ‘Aliyah menafsirkan ash Shamad artinya:
الذي لم يلد ولم يولد
“Dzat yang tidak melahirkan dan tidak dilahirkan”
5. Qatadah menafsirkan ash Shamad artinya:
الباقي الذي لا يفنَى
“Yang abadi dan tidak pernah sirna”
6. Ibnu Abbas dan adh Dhahhak menafsirkan ash Shamad artinya:
الذي يصمد إليه في الحاجات
“Dzat yang semua kebutuhan bergantung pada-Nya”
7. Kaidah tafsir: ketika suatu ayat ada beberapa penafsiran dari para salaf, yang tidak saling bertentangan, maka semua tafsiran tersebut kita benarkan.
***
Allah ta’ala berfirman:
لَمْ يَلِدْ وَلَمْ يُولَدْ
“Dia tiada beranak dan tidak pula diperanakkan”
Faidah dari ayat ini:
1. Diantara makna ash Shamad di ayat sebelumnya adalah ayat ini, yaitu bahwa Allah tidak beranak dan tidak pula diperanakkan.
2. Al Qur’an saling menafsirkan satu dengan lainnya.
3. Allah ta’ala tidak diciptakan, karena Dia lah satu-satunya Sang Maha Pencipta segala sesuatu.
4. Setan terkadang membisikan kepada benak kita untuk mempertanyakan: “siapa yang menciptakan Allah?”. Maka Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda,
لا يزال الناس يتساءلون حتى يقال هذا خلق اللهُ الخلقَ ، فمن خلق الله ؟ فمن وجد من ذلك شيئا فليقل آمنت بالله
“Orang-orang akan ada saja yang bertanya-tanya, hingga akhirnya akan ada yang mempertanyakan: “Allah yang menciptakan makhluk, lalu siapa yang menciptakan Allah?”. Siapa yang mendapati pikiran ini, maka ucapkanlah: “aamantu billah“ (aku beriman kepada Allah)” (HR. Muslim).
5. Dianjurkan juga untuk ta’awwudz ketika muncul pikiran-pikiran kufur. Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam juga bersabda,
يأتي الشيطانُ أحدَكم فيقول من خلق كذا وكذا ؟ حتى يقول له من خلق ربَّك ؟ فإذا بلغ ذلك فليستعذ بالله ولينته
“Setan akan datang kepada salah seorang dari kalian lalu bertanya, “Siapa yang menciptakan ini dan itu?” Hingga akhirnya dia akan membisikkan pertanyaan: “siapa yang menciptakan Rabb-mu?”. Jika hal itu terjadi, hendaknya ber-ta’awwudz lah dan sudahilah (jangan ikuti pikiran tersebut)” (HR. Muslim).
6. Allah tidak melahirkan anak sebagaimana klaim orang Yahudi dan Nasrani. Mengatakan Allah punya anak itu berarti menyematkan sifat kekurangan pada Allah.
7. Allah ta’ala Maha Sempurna dalam kekayaan-Nya sehingga tidak butuh kepada anak atau pun istri.
***
Allah ta’ala berfirman:
وَلَمْ يَكُنْ لَهُ كُفُوًا أَحَدٌ
“dan tidak ada satupun yang semisal dengan Allah”.
Faidah dari ayat ini:
1. Al kufuwu artinya al matsal, yang semisal. Ini tafsiran Abul Aliyah dan Ibnu Abbas. Sebagian ulama mengatakan, artinya: at taqdim wat ta’khir: yang mendahului dan mengakhiri.
2. Maka Allah ta’ala tidak ada yang semisal dengan-Nya dan tidak ada yang mendahului Allah dan tidak ada yang mengakhiri-Nya setelahnya.
3. Mujahid menafsirkan al kufuwu artinya ash shahibah: partner yang menemani. Maka Allah tidak perlu dan tidak ada partner yang menemani-Nya dalam menguasai, mengelola dan mengatur alam semesta, demikian tidak ada yang membersamai yang berhak untuk diibadahi selain Allah.
4. Allah ta’ala tidak ada yang semisal dengan-Nya dalam nama-nama-Nya, sifat-sifat-Nya dan semua perbuatannya (Tafsir As Sa’di).
5. Surat Al Ikhlas ini berisi tentang akidah al asma was shifat, karena banyak menyebutkan nama-nama Allah dan sifat-sifat-Nya.
Wallahu a’lam.
***
Penulis: Yulian Purnama
Artikel Muslimah.or.id
Surat Al Ikhlas memang salah satu surat yang pendek tetapi luar biasa disisi Allah. Saya juga baru tau tentang mengucapkan “aamantu billah“ (aku beriman kepada Allah)” jika pada suatu waktu mempertanyakan siapa yang menciptakaan Allah. Terimakasih ini sangat bermanfaat.
Sueah all in one nih tentang tauhid
terima kasih telah berbagi ilmu