Kaidah yang berharga yang kami dengar langsung dari Syaikh Abdurrazzaq Al Abbad hafizhahullah:
وجود الآثار لا يدل على صحة العمل
“Adanya hasil dari suatu perbuatan, tidak menunjukkan perbuatan tersebut benar”.
Namun benar-tidaknya suatu perbuatan, dinilai dengan dalil Al Qur’an dan As Sunnah. Jika sesuai dengan Al Qur’an dan As Sunnah, maka perbuatan tersebut benar. Jika bertentangan dengan Al Qur’an dan As Sunnah, maka perbuatan tersebut tidak benar.
Contohnya, ketika seseorang datang ke dukun untuk memenuhi hajat-hajatnya, atau meminta kepada penghuni kubur, pohon keramat, batu keramat, penunggu laut dan gunung, dewa-dewa dan semisalnya, kemudian ternyata hajatnya terkabul. Ini tidak menunjukkan perbuatan-perbuatan tersebut benar dan baik. Bahkan perbuatan-perbuatan di atas tetap merupakan maksiat dan kesyirikan!
Bukti yang paling nyata untuk menjelaskan hal ini adalah fitnah dajjal. Dajjal membawa kenikmatan dan memenuhi hajat-hajat para pengikutnya. Dari Al Mughirah bin Syu’bah radhiallahu’anhu, ia berkata:
ما سَأَلَ أحَدٌ النبيَّ صَلَّى اللهُ عليه وسلَّمَ عن الدَّجَّالِ أكْثَرَ ما سَأَلْتُهُ، وإنَّه قالَ لِي: ما يَضُرُّكَ منه، قُلتُ: لأنَّهُمْ يقولونَ: إنَّ معهُ جَبَلَ خُبْزٍ، ونَهَرَ مَاءٍ، قالَ: هو أهْوَنُ علَى اللَّهِ مِن ذلكَ
“Tidak ada yang bertanya kepada Nabi Shallallahu’alaihi wa sallam tentang dajjal, melebihi aku. Dan Nabi berkata kepadaku: “Apa yang membuat engkau takut kepadanya?”. Aku menjawab, “Karena orang-orang berkata bahwa dia memiliki gunung, roti, dan sungai air”. Beliau bersabda, “Perkara tersebut lebih ringan bagi Allah dari pada kesesatan yang ia bawa” (HR. Bukhari no.7122, Muslim no.2939).
Maksudnya, kekuasaan dajjal terhadap gunung, roti dan air itu sangat ringan bagi Allah. Namun yang perlu dikhawatirkan bukan itu, namun kesesatan yang dibawa oleh dajjal.
Hadits ini menyebutkan bahwa dajjal mempunyai kuasa atas gunung-gunung, ia bisa menyediakan makanan dan air bagi manusia. Ketika para pengikut dajjal mendapatkan ini semua dari dajjal, apakah berarti dajjal itu benar dan baik? Demi Allah, tentu tidak.
Dari An Nawas bin Sam’an Al Anshari radhiallahu’anhu, bahwa Nabi Shallallahu’alaihi wa sallam bersabda:
فَيَأْتِى عَلَى الْقَوْمِ فَيَدْعُوهُمْ فَيُؤْمِنُونَ بِهِ وَيَسْتَجِيبُونَ لَهُ فَيَأْمُرُ السَّمَاءَ فَتُمْطِرُ وَالأَرْضَ فَتُنْبِتُ فَتَرُوحُ عَلَيْهِمْ سَارِحَتُهُمْ أَطْوَلَ مَا كَانَتْ ذُرًا وَأَسْبَغَهُ ضُرُوعًا وَأَمَدَّهُ خَوَاصِرَ
“Dajjal mendatangi suatu kaum dan menyeru mereka, kemudian mereka menerimanya. Dajjal memerintahkan langit agar menurunkan hujan, lalu hujan pun turun. Dajjal memerintahkan bumi agar mengeluarkan tumbuh-tumbuhan, lalu bumi mengeluarkan tumbuh-tumbuhan. Lalu binatang ternak mereka berjalan dengan punuk yang panjang (yaitu gemuk), lambung yang lebar dan kantong susu yang penuh” (HR. Muslim, no.2937).
Perhatikan, para pengikut dajjal mendapatkan apa yang mereka inginkan berupa kenikmatan dan kemakmuran. Lalu apakah berarti menjadi pengikut dajjal itu benar? Tentu tidak benar.
Oleh karena itu, terwujudnya apa yang diinginkan dari suatu perbuatan, tidak menunjukkan bahwa perbuatannya pasti benar.
Justru ketika seseorang melakukan perbuatan yang keliru, kemudian ia mendapatkan hal yang ia inginkan dari perbuatan keliru tersebut, ini adalah ujian berat. Sehingga ia semakin jauh dari kebaikan dan semakin sesat. Wal ‘iyyadzu billah.
Oleh karena itulah, fitnah dajjal merupakan fitnah yang paling mengerikan. Karena kita benar-benar diuji untuk mengikuti hawa nafsu dengan mengikuti berbagai syubhat dari dajjal, ataukah mengikuti al Qur’an dan as Sunnah? Dari Hisyam bin ‘Amir radhiallahu’anhu, Nabi Shallallahu’alaihi wa sallam bersabda:
مَا بَيْنَ خَلْقِ آدَمَ إِلَى قِيَامِ السَّاعَةِ خَلْقٌ أَكْبَرُ مِنَ الدَّجَّالِ
“Sejak penciptaan Adam sampai hari Kiamat tidak ada satu makhluk yang lebih besar fitnahnya daripada Dajjal” (HR. Muslim no. 2946).
Nas’alullah as salaamah wal ‘afiyah.
‘Ala kulli haal, fokuslah pada proses, bukan pada hasil. Pastikan perbuatan yang kita lakukan untuk mendapatkan sesuatu itu tidak keluar dari koridor al Qur’an dan as Sunnah. Pastikan kita berada di jalan yang benar. Masalah hasil, kita serahkan kepada Allah Ta’ala yang Maha Kuasa atas segala sesuatu.
Wallahu a’lam.
***
Penulis: Yulian Purnama
Artikel Muslimah.or.id