Banyak orang yang menyangka bahwa memakai cadar atau jilbab adalah budaya Arab. Sungguh ini adalah pemutar-balikan fakta atau bentuk ketidak-pahaman sejarah. Justru budaya wanita Arab terdahulu adalah ketelanjangan, buka-bukaan aurat, dan bersolek. Sedangkan cadar dan jilbab adalah budaya Islam yang membawa kemuliaan.
Allah ta’ala berfirman:
وَإِذَا فَعَلُوا فَاحِشَةً قَالُوا وَجَدْنَا عَلَيْهَا آبَاءَنَا وَاللَّهُ أَمَرَنَا بِهَا قُلْ إِنَّ اللَّهَ لا يَأْمُرُ بِالْفَحْشَاءِ
“Dan apabila mereka melakukan perbuatan fahisyah, mereka berkata: “Kami mendapati nenek moyang kami mengerjakan yang demikian itu, dan Allah menyuruh kami mengerjakannya” (QS. Al A’raf: 28).
Ayat ini bicara tentang kebiasaan orang Arab jahiliyah yang suka thawaf di Ka’bah sambil bertelanjang bulat. Al Qurthubi dalam Tafsir-nya mengatakan:
الفاحشة هنا في قول أكثر المفسرين طوافهم بالبيت عراة
“Fahisyah dalam ayat ini menurut mayoritas ulama tafsir adalah kebiasaan (orang Arab jahiliyah) thawaf di Baitullah sambil telanjang”.
Mereka menganggap perbuatan ini baik dan merupakan kesucian. Mujahid rahimahullah menjelaskan:
قال: كانوا يطوفون بالبيت عراة, يقولون: ” نطوف كما ولدتنا أمهاتنا “, فتضع المرأة على قُبُلها النِّسعة أو الشيء
“Dahulu orang Arab jahiliyah thawaf di Baitullah sambil telanjang. Mereka berkata: “kami thawaf dalam keadaan seperti ketika dilahirkan oleh ibu kami”. Kaum wanitanya menutup bokongnya dengan lengannya atau benda lain” (Tafsir Ath Thabari, no. 14462).
Dan mereka taqlid kepada tradisi nenek moyang serta berbuat bid’ah dengan menganggap bahwa hal ini merupakan perintah Allah. Maka dalam kelanjutan ayat Allah membantahnya:
قُلْ إِنَّ اللَّهَ لَا يَأْمُرُ بِالْفَحْشَاءِ أَتَقُولُونَ عَلَى اللَّهِ مَا لَا تَعْلَمُونَ
“Katakanlah: “Sesungguhnya Allah tidak menyuruh (mengerjakan) perbuatan yang fahisyah”. Mengapa kamu mengada-adakan terhadap Allah apa yang tidak kamu ketahui?” (QS. Al A’raf: 28).
Oleh karena itu dahulu Nabi dan para sahabat berusaha menghilangkan tradisi hina ini di kalangan orang-orang Arab secara perlahan. Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam pernah mengutus Abu Bakar radhiallahu’anhu ‘anhu untuk berhaji dan mengumumkan kepada orang-orang di Baitullah:
أَنْ لاَ يَحُجَّ بَعْدَ العَامِ مُشْرِكٌ وَلاَ يَطُوفَ بِالْبَيْتِ عُرْيَانٌ
“Ketahuilah, setelah tahun ini tidak boleh ada orang musyrik yang berhaji dan tidak boleh ada orang yang thawaf dalam keadaan telanjang” (HR Bukhari no. 369, Muslim no. 1347).
Selain itu, Allah ta’ala berfirman:
وَقَرْنَ فِي بُيُوتِكُنَّ وَلَا تَبَرَّجْنَ تَبَرُّجَ الْجَاهِلِيَّةِ الْأُولَىٰ
“Hendaknya kalian (wanita muslimah), berada di rumah-rumah kalian dan janganlah kalian ber-tabarruj sebagaimana yang dilakukan wanita jahiliyah terdahulu” (QS. Al Ahzab: 33)
Ayat ini menunjukkan, wanita Arab jahiliyah suka tabarruj, yaitu membuka-buka aurat, bersolek dan memperlihatkan keindahan-keindahan mereka.
Ketika turun ayat hijab, para wanita muslimah yang beriman kepada Rasulullah Shallalahu’alaihi Wasallam seketika itu mereka mencari kain apa saja yang bisa menutupi aurat mereka. ‘Aisyah Radhiallahu’anha berkata:
مَّا نَزَلَتْ هَذِهِ الْآيَةُ ( وَلْيَضْرِبْنَ بِخُمُرِهِنَّ عَلَى جُيُوبِهِنَّ ) أَخَذْنَ أُزْرَهُنَّ فَشَقَّقْنَهَا مِنْ قِبَلِ الْحَوَاشِي فَاخْتَمَرْنَ بِهَا
“(Wanita-wanita Muhajirin), ketika turun ayat ini: “Dan hendaklah mereka menutupkan kain kudung ke dada (dan leher) mereka.” (QS. An Nuur: 31), mereka merobek selimut mereka lalu mereka berkerudung dengannya” (HR. Bukhari 4759).
Menunjukkan bahwa sebelumnya mereka tidak berpakaian yang menutupi aurat-aurat mereka sehingga mereka menggunakan kain yang ada dalam rangka untuk mentaati ayat tersebut.
Jadi, jelas sudah, cadar dan jilbab syar’i BUKAN BUDAYA ARAB. Karena justru budaya orang Arab terdahulu adalah buka-bukaan aurat, bersolek, menampakkan keindahan wanita dan ketelanjangan.
Cadar dan hijab syar’i adalah BUDAYA ISLAM yang datang setelah itu, dan menjadi cahaya bagi mereka (orang Arab) sehingga mereka keluar dari kegelapan dan kehinaan budaya jahiliyah.
Yok, kita tinggalkan budaya jahiliyah dan terapkan adab dan akhlak Islami dalam setiap aspek kehidupan kita…
Semoga Allah memberi taufik.
***
Penulis: Yulian Purnama