Para penganut toleransi kebablasan menebar syubhat. Para ulama jelas melarang untuk ridha atau menghadiri ibadah orang non Muslim, namun ini disamarkan oleh mereka dengan membawakan pendapat para ulama tentang shalat di gereja.
Padahal pembahasan masalah shalat di gereja ini maksudnya ketika di tempat yang tidak ada masjid.
Tentu saja berbeda antara :
* hukum shalat di gereja ketika tidak ada masjid, dengan
* hukum masuk gereja untuk ikut dan mendukung ibadah orang Nasrani
Hukum shalat di gereja ketika tidak ada masjid, ada khilaf di antara ulama:
* Makruh, ini pendapat jumhur ulama.
* Boleh jika tidak ada gambar atau patung, haram jika ada gambar atau patung. Ini pendapat Hanabilah.
* Haram secara mutlak, ini pendapat sebagian Hanafiyah.
Yang rajih, boleh jika ada kebutuhan mendesak. Dan hal ini pernah dilakukan oleh Umar bin Khathab radhiallahu’anhu. Syaikh Abdul Aziz bin Baz mengatakan:
هو رخّص فيها عمر للحاجة، لأجل يحتاج المسلمون والجنود الكنائس إما لمطر وإما لبرد وإما لغير ذلك، فلا بأس عند الحاجة، وإلا فلا يأتونها.
“Umar bin Khathab memberikan kelonggaran akan hal ini (shalat di gereja) karena kaum Muslimin dan para tentara ketika itu ada kebutuhan untuk shalat di gereja. Bisa jadi karena hujan deras, atau karena cuaca dingin, atau karena sebab lainnya. Maka tidak mengapa jika ada kebutuhan. Adapun jika tidak ada kebutuhan maka tidak boleh” (Sumber: https://binbaz.org.sa/fatwas/24531).
Maka ini berbeda dengan mendatangi gereja untuk ikut serta dan mendukung ibadah orang Nasrani. Allah Ta’ala berfirman tentang sifat ‘ibadurrahman (hamba Allah yang beriman) :
وَالَّذِينَ لَا يَشْهَدُونَ الزُّورَ وَإِذَا مَرُّوا بِاللَّغْوِ مَرُّوا كِرَامًا
“Dan orang-orang yang tidak melihat az zuur, dan apabila mereka bertemu dengan (orang-orang) yang mengerjakan perbuatan-perbuatan yang tidak berfaedah, mereka lalui (saja) dengan menjaga kehormatan dirinya” (QS. Al Furqan: 72).
Ibnu Abbas radhiallahu’anhu mengatakan: “az zuur adalah hari-hari perayaan kaum musyrikin” (Tafsir Al Qurthubi).
Sikap terhadap ibadah agama lain sudah jelas dalam surat Al Kafirun. Allah Ta’ala berfirman:
قُلْ يَا أَيُّهَا الْكَافِرُونَ لَا أَعْبُدُ مَا تَعْبُدُونَ وَلَا أَنْتُمْ عَابِدُونَ مَا أَعْبُدُ وَلَا أَنَا عَابِدٌ مَا عَبَدْتُمْ وَلَا أَنْتُمْ عَابِدُونَ مَا أَعْبُدُ لَكُمْ دِينُكُمْ وَلِيَ دِينِ
“Katakanlah: “Hai orang-orang kafir, Aku tidak akan menyembah apa yang kamu sembah. Dan kamu bukan penyembah Tuhan yang aku sembah. Dan aku tidak pernah menjadi penyembah apa yang kamu sembah, dan kamu tidak pernah (pula) menjadi penyembah Tuhan yang aku sembah. Untukmu agamamu, dan untukkulah, agamaku” (QS. Al Kafirun).
Dan ulama ijma‘ (sepakat) tidak ada khilafiyah bahwa terlarang orang Muslim memberikan ucapan selamat atau apresiasi pada acara ibadah non Muslim. Ibnul Qayyim rahimahullah mengatakan:
وأما التهنئة بشعائر الكفر المختصة به فحرام بالاتفاق
“Adapun memberi ucapan selamat pada syi’ar-syi’ar kekufuran yang khusus bagi orang-orang kafir, hukumnya haram berdasarkan kesepakatan ulama” (Ahkam Ahlidz Dzimmah, hal. 144)..
Toleransi OK, tapi jangan kebablasan!
Semoga Allah memberi taufik.
***
Penulis: Yulian Purnama
Artikel Muslimah.or.id