Larangan Boros dan Tabdzir
Allah Ta’ala berfirman,
??????????? ????? ????????? ???? ?????????? ?????? ?????????? ??????? ?????? ??????? ????????
“Orang yang jika membelanjakan harta tidak boros dan tidak pelit, dan dia adalah tengah-tengah di antara hal itu.” (QS. Al-Furqan : 67)
Allah Ta’ala berfirman,
????? ???????? ?????? ??????????? ?????? ???????? ????? ??????????? ????? ????????? ?????????? ???????? ???????????
“Janganlah kau jadikan tanganmu terbelenggu ke belakang ke lehermu (yaitu pelit) dan jangan pula kau hamparkan seluas-luasnya (yaitu boros) maka Anda akan dicela dan menyesal. (QS. Al-Isra’ : 29)
Allah Ta’ala berfirman,
????? ????????? ??????????. ????? ??????????????? ??????? ????????? ?????????????
“Jangan lakukan tabdzir, yaitu membelajakan harta untuk bermaksiat. Sesungguhnya orang yang tabdzir adalah saudaranya setan.” (QS. Al-Isra’ : 26-27)
Maka bermewah-mewah dan boros adalah bentuk membelanjakan harta Allah dengan cara yang tidak benar. Demikian juga melakukan transaksi yang haram, menggunakan harta untuk riba, risywah atau suap, maysir atau judi dan taruhan. Semua ini adalah bentuk membelanjakan harta Allah dengan cara yang tidak benar. Padahal harta menuntut tanggung jawab yang besar.
Definisi risywah atau suap adalah hadiah berupa harta, dimana tujuan atau motivasi orang yang memberi hadiah agar orang yang diberi hadiah melakukan apa yang seharusnya tidak boleh dilakukan atau tidak melakukan apa yang seharusnya dilakukan. Adapun maysir ada dua macam, yaitu maysir kimar (judi) dan maysir lahwi, yaitu semua permainan yang membuat orang lalai, meskipun tidak ada taruhan di dalamnya, di antaranya adalah permainan dadu dan catur.
Dampak untuk orang yag membelanjakan harta tidak pada tempatnya adalah bagi mereka neraka pada hari Kiamat (?????? ???????? ????? ???????????) ini adalah hukuman –wal ‘iyadzubillah-. Sungguh jelek apa yang mereka tarik untuk diri mereka sendiri, maka masalah ini, yaitu masalah membelanjakan harta ada hisab beratnya dan ada hukumannya pada hari Kiamat.
Orang-Orang yang Terkena Ancaman Hadits
Orang-orang yang terkena ancaman hadits ini adalah penguasa yang membelanjakan harta kaum muslimin (kas negara) dengan cara yang tidak semestinya, orang kaya yang tidak membelanjakan harta pribadi dengan cara yang tidak benar, orang yang mengurusi urusan kaum muslimin apabila tidak amanah dalam membelanjakan harta ummat. Maka harta itu tanggung jawab baik harta umum milik rakyat ataupun harta pribadi.
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam melarang menelantarkan dan membuang-buang harta,
???? ????????????? ???? ??????? ?????? ????? ????? ???? ?????????? ?????? ????? ???????? ????????? ?????: ????? ????? ??????? ?????????? ??????? ????????????? ?? ??????? ???????? ???????? ??????????? ??????? ?????? ????? ???????? ????????? ??????????? ?????????? ???????
“Dari Mughirah bin Syu’bah radhiyallahu ‘anhu mengatakan, “Dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam beliau bersabda, ‘Sesungguhnya Allah mengharamkan kalian durhaka pada ibu, pelit, rakus untuk mendapatkan harta, memendam anak perempuan. Allah membenci orang yang banyak berbicara, banyak bertanya dan menyia-nyiakan harta.” (HR. Bukhari no. 5975 dan Muslim no. 1715)
Alah berfirman,
????? ???????? ???????????? ?????????????
“Jangan kalian berikan pada anak-anak kecil harta kalian.” (QS. An-Nisa : 5)
Kata amwalakum pada ayat ini memiliki dua tafsiran:
- Kata ganti kum (kalian) di sini tidak ditakwil, maka kata ganti kum adalah para bapak yang mempunyai uang karena bekerja dilarang memberi uang pada anaknya yang masih kecil.
- Kata ganti kum di sini ditakwil menjadi pengurus anak yatim, maka kata amwalakum bermakna amwalahum bi yadikum, yaitu harta mereka (anak yatim) di tangan kalian sehingga maksudnya adalah jangan berikan anak yatim yang masih kecil harta mereka yang ada di tangan kalian. Makna inilah yang dijelaskan oleh Syaikh Shalih Fauzan dalam buku ini. Harta anak yatim dinisbatkan kepada pengurus anak yatim agar pengurus harta anak yatim merasa bertanggung jawab dan merasa memiliki sehingga ia dapat menjaga harta tersebut sebagaimana menjaga harta sendiri.
Maka Allah memerintahkan untuk menjaga harta dan membelanjakannya dengan benar, membelanjakannya dengan cara yang proposional, membelanjakannya di jalan Allah untuk mendekatkan diri dan melakukan ketaatan pada-Nya. Anda tidak diberi harta untuk bermewah-mewahan, tabdzir, dan Anda gunakan semaunya untuk diri sendiri dengan beralasan “Ini hartaku” karena harta tersebut bukan milik Anda, melainkan harta Allah yang mana Allah menjadikan harta sebagai ujian untuk Anda.
***
Penulis: Atma Beauty Muslimawati
Referensi:
- Ithaful Kiram bi Syarhi Kitab Jami’ fil Akhlak wal Adab hlm. 168-180, Syaikh Shalih bin Fauzan bin Abdillah al-Fauzan, 1436H/2015, Dar Kortoba, Beirut.
- Rekaman Belajar Akhlak Mulia dari Rasulullah Pertemuan ke-11 menit ke 00:00-15:48.
- https://quran.com