“Ya Allah, beri aku penyejuk jiwa, sebentuk hati tempat aku menyandarkan segala resah jiwaku. Sebuah sosok yang mampu membawa aku menuju jalan yang penuh ridha-Mu.” (Majalah Nikah, Agustus 2005)
Demikian indah harapan seorang gadis belia yang kegundahannya menanti tambatan hati ia ungkapkan dalam do’a spesialnya.
Yah … bertemu belahan jiwa, ini sesuatu obsesi yang diimpikan para perindu cinta sejati. Seorang wanita yang mulai memahami Islam dengan baik tentu berazzam kuat untuk segera mengakhiri masa lajang. Ya dengan menikah. Secara umum setiap muslimah ingin bersanding dengan pria yang shalih, berakhlaq mulia, super ngemong, penyabar, romantis.
Ada pula kriteria suami yang diidamkan kaum hawa seperti calon suami yang dapat mengisi hatinya dengan kemuliaan, selain tampan dan menyenangkan.
Begitulah cita-cita ideal gambaran sesosok pasangan yang diharapkan bisa membuat wanita bahagia. Lantas bagaimana cara dan tips agar mampu mewujudkan obsesi tersebut menjadi realita?
Pahami segalanya yang telah ditentukan Allah
Yakni bahwa Allah telah menetapkan takdir hamba lima puluh ribu tahun sebelum diciptakan langit dan bumi. Ini rahasia Allah dan setiap hamba akan dimudahkan Allah menuju takdirnya, yang semua itu sesuai dengan kehendak dan ilmu Allah. Dan seorang mukminah harus percaya dan beriman pada takdir Allah meskipun sepintas seolah tak sesuai dengan kehendak hamba. Di sini kita percaya ada kalimat yang baik untuk manusia ketika kita percaya bahwa Allah adalah Dzat yang maha Adil.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
إِنَّ ٱللَّهَ كَتَبَ مَقَادِيرَ ٱلْخَلَائِقِ قَبْلَ أَنْ يَخْلُقَ ٱلسَّمَاوَاتِ وَٱلْأَرْضَ بِخَمْسِينَ أَلْفَ سَنَةٍ
“Allah telah menulis takdir seluruh makhluk sebelum menciptakan langit dan bumi dengan tenggang waktu lima puluh ribu tahun.” (HR. Muslim, Kitabul Qadr, bab Dzikru Hijaj Adam wa Musa Alaihimas Salam)
Hadits yang diriwayatkan oleh Al-Bukhari dan Muslim dari Ali bin Abi Thalib, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
“Tak seorang pun di antara kamu kecuali telah ditulis tempat duduknya di surga atau neraka.” Salah seorang sahabat bertanya, mengapa kita tidak pasrah saja, wahai Rasulullah? Beliau menjawab, “Tidak, berbuatlah (beramallah) karena masing-masing dimudahkan!”
Dalam riwayat lain,
فَكُلٌّ مُيَسَّرٌ لِمَا خُلِقَ لَهُ
” … kalian masing-masing dimudahkan kepada apa yang tercipta untuknya.” (HR Muslim, Kitabul Qadr, Kaifiyatul-Khalq Al-Adami)
Jadi, seorang mukminah perlu terus berazzam agar menjadi figur wanita shalihah serta berniat kuat bertemu pria shalih. Terus berbenah diri dan opimis Allah akan memudahkan jalannya ketika ia pun bersungguh-sungguh dan yakin bahwa ketaatan pada Allah akan memudahkan urusannya.
Hindari pacaran
Sejatinya pacaran adalah perbuatan-perbuatan yang mendekatkan diri pada zina. Dalam hadits disebutkan, “Janganlah seorang laki-laki berduaan dengan seorang wanita yang tidak halal baginya karena sesungguhnya setan adalah orang ketiga di antara mereka berdua.” (HR. Ahmad no. 15734)
Islam dengan begitu indah menawarkan solusi yakni ketika berkeinginan menikah melalui proses ta’aruf di antaranya dengan nadzar atau melihat calon pasangan dengan ditemani mahram. Sedang pacaran identik dengan jalan bersama berdua, berkirim surat/ telepon ria, saling memandang dan menyentuh lawan jenis, dan berbagai ucapan maupun perbuatan romantis yang hanya dilegalkan setelah menikah, jelas ini bukan budaya Islam dan dikategorikan perbuatan haram.
Pacaran meski sepintas terlihat indah dan menawarkan kebahagiaan, namun pada dasarnya ia sangat terlarang dan betapa banyak korban pacaran yang sengsara hidupnya.
Dan bila wanita muslimah ingin menikah, maka ia harus tetap menempuh jalur syariat dengan meninggalkan pacaran banyak berdo’a dan bergaul dengan orang-orang shalih.
Do’a adalah senjata pamunngkas seorang hamba. Sedangkan ikhtiar atau usaha sepanjang hal itu sesuai dengan tuntunan Islam sangat dianjurkan sehingga seorang hamba tidak akan putus harapan ketika beberapa kali gagal dalam merajut kasih dalam rangka meraih ridha-Nya.
Demikian pula faktor pergaulan sangat menentukan karakter seperti apa kita dan juga keinginan bertemu jodoh yang memiliki visi dan orientasi sama yang dibangun di atas pemahaman Islam yang lurus.
Jodoh memang terkadang sulit ditebak dan sering juga datang tanpa diduga, sebaliknya sepertinya hati sudah cocok namun ternyata Allah berkehendak lain. Seperti kisah seorang wanita yang tiga kali “nyaris” bertemu belahan hatinya, yang pertama proses pernikahan telah matang tinggal menunggu hari “H” namun qadarullah calon suaminya meninggal karena sakit. Proses kedua juga hampir sama tinggal menunggu hari bahagia, qadarullah lelaki mengalami kecelakaan dan meninggal. Perjumpaan ketiga adalah ketika tautan jiwanya itu menjadi suaminya. Dan sepulang dari KUA mengalami kecelakaan tragis dan meninggal terpenggal takdir.
Demikian sepenggal kisah haru. Betapa mengharapkan pendamping hidup adalah sesuatu yang harus diperjuangkan seraya banyak berdo’a kepada-Nya. Yakinlah buah usaha kita tidak sia-sia. Insyaallah anda akan merasakan indah pada saatnya, jika tidak di alam dunia, semoga Allah mempertemukan anda dengan sang pujaan hati di negeri akhirat.
***
Penulis: Isruwanti Ummu Nashifa
Artikel Muslimah.or.id
Referensi:
Syarah Tsalatsatul Ushul (terjemah), Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin, Al-Qowam, Solo, 2000.
Majalah Nikah, Edisi Agustus 2005.
Majalah Sakinah, Edisi Oktober-November 2013.