Fatwa Syekh Muhammad Shalih Al-Munajjid
Pertanyaan:
Apakah benar bahwa gerhana bulan dan matahari keduanya merupakan isyarat atas bertambahnya dosa penduduk bumi?
Jawaban:
Segala puji bagi Allah,
Tidak diragukan lagi bahwa matahari dan bulan merupakan dua tanda di antara tanda-tanda kekuasaan Allah, keduanya merupakan dua makluk Allah yang besar yang tunduk di alam ini atas perintah-Nya yang mana tidak mungkin bisa keluar dari ketetapan Allah.
Apabila keluar dari kebiasannya baik dari sisi gerakan atau penampakan, itu semua terjadi atas ketetapan Allah yang bersifat kauni (hukum alam yang sudah diatur Allah, pen) dan juga terjadi berdasarkan hikmah-Nya yang agung yang terjadi di alam.
Al-Bukhari (no. 1041) dan Muslim (no. 911) meriwayatkan –lafadz dari Muslim- dari Abu Mas’ud Al-Anshary radhiyalahu ‘anhu bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, ”Sesungguhnya matahari dan bulan merupakan dua tanda dari tanda-tanda Allah yang dengan keduanya Allah menakut-nakuti para hamba-Nya. Sesungguhnya terjadinya gerhana dari keduanya bukanlah disebabkan karena kematian dan kelahiran seseorang. Apabila kalian melihat sesuatu darinya (terjadi gerhana, pen), segeralah salat dan berdoa kepada Allah sampai gerhana selesai.”
Bukhari (no. 1059) dan Muslim (no. 912) meriwayatkan dari Abu Musa radhiyallahu ‘anhu, beliau bercerita,
”Terjadi gerhana matahari (pada zaman Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, pen), maka Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam segera berdiri dalam keadaan ketakutan khawatir kalau terjadi kiamat. Kemudian beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam mendatangi masjid, lalu salat dengan berdiri, ruku’, sujud yang sangat panjang yang pernah kulihat. Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, ”Tanda-tanda yang dikirimkan Allah ini (terjadinya gerhana, pen) bukanlah terjadi karena kematian atau kelahiran seseorang, namun Allah menakut-nakuti para hamba-Nya dengannya. Apabila kamu melihatnya, bersegeralah untuk berlindung dengan berzikir, berdoa, dan istigfar kepada-Nya.”
Al-Hafidz Ibnu Hajar rahimahullah berkata, “Perkataan beliau fafza’uu, maknanya adalah iltaji’u (berlindunglah) dan tawajjahuu (menghadaplah), yang merupakan isyarat untuk bersegera dalam melaksanakan yang diperintahkan dan berlindung kepada Allah di saat yang menakutkan dengan doa dan istigfar yang merupakan sebab dihapuskannya kebinasaan karena sebab maksiat. Yang diharapkan dengannya akan hilang hal-hal yang ditakutkan karena memang dosa-dosa adalah sebab terjadinya bencana-bencana dan siksaan baik yang disegerakan atau diakhirkan.” (Fathul Bari, 2: 534)
Beliau juga berkata, ”Darinya (hadis tersebut, pen) terdapat anjuran untuk istigfar saat terjadi gerhana dan lainnya karena istigfar termasuk perkara yang dapat mencegah terjadinya bencana.” (Fathul Bari, 2: 546)
Syekh Abdul Aziz bin Baz berkata, ”Terdapat hadis dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bahwasanya beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam mengabarkan bahwa gerhana matahari dan bulan, keduanya terjadi karena Allah menakut-nakuti para hamba-Nya, dan agar peristiwa ini dapat mendorong mereka untuk memperhatikan ayat-ayat ini, agar takut kepada Allah serta bersegera berlindung kepada Allah dengan berzikir dan menaati-Nya, dan memerintahkan saat itu untuk bertakbir, memerdekakan budak, dan bersedekah. Semua hal ini disyariatkan saat terjadi gerhana, yaitu salat, zikir, istigfar, sedekah, memerdekakan budak, takut terhadap Allah, dan khawatir atas azab-Nya.
Adapun tanda terjadinya gerhana yang dapat diketahui dengan ilmu hisab, tidaklah menghalangi terjadinya gerhana tersebut berasal dari Allah untuk menakut-nakuti para hamba-Nya serta peringatan dari-Nya sebagaimana tanda-tanda kekuasaan Allah yang lain yang dapat disaksikan seperti matahari, bulan, bintang-bintang, (cuaca) panas, dan (cuaca) dingin. Semuanya merupakan tanda-tanda kekuasaan Allah untuk menakut-nakuti dan peringatan atas kemaksiatan kepada Allah atas nikmat-nikmat-Nya agar mereka takut kepada Allah sehingga dapat istikamah dalam menjalankan perintah-Nya dan meninggalkan pekara-perkara yang diharamkan.” (Majmu’ Fatawa Ibnu Baz, 30: 289-290).
Syekh Ibnu ‘Utsaimin berkata, ”Gerhana merupakan peringatan dari Allah atas siksa dari Allah yang terjadi karena sebab-sebabnya. Gerhana itu bukan azab, tetapi peringatan. Hal ini sebagaimana sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, ”Allah menakut-nakuti dengan keduanya (gerhana matahari dan bulan, pen) para hamba-Nya.” Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak mengatakan, ”Menyiksa dengan keduanya para hamba-Nya.” Akan tetapi, takhwif (menakut-nakuti) dan kita tidak mengetahui apa di balik takhwif tersebut (di balik adanya gerhana, pen). Mungkin ada siksa yang disegerakan atau diakhirkan yang terjadi pada jiwa, harta, anak atau keluarga, siksa yang umum atau khusus, itu semua kita tidak tahu.
Oleh karena itu, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, ”Apabila kalian melihatnya, berlindunglah dengan berzikir kepada Allah.” Dan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak bersabda, ”Salatlah…” atau , ”Salatlah, berzikirlah kepada Allah..” Akan tetapi, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Berlindunglah dengan berziir kepada Allah dan istgfar kepada-Nya, bertakbirlah, bersedekahlah, salatlah, dan merdekakanlah budak..” Ini semua menunjukkan besarnya peristiwa gerhana.
Gerhana memiliki dua sebab:
Sebab pertama: Untuk menakut-nakuti, yaitu menakut-nakuti para hamba apabila dosa-dosa telah banyak, dan kemaksiatan sudah sangat mengotori hati. Kita memohon kepada Allah keselamatan.
Sebab kedua: kauni qadari, yaitu sebagaimana yang disebutkan oleh orang-orang bahwa sebab terjadinya gerhana matahari adalah posisi bulan yang berada di antara matahari dan bumi. Adapun sebab terjadinya gerhana bulan adalah posisi bumi antara matahari dan bulan.
Ini semua tidak menjadikan terhalangnya sebab bahwa kejadian gerhana tersebut sebagai sebab untuk menakut-nakuti para hamba.” (Liqa’ Al-Bab Al-Maftuh, 15: 4-5).
Dan jawaban dapat dilihat pada soal nomor 5901. Allahu Ta’ala a’lam.
***
Penerjemah: Ustadz Ibnu Sutopo
Artikel Muslimah.or.id
Sumber: https://islamqa.info/ar/148630