Pengutusan Allah Subhanahu wa Ta’ala terhadap Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam sebagai pembawa kabar gembira dan pemberi peringatan dari-Nya merupakan sebuah karunia bagi umat manusia.
Bagaimana tidak, pada kehidupan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam terdapat blueprint yang sangat jelas dan gamblang bagi siapapun yang menghendaki kebahagiaan kehidupan di dunia maupun di akhirat.
Berbagai fase dalam kehidupan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam sangatlah relate (berkaitan) dengan kehidupan manusia pada umumnya. Sehingga terasa mudah untuk menjadikan beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam sebagai teladan dalam kehidupan.
Setiap detail sirah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah pedoman terbaik. Karena beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam merupakan manusia yang paling terkemuka pada setiap lini kehidupannya.
Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam merupakan kekasih Allah Ar-Rahman, pemimpin para Nabi dan Rasul, dan penghulu umat manusia di hari kiamat kelak. Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam merupakan contoh pemimpin negara yang terbaik, guru terbaik, sahabat terbaik, kepala keluarga yang paling baik, serta sosok dan contoh ayah terbaik bagi anak-anaknya.
Berbeda keadaan, jika Allah Tabaraka wa Ta’ala mengutus seorang Rasul dari kalangan malaikat. Tentu, akan berat bagi umat manusia untuk mengambil teladan darinya. Perhatikan ayat berikut ini,
وَمَا مَنَعَ ٱلنَّاسَ أَن يُؤْمِنُوٓا۟ إِذْ جَآءَهُمُ ٱلْهُدَىٰٓ إِلَّآ أَن قَالُوٓا۟ أَبَعَثَ ٱللَّهُ بَشَرًا رَّسُولًا * قُل لَّوْ كَانَ فِى ٱلْأَرْضِ مَلَٰٓئِكَةٌ يَمْشُونَ مُطْمَئِنِّينَ لَنَزَّلْنَا عَلَيْهِم مِّنَ ٱلسَّمَآءِ مَلَكًا رَّسُولًا
“Dan tidak ada sesuatu yang menghalangi manusia untuk beriman tatkala datang petunjuk kepadanya, kecuali perkataan mereka, ‘Adakah Allah mengutus seorang manusia menjadi RasuI?’ Katakanlah, ‘Kalau seandainya ada malaikat-malaikat yang berjalan-jalan sebagai penghuni di bumi, niscaya Kami turunkan dari langit kepada mereka seorang malaikat menjadi Rasul.’” (QS. Al-Isra: 94-95)
Ibnu Katsir rahimahullah berkata, “Hal ini seperti yang difirmankan Allah Subhanahu wa Ta’ala,
أَكَانَ لِلنَّاسِ عَجَبًا أَنْ أَوْحَيْنَآ إِلَىٰ رَجُلٍ مِّنْهُمْ أَنْ أَنذِرِ ٱلنَّاسَ وَبَشِّرِ ٱلَّذِينَ ءَامَنُوٓا۟ أَنَّ لَهُمْ قَدَمَ صِدْقٍ عِندَ رَبِّهِمْ
“Patutkah menjadi keheranan bagi manusia bahwa Kami mewahyukan kepada seorang laki-laki di antara mereka, “Berilah peringatan kepada manusia dan gembirakanlah orang-orang beriman bahwa mereka mempunyai kedudukan yang tinggi di sisi Tuhan mereka.”” (QS. Yunus: 2)
Dan firman Allah Subhanahu wa Ta’ala,
ذَٰلِكَ بِأَنَّهُۥ كَانَت تَّأْتِيهِمْ رُسُلُهُم بِٱلْبَيِّنَٰتِ فَقَالُوٓا۟ أَبَشَرٌ يَهْدُونَنَا فَكَفَرُوا۟ وَتَوَلَّوا۟ ۚ وَّٱسْتَغْنَى ٱللَّهُ ۚ وَٱللَّهُ غَنِىٌّ حَمِيدٌ
“Yang demikian itu adalah karena sesungguhnya telah datang kepada mereka Rasul-Rasul mereka membawa keterangan-keterangan lalu mereka berkata, “Apakah manusia yang akan memberi petunjuk kepada kami?” Lalu mereka ingkar dan berpaling; dan Allah tidak memerlukan (mereka). Dan Allah Maha Kaya lagi Maha Terpuji.” (QS. Ath-Taghabun: 6)
Dan firman Allah Ta’ala menceritakan perkataan Fir’aun dan pengikutnya,
أَنُؤْمِنُ لِبَشَرَيْنِ مِثْلِنَا وَقَوْمُهُمَا لَنَا عَٰبِدُونَ
“Apakah (patut) kita percaya kepada dua orang manusia seperti kita (juga), padahal kaum mereka (Bani Israil) adalah orang-orang yang menghambakan diri kepada kita?” (QS. Al-Mu’minun: 47)
Demikian pula umat-umat terdahulu berkata kepada rasul-rasul mereka sebagaimana yang difirmankan Allah Subhanahu wa Ta’ala,
إِنْ أَنتُمْ إِلَّا بَشَرٌ مِّثْلُنَا تُرِيدُونَ أَن تَصُدُّونَا عَمَّا كَانَ يَعْبُدُ ءَابَآؤُنَا فَأْتُونَا بِسُلْطَٰنٍ مُّبِينٍ
“Kamu tidak lain hanyalah manusia seperti kami juga. Kamu menghendaki untuk menghalang-halangi (membelokkan) kami dari apa yang selalu disembah nenek moyang kami, karena itu datangkanlah kepada kami, bukti yang nyata.” (QS. Ibrahim: 10)
Kemudian Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman, mengingatkan kelembutan dan rahmat-Nya terhadap hamba, bahwa sesungguhnya Dia mengutus kepada mereka seorang Rasul dari bangsa mereka sendiri, supaya mereka dapat belajar dan memahami (syariat) darinya, sehingga mereka dengan mudah dapat berbicara dan berdialog dengannya.
Andai saja Allah Subhanahu wa Ta’ala mengutus kepada manusia seorang Rasul dari bangsa malaikat, niscaya mereka tidak akan mampu menghadapi atau bahkan mengambil risalah darinya. Hal ini seperti yang difirmankan Allah Subhanahu wa Ta’ala,
لَقَدْ مَنَّ ٱللَّهُ عَلَى ٱلْمُؤْمِنِينَ إِذْ بَعَثَ فِيهِمْ رَسُولًا مِّنْ أَنفُسِهِمْ
“Sungguh Allah telah memberi karunia kepada orang-orang yang beriman ketika Allah mengutus di antara mereka seorang rasul dari golongan mereka sendiri.” (QS. Ali Imran: 164)
Dan firman Allah Subhanahu wa Ta’ala,
لَقَدْ جَآءَكُمْ رَسُولٌ مِّنْ أَنفُسِكُمْ
“Sungguh telah datang kepadamu seorang Rasul dari kaummu sendiri.” (QS. At Taubah: 128)
Juga firman Allah Subhanahu wa Ta’ala,
كَمَآ أَرْسَلْنَا فِيكُمْ رَسُولًا مِّنكُمْ يَتْلُوا۟ عَلَيْكُمْ ءَايَٰتِنَا وَيُزَكِّيكُمْ وَيُعَلِّمُكُمُ ٱلْكِتَٰبَ وَٱلْحِكْمَةَ وَيُعَلِّمُكُم مَّا لَمْ تَكُونُوا۟ تَعْلَمُونَ * فَٱذْكُرُونِىٓ أَذْكُرْكُمْ وَٱشْكُرُوا۟ لِى وَلَا تَكْفُرُونِ
“Sebagaimana (Kami telah menyempurnakan nikmat Kami kepadamu) Kami telah mengutus kepadamu Rasul di antara kamu yang membacakan ayat-ayat Kami kepada kamu dan mensucikan kamu dan mengajarkan kepadamu Al-Kitab dan Al-Hikmah, serta mengajarkan kepada kamu apa yang belum kamu ketahui. Karena itu, ingatlah kamu kepada-Ku niscaya Aku ingat (pula) kepadamu, dan bersyukurlah kepada-Ku, dan janganlah kamu mengingkari (nikmat)Ku.” (QS. Al-Baqarah: 151-152)
Karena itu, pada surat ini Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman, (قُل لَّوْ كَانَ فِى ٱلْأَرْضِ مَلَٰٓئِكَةٌ يَمْشُونَ مُطْمَئِنِّينَ) “Kalau seandainya ada malaikat-malaikat yang berjalan-jalan sebagai penghuni di bumi”, sebagaimana kalian (tinggal di bumi). (لَنَزَّلْنَا عَلَيْهِم مِّنَ ٱلسَّمَآءِ مَلَكًا رَّسُولًا) “Niscaya Kami turunkan dari langit kepada mereka seorang malaikat menjadi Rasul.” Yakni, dari jenis mereka. Namun, manakala kamu adalah bangsa manusia, maka Kami pun mengutus seorang Rasul kepada kamu juga dari bangsa kamu sendiri, sebagai wujud kelembutan dan rahmat Kami.” (Tafsir Ibnu Katsir, 5: 460-461)
Sehingga diutusnya Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam sebagai seorang Nabi dan Rasul Allah adalah sebuah kenikmatan yang besar.
Termasuk perkara yang patut digaris bawahi bahwa jika Allah menghendaki, mudah bagi Allah untuk langsung memenangkan Rasulullah dan kaum muslimin pada awal masa diutusnya Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Sangat mudah bagi Allah Subhanahu wa Ta’ala untuk memudahkan jalan dakwah Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Akan tetapi, Allah mentakdirkan kehidupan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam berjalan sedemikian rupa, hingga kita mendapatkan begitu banyak hikmah dan faidah-faidah yang bertebaran akan pengorbanan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, kesabaran dan kesungguhan beliau di atas sabar tersebut. Bagaimana perjuangan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, besarnya nikmat dan karunia Allah terhadap Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dan bentuk peribadatan beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam yang sempurna kepada Allah Tabaraka wa Ta’ala.
Jika demikian keadaan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, lantas bagaimana dengan keadaan sebagian orang yang mengaku-ngaku sebagai wali Allah dengan cerita-cerita ajaibnya yang kadang di luar nalar manusia? Mungkinkah mereka benar-benar wali Allah atau kisahnya hanyalah dongeng yang dibuat-buat, kedustaan belaka? Hanya kepada Allah kita memohon hidayah dan petunjuk.
Sesungguhnya sebaik-baik timbangan, barometer kehidupan, kompas perjalanan kaum muslimin di dunia ini untuk meraih kebahagiaan, kesuksesan, dan rida Allah Tabaraka wa Ta’ala hanyalah sejarah kehidupan Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Baca juga: Teruslah Berjalan, Walaupun Tertatih
***
Penulis: Annisa Auraliansa
Artikel Muslimah.or.id
Referensi:
Katsir, Ibnu, Shahih Tafsir Ibnu Katsir, Terj. Tim Pustaka Ibnu Katsir, Jakarta: Pustaka Ibnu Katsir, Cet. 8, 2014.



