Saudariku,
Ingatlah ketika pertama kali engkau mengenal jalan ini. Ketika pertama kali kata hidayah menyapa hidupmu, ketika kata hijrah pertama kali engkau dengar, dan seakan kata itu adalah kata yang asing bagimu. Ingatlah, untuk pertama kalinya engkau mulai belajar, duduk di majelis ilmu dengan orang-orang yang selalu mengukir senyum hangat di wajahnya. Orang-orang yang setiap kali engkau melihatnya, maka engkau akan teringat jalan indah yang baru saja engkau tempuh. Hari-hari yang indah bukan?! Hari-hari yang engkau isi dengan ibadah dan semangat dalam mempelajari agama ini, semangat untuk menjadi pribadi yang lebih baik.
Ya, hari-hari itu memang indah, tapi apakah hari-hari itu akan berlangsung untuk tahun-tahun ke depan? Atau apakah sekarang engkau dalam kefuturan (lemah iman)? Coba fikirkan, apa yang akan engkau rasakan jika orang-orang yang dulu menyemangatimu tak lagi engkau lihat. Ketika orang-orang yang dulu ada, kini jauh dari pandanganmu, mungkin disebabkan kesibukkan masing-masing atau hal lainnya.
Saudariku,
Hal ini, bukan hanya dirimu saja yang mengalamainya. Banyak orang yang dulunya istikamah, berpegang teguh pada agamanya, kini mulai melepaskan pegangan itu dan mulai menjauh selangkah demi selangkah dan akhirnya dia kembali terjatuh ke jalannya yang dulu, wal ‘iyyadzubillah.
Ada sebuah cerita yang diceritakan oleh seseorang, dan sekarang akan kuceritakan kepadamu untuk diambil pelajarannya. Dia berkata:
“Aku memiliki seorang teman saat belajar di sebuah perguruan tinggi. Dia dikenal dengan nama Aufa, seorang penghafal 30 juz Al-Qur`an. Hafalannya bukan hanya sebatas di lisan, tetapi juga diterapkan dalam keseharian dan pergaulannya dengan teman-teman di kampus. Aufa dikenal sebagai sosok yang sabar dan baik. Sependek yang aku tahu, perkataannya tidak pernah menyakiti teman-teman. Bagiku sendiri, Aufa adalah sosok yang pantas dijadikan teladan, hal ini dengan melihat bahwa diriku belum mampu mengamalkan sikap sabar seperti yang dimiliki Aufa. Karena penasaran, aku pernah bertanya kepada Aufa mengapa dia selalu bisa bersabar, padahal kadang-kadang ada saja yang bersikap julid atau menyakitinya. Aufa tersenyum seraya berkata, “Kamu tau nggak apa buah dari kesabaran?” Dengan bingung aku menjawab tidak tahu. Kemudian Aufa melanjutkan perkataanyaa, “Pahala kesabaran itu besar tau, Allah Ta`ala berfirman,
إِنَّمَا يُوَفَّى ٱلصَّـٰبِرُونَ أَجْرَهُم بِغَيْرِ حِسَابٍ
“Sesungguhnya hanya orang-orang yang bersabarlah yang disempurnakan pahalanya tanpa perhitungan.” (QS. Az-Zumar: 10)
Iya, sabar emang susah karena pahalanya juga nggak main-main. Jadi, kalau ada yang bikin kamu marah, ingat-ingat terus ayat ini.”
Aku juga pernah bertanya, mengapa Aufa bisa bodo amat saat ada yang menyakitinya. Dia pun menjawab, “Buat apa kita balas? Kalau kita balas, berarti kita sama aja kayak mereka, dan aku nggak mau sama kayak mereka. Udah, nggak pa-pa, Allah bakalan lihat kok, yang penting kamu harus fokus sama niat kamu di tempat ini! Bedakan antara prioritas dan yang bukan prioritas, dan persoalan yang tak layak kamu pikirkan lebih baik buang aja biar nggak ganggu kehidupanmu.”
Dan banyak lagi dari keseharian Aufa yang pantas dijadikan teladan. Aufa juga sosok yang suka membantu, hal ini aku rasakan ketika aku punya masalah dan kemudian sakit, Aufa datang menjengukku. Aufa memintaku menceritakan masalahku. Dan setelahnya, Aufa memberiku nasihat agar tidak berlarut-larut dalam masalah, dan agar meminta pertolongan dari Allah, karena semua masalah akan teratasi dengan mengingat Allah, biidznillah.
Saudariku,
Itu hanya satu kisah, dan jika kita baca kisah-kisah tentang keistikamahan lainnya, kita akan mendapatkan bahwa salah satu kunci keistikamahan –setelah taufiq dari Allah- adalah teman yang mendukung dan menopang dalam keistikamahan itu sendiri. Teman yang sepantasnya engkau cari adalah seorang teman yang layaknya cermin, memperlihatkan semua kekurangan dan aibmu tanpa basa-basi dan tanpa kebohongan. Memperlihatkan semua kekeliruanmu agar engkau bisa memperbaikinya. Teman yang tidak akan rida ketika mendapatimu dalam kemungkaran, walaupun dia tahu bahwa dengan menasihatimu, mungkin engkau akan membencinya. Tahukah? Teman seperti itu, di saat engkau melakukan kesalahan, seakan-akan dia melihat seekor kalajengking yang ada di bajumu dan kapan saja bisa melukaimu, dia hanya ingin menyingkirkan kalajengking itu (kesalahanmu) agar engkau tidak terluka. Teman seperti ini yang akan menarikmu ke jalan kebaikan, seperti yang disebutkan pepatah Arab:
الصاحب ساحب
“Seorang teman adalah penarik.”
Teman yang baik akan menarikmu ke jalan kebaikan, dan teman yang buruk akan menarikmu ke jalan kebinasaan. Jika engkau dapati teman seperti itu, maka genggamlah tangannya karena dia lebih berharga dari mutiara! Genggamlah dia walau mungkin seringkali perkataannya berlawanan dengan keinginanmu. Allah Ta`ala berfirman,
وَاصْبِرْ نَفْسَكَ مَعَ ٱلَّذِينَ يَدْعُونَ رَبَّهُم بِٱلْغَدَوٰةِ وَٱلْعَشِىِّ يُرِيدُونَ وَجْهَهُۥ ۖ وَلَا تَعْدُ عَيْنَاكَ عَنْهُمْ تُرِيدُ زِينَةَ ٱلْحَيَوٰةِ ٱلدُّنْيَا ۖ وَلَا تُطِعْ مَنْ أَغْفَلْنَا قَلْبَهُۥ عَن ذِكْرِنَا وَٱتَّبَعَ هَوَاهُ وَكَانَ أَمْرُهُۥ فُرُطًاۭ
“Dan bersabarlah engkau bersama orang-orang yang berdoa kepada Tuhannya di pagi dan petang hari dengan mengharap keridaan-Nya; dan janganlah kedua matamu berpaling dari mereka karena menginginkan perhiasan kehidupan dunia. Dan janganlah engkau mengikuti orang yang hatinya telah Kami lalaikan dari mengingat Kami, serta menuruti keinginannya dan keadaannya telah melampaui batas.” (QS. Al-Kahfi: 28)
Mungkin engkau mengira bahwa teman-temanmu yang lain, yang tau arti bersenang-senang, mereka jauh lebih baik dari temanmu yang mengajakmu beribadah. Maka ingatlah firman Allah, yang mengisahkan penyesalan penghuni neraka,
يَـٰوَيْلَتَىٰ لَيْتَنِى لَمْ أَتَّخِذْ فُلَانً خَلِيلا (٢٨) لقَدْ أَضَلَّنِى عَنِ ٱلذِّكْرِ بَعْدَ إِذْ جَاءَنِى ۗ وَكَانَ ٱلشَّيْطَـٰنُ لِلْإِنسَـٰنِ خَذُولا
“Aduhai celakalah aku! Sekiranya (dulu) aku tidak menjadikan si fulan itu teman akrabku. Sesungguhnya dia telah menyesatkan aku dari peringatan (Al-Qur’an) setelah peringatan itu datang kepadaku. Dan setan memang selalu meninggalkan manusia (di saat kesesatan).” (QS. Al-Furqan: 28–29)
Teman-teman yang sekarang engkau bersenang-senang bersamanya dalam kemungkaran, mereka akan menjadi musuhmu di hari akhir kelak. Hanya akan ada penyesalan, dan penyesalan itu tidak akan berguna. Orang yang engkau jadikan teman adalah cerminan agamamu, Rasulullah shallallahu `alaihi wasallam bersabda,
الْمَرْءُ عَلَى دِينِ خَلِيلِهِ، فَلْيَنْظُرْ أَحَدُكُمْ مَنْ يُخَالِلُ
“Seseorang tergantung pada agama (cara hidup) teman dekatnya. Maka hendaklah salah seorang di antara kalian memperhatikan siapa yang ia jadikan sebagai teman.” (HR. Abu Dawud no. 4833, at-Tirmidzi no. 2378, dinilai hasan oleh at-Tirmidzi dan dinilai sahih oleh al-Albani)
Dan sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam,
إِنَّمَا مَثَلُ الْجَلِيسِ الصَّالِحِ، وَالْجَلِيسِ السَّوْءِ، كَحَامِلِ الْمِسْكِ، وَنَافِخِ الْكِيرِ، فَحَامِلُ الْمِسْكِ، إِمَّا أَنْ يُحْذِيَكَ، وَإِمَّا أَنْ تَبْتَاعَ مِنْهُ، وَإِمَّا أَنْ تَجِدَ مِنْهُ رائحة طَيِّبَةً، وَنَافِخُ الْكِيرِ، إِمَّا أَنْ يُحْرِقَ ثِيَابَكَ، وَإِمَّا أَنْ تَجِدَ رِيحًا منتنة
“Perumpamaan teman yang baik dan teman yang buruk adalah seperti penjual minyak wangi dan pandai besi. Penjual minyak wangi bisa memberimu minyak wangi, atau kamu bisa membeli minyak wangi darinya, atau setidaknya kamu mendapat bau harum darinya. Sedangkan pandai besi, ia bisa membakar pakaianmu, atau kamu mendapatkan bau busuk darinya.” (HR. Bukhari no. 2101 dan Muslim no. 2628)
Lantas, teman seperti apa yang engkau inginkan? Surga itu mahal, tidak bisa dibeli dengan canda gurau dan kesenangan. Seorang mukmin dimasukkan ke surga karena rida Allah, maka carilah rida Allah itu dengan ketaatan dan menghindari maksiat. Dan hal ini bukanlah sesuatu yang mudah, engkau butuh orang-orang dan teman-teman yang engkau dan mereka saling menguatkan satu sama lain sehingga engkau dapat istikamah dalam ketaatan.
***
Penulis: Norma Melani Khaira
Artikel Muslimah.or.id