Dari Ibrahim bin Isa dari Abdullah bin Mas’ud radhiyallahu ‘anhu dia berkata:
“Jadilah kalian sumber-sumber ilmu, pelita petunjuk, penerang malam hari, hati yang baru (bagus), dan pakaian usang (tak mencolok). kalian dikenali para penghuni langit, namun kalian tidak dikenal para penghuni bumi”. ( Shifatush Shofwah, I / 415 ).
Adalah Ibnul Mubarak, seorang yang tak suka mengekspos perbuatannya karena ketika amal shalih secara vulgar dipamerkan akan bisa merusak keikhlasan. Suatu saat, dia melunasi hutang seorang pemuda senilai 10 ribu dirham, tanpa diketahui si pemilik hutang.
Abduh bin Sulaiman Al- Hawarzy berkata, “ Kami bersama Abdullah bin Al-Mubarak dalam suatu detasemen pasukan wilayah Romawi, kemudian kami berhadapan dengan musuh, ketika kedua pasukan berhadap-hadapan ada seorang dari pihak musuh yang maju ke depan, menantang duel satu lawan satu. Setiap orang yang melawannya dapat dibunuhnya, kemudian ada seorang dari pasukan muslimin yang keluar menghadapinya dan berhasil membunuh prajurit yang tadinya tangguh itu. Maka orang-orang berhamburan menghampiri prajurit dari muslimin yang dapat membunuh prajurit musuh yang tangguh itu yang ternyata dia menutupi mukanya dengan kain lengannya. Aku termasuk orang yang ikut berkerumun. Setelah kain lengannya dapat kusingkap ternyata dia adalah Abdullah bin Al-Mubarak. Maka dia berkata kepadaku, “Engkau wahai Abu Amr adalah orang yang telah membuka aibku”( Tarikh Baghdad, 10 / 167 ).
Dua teladan nyata diatas mengindikasikan bahwa menyembunyikan amalan dihadapan manusia, merupakan langkah cerdas dalam menghindari riya’ atau menjauhi popularitas agar dipuji manusia. Ini sebuah rahasia tersembunyi antara seorang hamba dengan Rabbnya. Terkadang kita sering melihat orang yang sepertinya biasa-biasa saja dalam beribadah, atau secara dhahir amalan sholatnya, atau membaca Al-Qur’annya nyaris sama dengan orang lain, namun dibalik itu, sejatinya dia disaat sendiri begitu bersemangat beramal shalih. Faktor keikhlasan dan niat yang harusnya keridhaan Allah yang dicari, terkadang dalam prakteknya sering ternodai oleh hawa nafsu seperti demi harta, tahta atau agar dijuluki orang ‘alim. Disinilah perlu sinkron antara hati yang ikhlas karena Allah dengan amalan dhahir yang dilakukannya.
Ibnul Jauzy rahimahullah berkata, “Demi Allah , saya sudah sering melihat orang yang banyak mengerjakan shalat dan puasa, tidak banyak bicara, tampak khusyuk pada dirinya, pakaiannya apa adanya. Sementara saya melihat orang lain mengenakan pakaian bagus dan tidak mencerminkan kekhusyukan dalam dirinya, namun hatinya mekar bersama cintanya, yang ternyata dia banyak menyembunyikan amalnya. Maka siapa yang membaguskan amal-amal yang disembunyikan, tentu dia akan menuai kemuliaan dan Allah menundukkan hati manusia lainnya karena kebaikan dirinya. Demi Allah itu semua sesungguhnya ada pada rahasia-rahasia amal. Jika amal-amal yang semestinya dirahasiakan ini menjadi rusak, maka tidak ada manfaat yang dapat diambil ”. (Shaidul Khathir, Ibul Jauzy, hal 192 ).
Sebagai hamba Allah tentunya kita ingin yang terbaik dalam beramal. Amal shaleh atau ibadah yang termasuk syiar Islam, maka itu perlu ditampakkan. Contohnya: Shalat berjama’ah di masjid bagi kaum laki-laki, shalat ied, menyembelih hewan kurban dan ibadah lainnya yang memang ada dalilnya perlu dilakukan terang-terangan. Dan kunci sukses agar amal tak sia-sia, tak lain adalah ikhlas ketika sendirian, lebih-lebih ketika dihadapan manusia.
——
* Koreksi Dzikir Jama’ah M. Arifin Ilham, Abu Amsaka, Jakarta 2003 M.
Artikel muslimah.or.id