Telah berlalu pembahasan mengenai definisi ilmu dan ketamaan menuntut ilmu. Selanjutnya akan disampaikan hukum menuntut ilmu dan hal-hal yang diperlukan dalam menuntut ilmu.
Hukum Menuntut ilmu
Syaikh Ibnu Al-Utsaimin berkata bahwa menuntut ilmu hukumnya berderajat-derajat, di antaranya:
1. Yang hukumnya fardhu, ini di bagi dua :
- Wajib ‘ain. Para ulama berbeda-beda ungkapan dalam mendefinisikannya. Ada yang menyatakan: semua ilmu yang keimanan seseorang tidak sah kecuali dengan menuntut ilmu tersebut, contohnya: ilmu tauhid. Ada pula yang menyatakan: mempelajari amalan yang setiap hari yang wajib kita lakukan, contohnya: shalat, wudhu. Hakikatnya kedua makna dari dua definisi di atas adalah sama.
- Fardhu kifayah. Setiap ilmu yang masuk dalam kaidah: “Semua yang tidak sempurna sebuah kewajiban kecuali dengan menuntut ilmu tersebut”. Contoh: belajar bahasa Arab dan ishul fiqih untuk memahami Al-Qur’an.
2. Yang hukumnya Mubah
Pada asalnya ilmu dunia hukumnya mubah. Namun, ilmu dunia bisa menjadi fardhu kifayah apabila sebuah kewajiban tidak sempurna kecuali dengan mempelajari ilmu dunia. Contoh: kita beribadah, beribadah butuh kesehatan karena ketika sakit terkadang tidak khusyu’. Oleh karena itu, untuk sehat butuh kepada orang yang belajar tentang kesehatan.
3. Yang hukumnya Haram
Contohnya: Ilmu sihir, santet.
4. Yang hukumnya Makruh
Ilmu-ilmu yang tidak bermanfaat .
Perkara-perkara yang sangat dibutuhkan oleh penuntut ilmu
Berkata Imam Syafi’i, “Saudaraku kamu tidak akan bisa meraih ilmu kecuali dengan enam perkara, akan aku kabarkan kepadamu secara terperinci…”
1. Kecerdasan
Kita butuh kecerdasan untuk memahami ilmu, dan tidak ada satupun ulama yang idiot, semua ulama jenius. Ibnu Abil Izz dalam Syarah Aqidah Thawawiyah mengatakan: Semakin cerdas seseorang, semakin wajib menuntut ilmu.
Sayang sekali banyak kaum muslimin tidak memanfaatkan kecerdasannya. Kecerdasan mereka hanya digunakan untuk hal-hal yang tidak bermanfaat. Hafal nama-nama lagu, nama-nama negara. Tapi ditanya siapa Imam Bukhari? Siapa Imam Syafi’i? Mereka tidak tahu.
2. Semangat
Orang yang tidak semangat menuntut ilmu, dia tidak akan bisa meraih ilmu. Sebagian ulama mengatakan, ilmu berkata kepada orang yang menuntutnya, “Berikan semua kesungguhan kamu untuk mencariku maka akan aku berikan kepadamu setengahnya saja.”
Semangat butuh kepada keikhlasan, orang yang ikhlas insyallah dia akan semangat menuntut ilmu. Orang yang betul-betul paham manfaat menuntut ilmu maka dia akan semangat menuntut ilmu. Orang yang malas menuntut ilmu, itu karena belum merasakan manisnya ilmu.
Pernah Imam Syafi’i ditanya murid-muridnya? Bagaimana keadaanmu ketika menuntut ilmu? Kata Imam Syafi’i: Seperti seorang ibu yang mencari anak yang hilang satu-satu.
Para ulama hampir seluruh waktunya digunakan untuk menuntut ilmu. Mereka adalah orang-orang yang pelit terhadap waktu. Karena ingin mendapat shaf terdepan, sampai mereka pergi ke majelis ta’lim lari-lari. Syu’bah bin Hajaj berkata: “Dahulu di zaman kami tidak ada yang suka lari-lari di waktu pagi kecuali dua orang, yang pertama penuntut ilmu yang kedua orang gila”. Mereka berani berjalan ribuan kilometer untuk mendapatkan ilmu. Jabir bin Abdillah pergi ke Syam untuk bertemu Abdullan bin Unaysah hanya untuk mendapat satu hadits. Sesampai di Syam, diketuknya pintu, setelah mendapat satu hadits beliau pulang lagi ke Madinah.
Bakr bin Abdullah berkata, “Barangsiapa yang tidak melakukan perjalanan dalam mencari ilmu untuk mencari guru dan mendapatkan ilmu dari mereka, maka dia tidak akan pernah mencapai tujuannya untuk mendapatkan ilmu.”
Kita yang hidup di zaman ini dengan kelengkapan fasilitas dan dukungan teknologi canggih tapi produktivitas kita jauh tertinggal dengan para ulama kita yang hidup ratusan tahun sebelum kita?
Jawabannya, pertama: produktivitas ulama dulu hasil dari keikhlasan dalam menuntut ilmu. Kedua, rasa takut kepada Allah. Ketiga, produktivitas ulama dulu berasal dari kecintaan mereka terhadap ilmu.
Maka dari itu para ulama berkata, kenapa ilmu di zaman dahulu lebih berkah daripada di zaman sekarang? Karena mereka begitu lelah menuntut ilmu, sedangkan keberkahan ilmu ditentukan lelah atau tidaknya seseorang dalam menuntut ilmu. Ilmu tidak akan bisa anda raih hanya sebatas bersenang-senang, bersantai-santai. Lihatlah Ibnu Katsir yang menulis buku di bawah lilin sampai pengelihatannya hilang di bawah lilin tersebut.
3. Kesungguhan
Allah memberikan kemudahan kepada kita. Sekarang untuk men-takhrij hadits tidak perlu berlelah-lelah. Dahulu Syaikh Albani mengatakan,“Saya mencari sebuah hadits saya periksa halaman demi halaman sampai tidak terasa sudah 10.000 halaman.”
Tapi di zaman sekarang Allah berikan kemudahan dengan adanya kumpulan kitab hadits seperti dalam Maktabah Syamilah. Masalahnya kemauan kita sudah hilang, seakan-akan sudah lenyap. Imam Bukhari ketika ditanya: Apa kunci hafalanmu bisa luar biasa? Jawabannya, “Dengan terus menerus mengulang dalam buku.” Rupanya itulah kunci Imam Bukhari hafalannya luar biasa. Masalahnya kesungguhan kita dalam menuntut ilmu itu kurang, karena begitulah jika seseorang belum merasakan manisnya menuntut ilmu.
4. Bekal
Butuh bekal untuk membeli buku, naik angkot, membeli bensin.
5. Bimbingan seorang ustadz
Kata para ulama, kita jangan sembarangan mencari ustadz, ada syaratnya:
- Orang yang ahli di bidangnya. Imam Nawawi: “Tidak baik bagi seorang penuntut ilmu untut menuntut ilmu kecuali kepada orang yang telah sempurna keahliannya.”
- Di atas aqidah yang benar. Rasulullah berkata: “Di antara tanda hari kiamat, ilmu di ambil dari as-shaghir.” Ada dua penafsiran Abdullah bin Mubarak berkata, as-shaghir adalah ahli bid’ah. Sebagian ulama menafsirkan, mereka adalah orang yang dangkal ilmunya walaupun usianya tua. Oleh karena itu, Abdullah bin Umar mewasiatkan: “Agamamu, jagalah… agamamu, jagalah. Sesungguhnya ia adalah darah dan dagingmu, ambil dari orang yang istiqomah dan lurus dan jangan ambil dari orang yang menyimpang.”
6. Waktu yang panjang
Dalam menuntut ilmu butuh waktu yang lama. Tidak mungkin didapatkan seorang da’i/ulama hanya karena daurah beberapa bulan saja. Al-Baihaqi berkata: ”Ilmu tidak akan mungkin didapatkan kecuali dengan kita meluangkan waktu”
Al Qadhi Iyadh ditanya: “Sampai kapan seseorang harus menuntut ilmu? Beliau menjawab: ”Sampai ia meninggal dan ikut tertuang tempat tintanya ke liang kubur.”
***
Referensi:
- Ibnu Qudamah Al-Maqdisy, Minhajul Qashidin.
- Abu Qa’qa’ Muhammad bin Shaih Au Abdillah, 102 Kiat Agar Semangat Menuntut Ilmu.
- DR. Bakr bin Abdullah, Syarah Hilyah Thalibil ‘Ilmi.
- Rekaman ceramah ustadz Abu Yahya Badrusalam,Lc berjudul Kiat Agar Semangat Belajar Agama.
- Artikel https://muslimah.or.id/manhaj/kiat-kiat-menuntut-ilmu.html
Penulis: Dwi Pratiwi
Artikel Muslimah.or.d