Sudahkah Anda punya mimpi dengan ilmu yang sedang Anda sekarang pelajari? Baik ilmu sains maupun agama.
Jika Anda tengah belajar bahasa Arab sekarang, sudahkah Anda punya mimpi tentangnya? Jika belum, buatlah sekarang juga karena jika seseorang telah berhasil membuat impian tentang ilmu yang sedang dipelajarinya, maka itulah awal kesuksesannya.
Kalau kita belajar karena sekadar ikutan-ikutan atau pun karena sedang banyak diminati orang, maka ketika sudah tidak diminati lagi, habislah cerita kita belajar.
Kalau kita belajar karena sekadar dorongan orang, “orang tua saya mau saya belajar ini, maka saya belajar ini”. Maka ketika orang tua meninggal, habislah cerita kita belajar tentang ilmu tersebut.
Oleh karena itu, jika kita hendak kuliah, langkah pertama yang dilakukan adalah membuat mimpi terkait ilmu yang kita pelajari di bangku kuliah.
Kemudian langkah kedua, ilmu itu tidak didapat dengan cara tidur.
Tidak ada ilmu yang ujug-ujug (tiba-tiba). Tidak ada yang tiba-tiba menjadi ulama atau profesor ketika bangun tidur. Ilmu apapun itu pasti didapat dengan pengorbanan dan susah payah. Berbagai eksperimen, percobaan gagal.
Untuk menjadi seorang ilmuwan, jatuh bangun itu biasa dialami. Tidak langsung tiba-tiba menjadi ilmuwan, begitu pun dengan ulama.
Imam Nawawi –rahimahull?h– menjadi ulama besar ketika berusia kurang lebih 40 tahun. Akan tetapi tahukah Anda bahwa selama 16 tahun beliau tidak pernah tidur dengan berbaring? Tidurnya beliau hanyalah ketika beliau duduk sedang membaca kemudian tertidur.
Imam Ahmad –rahimahull?h– sampai kencing darah ketika sedang belajar karena saking lamanya duduk serta kurang minum, puasa, dan macam-macam. Namun semua itu terlupakan ketika beliau sudah sukses.
Biasanya, orang-orang hanya sekadar melihat “Kiat atau Tips Sukses” namun untuk proses mendapatkan kiat tersebut jarang dilihat dan diambil pelajaran.
Prosesnya itu berat maka jangan dikira bahwa ilmu itu akan didapat dengan cara berleha-leha.
Yahya Ibnu Abi Katsir mengatakan: “Ilmu itu tidak diperoleh dengan berleha-leha tapi dengan perjuangan.”
Langkah ketiga, Ilmu itu tidak akan terasa enaknya apabila tidak membayangkan hasil manisnya.
Jadi dokter itu apa enaknya coba? Liat darah, kotoran, penyakit yang menjijikan dan mengerikan. Akan tetapi ketika orang melihat hasilnya (misal: uangnya banyak), maka diminati banyak orang.
Oleh karena itu, tidak masalah apabila dalam menimba ilmu, kita membayangkan hasil manisnya. “Saya akan demikian, saya akan punya ini”. Itu suatu hal yang wajar, manusiawi.
Seperti halnya kata pepatah di Indonesia: “Berakit-rakit ke hulu, berenang-renang ke tepian.”
Jadi bersakit-sakit dahulu baru bersenang-senang. Apabila cuma bersakit-sakit saja terus tanpa kesenangan, adakah yang mau? Adakah yang siap sengsara seumur hidup? Tentunya ingin ada saatnya kita istirahat, menikmati hasil usaha kita selama ini.
Misal, dalam belajar bahasa Arab. Apa untungnya mempelajari bahasa Arab? Tentunya bisa memahami Al Qur’an dan Hadits, tidak bisa dibodoh-bodohi orang tentang agama sendiri serta tidak disesat-sesatkan
All?hu a’lam
———————————————————————————————-
Referensi: Rekaman kajian “Bismillah, Aku Kuliah” bersama Dr. Arifin Badri dan Ir. Wahyudi, MT –hafizhahumallaah–, Ahad 9 Sept 2012 di Masjid Kampus Politeknik Negeri Semarang
Artiklel muslimah.or.id