Sebuah harian ibu kota lebih dari sepuluh tahun silam pernah melansir sebuah berita heboh. Bukan sekedar praktek prostitusi terselubung, namun fenomena kawin kontrak alias nikah mut’ah yang cukup marak di kalangan mahasiswa di perguruan tinggi swasta di Yogyakarta.
“Kawini aku, kau kukontrak”, begitulah judul artikel yang menguak betapa kontroversialnya nikah ala mut’ah, tanpa saksi dan wali serta hanya diketahui oleh sesama pengikut Syi’ah. Menurut pengetahuan salah seorang responden, nikah model Syi’ah membuat kebutuhan batin mereka terpenuhi! Bahkan mereka menganggap pernikahan sah, dan tidak melanggar agama!
Penulis pernah membaca sebuah kisah dalam suatu majalah tentang seorang akhwat bercadar yang didiagnosa terkena penyakit kelamin -seperti gonore- lantaran sering berganti-ganti patner seks alias kawin mut’ah. Sang wanita tak menyangka jika penyakit akut ini disebabkan seringnya menjalani kawin kontrak, karena ia menganggap halalnya nikah mut’ah. Lantas apa advis dokter kepada mahasiswi tersebut? Tak lain hanyalah agar dia menghentikan petualangan seksnya, karena itulah terapi terbaik.
Beberapa waktu lalu, seorang teman pernah bercerita tentang gencarnya aliran Syi‘ah di dunia maya, seakan mut’ah menjadi ikon utamanya untuk menaikkan pamor dan popularitas dalam merekrut kawula muda. Suami wanita tersebut pernah ditawari kawin kontrak oleh seorang wanita ketika berselancar di dunia maya. Apa jawaban pria itu ketika diajak bersenang-senang dengannya? Dengan penuh antusias, ia menolak tawaran menggiurkan itu dengan mengatakan, “Cantik-cantik, tapi pipisnya berdarah”. Akhirnya dia meradang lantaran cintanya bertepuk sebelah tangan.
Wahai para pecinta kebenaran hakiki, janganlah tertipu dengan Syi’ah karena hakekatnya Syi’ah bukanlah bagian dari Islam. Islam sangatlah menghormati Abu Bakar Ash-Shidiq dan Umar bin Khathab, sementara Syi’ah mencaci habis keduanya. Mereka melaknat Aisyah istri Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, padahal Islam mensucikannya. Al-Qur’an adalah Kalamullah, sedangkan Syi’ah mengubah-ubah Al-Qur’an dan menganggap imam-imamnya maksum tanpa dosa. Begitu nyata perbedaan dari segi aqidah, ibadah, maupun akhlaq. Hanya mereka yang tak berakallah yang memandang Syi’ah sebagai mazhab kelima dalam Islam.
Abdullah bin Saba’ bukanlah tokoh fiktif yang hanya ada dalam kitab klasik. Akan tetapi, di era hiwari ini, Syi’ah telah menjadi mainstream politik dan idiologi yang terorganisir rapi, yang tujuan utamanya adalah menjadikan Syi’ah sebagai pemimpin dunia. Mereka memerangi Ahlussunah yang berupaya menjadikan Islam dan Sunnah menjadi pedoman hidup.
Perang pemikiran (ghazhul fikri), tragedi berdarah, kudeta militer, dan kerusuhan, baik di Suriah, Yaman, Indonesia, dan berbagai negara seringkali tak lepas dari skenario Syi’ah dalam rangka membasmi Ahlussunnah.
Persaksikanlah, Syi’ah adalah sesat dan musuh yang harus dijauhi dan dibasmi. Tak ada kata terlambat untuk bersatu padu menegakkan panji-panji tauhid, berupaya menjauhi syirik, dan semakin mencintai Sunnah. Islam itu tinggi, tak ada yang menandingi.
—-
Penyususun: Isruwanti Ummu Nashifah
Muraja’ah: Ustadz Ammi Nur Baits
Artikel Muslimah.or.id