Sebuah tulisan di blog muslimah menyatakan,
“Kalau kita kembalikan kepada aturan asalnya, yang namanya nafkah itu lebih merupakan ‘gaji’ atau honor dari seorang suami kepada istrinya. Sebagaimana ‘uang jajan’ yang diberikan oleh seorang ayah kepada anaknya.
Adapun kebutuhan rumah tangga, baik untuk makan, pakaian, rumah, listrik, air, sampah dan semuanya, sebenarnya di luar dari nafkah suami kepada istri. Kewajiban mengeluarkan semua biaya itu bukan kewajiban istri, melainkan kewajiban suami”
Inti dari tulisan tersebut menyatakan bahwa yang disebut nafkah dari suami kepada istri adalah pemberian suami di luar pemenuhan kebutuhan rumah, makan, pakaian dan turunannya yang bebas digunakan istri sesuai keinginannya. Dan menurut tulisan ini, nafkah dari suami adalah sebagaimana uang jajan dari orang tua kepada anaknya.
Sanggahan untuk pernyataan ini, terdiri dari beberapa poin:
1. Nafkah suami kepada istri adalah kewajiban, dan berdosa jika tidak menunaikannya
Banyak dalil yang menunjukkan wajibnya seorang suami memberi nafkah kepada istri. Allah Ta’ala berfirman:
الرِّجَالُ قَوَّامُونَ عَلَى النِّسَاءِ بِمَا فَضَّلَ اللَّهُ بَعْضَهُمْ عَلَى بَعْضٍ وَبِمَا أَنْفَقُوا مِنْ أَمْوَالِهِمْ
“Kaum laki-laki itu adalah pemimpin bagi kaum wanita, oleh karena Allah telah melebihkan sebahagian mereka (laki-laki) atas sebahagian yang lain (wanita), dan karena mereka (laki-laki) telah menafkahkan sebagian dari harta mereka” (QS. An Nisa: 34).
Imam Ibnu Katsir menjelaskan ayat ‘dan karena mereka (laki-laki) telah menafkahkan sebagian dari harta mereka‘: “yaitu berupa mahar, nafkah dan tanggungan yang Allah wajibkan kepada para lelaki untuk ditunaikan terhadap istri mereka” (Tafsir Ibnu Katsir, 2/292).
Allah Ta’ala juga berfirman:
لِيُنفِقْ ذُو سَعَةٍ مِنْ سَعَتِهِ وَمَنْ قُدِرَ عَلَيْهِ رِزْقُهُ فَلْيُنفِقْ مِمَّا آتَاهُ اللَّهُ لاَ يُكَلِّفُ اللَّهُ نَفْساً إِلاَّ مَا آتَاهَا سَيَجْعَلُ اللَّهُ بَعْدَ عُسْرٍ يُسْراً
“Hendaklah orang yang mampu memberi nafkah menurut kemampuannya. Dan orang yang disempitkan rezekinya hendaklah memberi nafkah dari harta yang diberikan Allah kepadanya. Allah tidak memikulkan beban kepada seseorang melainkan (sekedar) apa yang Allah berikan kepadanya. Allah kelak akan memberikan kelapangan sesudah kesempitan” (QS. Ath Thalaq: 7).
Syaikh Muhammad bin Muhammad Mukhtar Asy Syanqithi mengatakan, “Para ulama menyatakan, dalam ayat yang mulia ini, ada 2 perkara penting:
- Wajibnya nafkah, yaitu dalam kalimat لِيُنفِقْ. Sehingga memberi nafkah pada istri hukumnya wajib.
- Nafkah dikaitkan dengan keadaan si suami. Jika suami adalah orang kaya, sesuai dengan apa yang Allah karuniakan baginya dari kekayaannya. Jika suami miskin, maka semampunya sesuai dengan apa yang Allah berikan padanya dalam kondisi miskin tersebut” (Sumber: website pribadi syaikh Muhammad Asy Syanqithi).
Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam juga bersabda:
كفى بالمرء إثما أن يضيع من يقوت
“Cukuplah seseorang dikatakan berdosa jika ia menyia-nyiakan orang yang menjadi tanggungannya” (HR. Abu Daud 1692, Ibnu Hibban 4240, dihasankan oleh Al Albani dalam Shahih Abi Daud).
Maka wajib hukumnya seorang suami memberi nafkah kepada istrinya dan keluarganya, dan bila itu tidak dilaksanakan maka ia berdosa.
Dari sini bisa kita ambil faidah, bahwa penyataan “nafkah dari suami adalah sebagaimana uang jajan” memiliki konsekuensi bahwa suami yang tidak memberikan istrinya “uang jajan” berarti ia belum memberikan nafkah kepada istri, belum menunaikan kewajibannya dan ia berdosa. Tentu ini adalah konsekuensi yang berat jika tidak didukung oleh dalil syar’i.
2. Definisi nafkah istri secara syar’i adalah kebutuhan pokok dan umumnya berupa quut (makanan pokok), pakaian, tempat tinggal dan turunan-turunannya
Setelah mengetahui wajibnya nafkah suami kepada istri, kita telaah apa yang dimaksud nafkah. Nafkah atau an nafaqah secara bahasa artinya pengeluaran. Dalam kitab Al Fiqhul Muyassar (1/337) dijelaskan,
“An Nafaqah secara bahasa diambil dari dari kata al infaq, yang pada dasarnya bermakna: pengeluaran. Dan kata al infaq ini tidak digunakan kecuali dalam hal yang baik”.
Maka semua jenis pengeluaran harta itu secara bahasa dapat disebut infaq atau nafaqah, termasuk pula pengeluaran harta seorang suami untuk istrinya.
Sedangkan, makna nafaqah secara istilah (dan ini yang kita bahas), para ulama mendefinisikan sebagai berikut. Dalam Majma’ Al Anhar (1/484), kitab fiqih Hanafi, disebutkan definisi nafaqah:
مَا يَتَوَقَّفُ عَلَيْهِ بَقَاءُ شَيْءٍ مِنْ نَحْوِ مَأْكُولٍ وَمَلْبُوسٍ وَسُكْنَى
“Sesuatu yang keberlangsungan sesuatu ditegakkan di atasnya, semisal makanan, pakaian dan tempat tinggal”.
Dalam Fathul Qadir Ibnu Hammam (4/287) disebutkan juga definisi nafaqah,
الْإِدْرَارُ عَلَى الشَّيْءِ بِمَا بِهِ بَقَاؤُهُ
“Menyediakan untuk sesuatu yang bisa membuatnya tetap ada dan berlangsung”.
Dalam Ad Durr Al Mukhtar, kitab fiqih Syafi’i, disebutkan:
هِيَ الطَّعَامُ وَالْكُسْوَةُ وَالسُّكْنَى
“Nafaqah adalah makanan, pakaian dan tempat tinggal” (dinukil dari Ar Raddul Mukhtar, 3/572).
Dalam Al Fiqhul Muyassar (1/337) juga disebutkan:
وشرعاً: كفاية من يَمُونُه بالمعروف قوتاً، وكسوة، ومسكناً، وتوابعها
“Secara syar’i, nafaqah artinya memberikan kecukupan kepada orang yang menjadi tanggungannya dengan ma’ruf berupa quut (makanan pokok), pakaian, tempat tinggal dan turunan-turunan dari tiga hal tersebut”.
Jika kita telaah perkataan para ulama, maka kita akan dapati mereka mendefinisikan bahwa nafkah itu tidak lepas dari 2 hal:
- Nafkah adalah sesuatu yang membuat pihak yang diberi nafkah tetap eksis. Maka nafkah untuk istri adalah memberikan sesuatu (sebab) yang membuat istri tetap hidup, tetap sehat dan tergaja sebagaimana mestinya manusia. Dengan kata lain, nafkah bisa kita sebut dengan kebutuhan primer.
- Nafkah pada umumnya berupa tiga hal: makanan, pakaian, dan tempat tinggal. Yang tiga hal ini berdasarikan dalil syar’i dan juga disepakati setiap orang yang berakal merupakan kebutuhan primer manusia.
Maka, memaknai nafkah sebagai “uang jajan” sama sekali tidak sesuai dengan definisi nafkah yang disebutkan para ulama. Karena “uang jajan” bukanlah kebutuhan primer.
3. Batasan nafkah diperselisihkan ulama, namun belum diketahui adalah ulama yang menyebutkan “uang jajan” sebagai bentuk dari nafkah
Telah disebutkan bahwa pada umumnya para ulama menyebutkan nafkah mencakup tiga hal: makanan, pakaian, dan tempat tinggal. Abu Ishaq Al Hambali dalam Al Mubdi’ ketika menjelaskan nafkah beliau berkata:
فلها عليه جميع حاجتها من مأكول ومشروب وملبوس ( ومسكنها )
“Maka wajib bagi suami untuk memenuhi semua kebutuhan istrinya berupa makanan, minuman, pakaian dan tempat tinggal”.
Dan inilah yang ditunjukkan oleh dalil-dalil syar’i.
1. Nafkah makanan & 2. Nafkah pakaian
Berdasarkan sabda Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam:
ولهنَّ عليكم رزقُهن وكسوتُهنَّ بالمعروفِ
“Wajib bagi kalian (para suami) memberikan rizki (makanan) dan pakaian dengan ma’ruf kepada mereka (para istri)” (HR. Muslim 1218).
Juga hadits yang diriwayatkan dari Mu’awiyah Al Qusyairi:
قلت: يا رسول الله! ما حقُّ زوجة أحدِنا عليه؟ قال: أن تُطعِمَها إِذا طَعِمْت، وتَكْسُوَها إِذا اكتسيت، ولا تضربَ الوجه، ولا تُقَبِّحَ، ولا تهجرَ إِلا في البيت
“Aku berkata: ‘wahai Rasulullah, apa saja hak istri yang wajib kami tunaikan?’. Beliau bersabda: ‘engkau beri ia makan jika engkau makan, engkau beri ia pakaian jika engkau berpakaian, dan jangan engkau memukul wajahnya, jangan mencelanya, dan jangan memboikotnya kecuali di rumah‘” (HR. Abu Daud 2142 dihasankan Al Albani dalam Adabuz Zifaf, 208).
3. Nafkah tempat tinggal
Allah Ta’ala berfirman:
أَسْكِنُوهُنَّ مِنْ حَيْثُ سَكَنْتُمْ مِنْ وُجْدِكُمْ
“Tempatkanlah mereka (para isteri) di mana kamu bertempat tinggal menurut kemampuanmu” (QS. Ath Thalaq: 6).
Ayat ini membahas mengenai wanita-wanita yang ditalak, Allah perintahkan para suami untuk tidak mengeluarkan mereka dari rumahnya hingga habis masa iddah. Namun para ulama mengambil istinbath dari ayat ini bahwa wajib bagi suami untuk memberikan tempat tinggal bagi istrinya sesuai dengan kemampuannya (Al Mausu’ah Al Fiqhiyyah Syaikh Husain Al Awaisyah, 5/181).
Namun para ulama berselisih pendapat mengenai kadar dari masing-masing tiga hal ini. Berapa kadar makanan yang wajib, berapa pakaian yang mesti diberikan, dan bagaimana kadar minimal tempat tinggal yang wajib? Para ulama khilaf. Namun yang tepat insya Allah, batasan semua ini kembali kepada ‘urf (adat kebiasaan) daerah masing-masing. Dalam Mausu’ah Fiqhiyyah Durarus Saniyyah (3/150) dikatakan:
نفقة الزوجة واجبة على زوجها من مأكل، ومشرب، وملبس، ومسكن ونحو ذلك بما يصلح لمثلها، وذلك يختلف باختلاف أحوال البلاد والأزمنة، وحال الزوجين وعاداتهما
“Nafkah wajib untuk istri berupa makanan, pakaian dan tempat tinggal dan yang semisal itu yang urgensinya setara. Dan hal ini berbeda-beda tergantung pada keadaan negeri dan zaman, juga tergantung keadaan kedua suami-istri dan adat kebiasaan mereka berdua”.
Demikian juga, sebagian ulama menyebutkan beberapa hal lainnya selain tiga hal ini, yang dikategorikan termasuk nafkah. Dalam kitab Raudhatut Thalibin (9/40-52) disebutkan 6 hal yang termasuk nafkah:
- Ath Tha’am (makanan pokok)
- Al ‘Udm dan sejenisnya (makanan yang menemani makanan pokok; lauk-pauk)
- Al Khadim (pembantu)
- Al Kiswah (pakaian)
- Alaatut tanazhuf (alat-alat kebersihan)
- Al Iskan (tempat tinggal)
Namun yang tepat, sebagaimana sudah dijelaskan, batasan cakupan nafkah ini kembali kepada ‘urf (adat kebiasaan). Semisal jika memang adat setempat menganggap pembantu adalah hal yang wajib disediakan suami sebagai nafkah, maka wajib baginya menyediakan pembantu, sesuai dengan kemampuannya.
Dan kami belum pernah mendengar atau membaca pernyataan ulama bahwa “uang jajan” atau yang semakna dengan itu sebagai bentuk nafkah.
4. Pemberian suami selain dari nafkah adalah bentuk sedekah yang paling afdhal
Setelah memahami makna dan batasan nafkah, perlu kita tekankan bahwa bukan berarti suami tidak perlu memberikan hal lain kepada istrinya selain nafkah yang wajib. Jadi, bukan berarti “uang jajan” tidak perlu diberikan kepada istri. Bahkan pemberian di luar nafkah yang wajib merupakan sedekah yang paling afdhal. Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam bersabda:
أربعةُ دنانيرَ : دينارٌ أعطيتَه مسكينًا ، دينارٌ أعطيتَه في رقبةٍ ، دينارٌ أنفقتَه في سبيلِ اللهِ ، و دينارٌ أنفقتَه على أهلِك ؛ أفضلُها الذي أنفقتَه على أهلِك
“Empat jenis dinar: dinar yang engkau berikan kepada orang miskin, dinar yang engkau berikan untuk membebaskan budak, dinar yang engkau infakkan di jalan Allah, dan dinar yang engkau infakkan untuk keluargamu, yang paling afdhal adalah yang engkau infakkan untuk keluargamu” (HR. Al Bukhari dalam Adabul Mufrad 578, dishahihkan Al Albani dalam Shahih Adabil Mufrad).
Maka seorang suami sangat dianjurkan memberikan sedekah kepada keluarganya, terutama yang dapat menunjang keshalihan dan kebaikan keluarganya. Suami memberikan mereka buku-buku bermanfaat, alat-alat belajar, pakaian-pakaian tambahan, kendaraan, dan sebagainya. Termasuk juga “uang jajan” yang bisa digunakan oleh sang istri untuk kebutuhannya, ini merupakan sedekah yang afdhal. Tentunya sesuai dengan kemampuan suami dan tanpa berlebih-lebihan.
5. Berbicara masalah agama dengan dalil dan pemahaman para ulama, tidak dengan logika dan hawa nafsu
Sangat disayangkan tulisan dari blog tersebut, dari awal hingga huruf terakhir, tidak menyebutkan satu dalil pun yang melandasi pernyataannya. Sehingga terkesan hanya mengedepankan logika dan opini semata. Padahal berbicara agama tidak layak hanya berdasarkan logika dan opini, semua mesti dikembalikan kepada dalil Al Qur’an dan As Sunnah. Allah Ta’ala berfirman:
فَإِنْ تَنَازَعْتُمْ فِي شَيْءٍ فَرُدُّوهُ إِلَى اللَّهِ وَالرَّسُولِ إِنْ كُنْتُمْ تُؤْمِنُونَ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الْآخِرِ ذَلِكَ خَيْرٌ وَأَحْسَنُ تَأْوِيلًا
“Jika kamu berlainan pendapat tentang sesuatu, maka kembalikanlah ia kepada Allah (Al Qur’an) dan Rasul (sunnahnya), jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan hari kemudian. Yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya.” (QS. An Nisa: 59).
Allah ta’ala juga berfirman,
فَلاَ وَرَبِّكَ لاَ يُؤْمِنُونَ حَتَّى يُحَكِّمُوكَ فِيمَا شَجَرَ بَيْنَهُمْ ثُمَّ لاَ يَجِدُوا فِي أَنْفُسِهِمْ حَرَجًا مِمَّا قَضَيْتَ وَيُسَلِّمُوا تَسْلِيمًا
“Maka demi Rabbmu, mereka tidaklah beriman sampai mereka menjadikanmu (Muhammad) sebagai hakim di dalam perkara yang mereka perselisihkan, kemudian mereka tidak mendapati pada diri mereka rasa keberatan terhadap apa yang kamu putuskan, dan mereka menerima dengan sepenuhnya” (QS. An-Nisaa: 65).
Dan Allah ta’ala juga melarang hamba-Nya berbicara agama tanpa ilmu:
“Katakanlah: “Tuhanku hanya mengharamkan perbuatan yang keji, baik yang nampak ataupun yang tersembunyi, dan perbuatan dosa, melanggar hak manusia tanpa alasan yang benar, (mengharamkan) mempersekutukan Allah dengan sesuatu yang Allah tidak menurunkan hujjah untuk itu dan (mengharamkan) berkata-kata tentang Allah apa yang tidak kamu ketahui” (QS. Al A’raf: 33).
Terutama dalam mewajibkan atau mengharamkan sesuatu. Tidak hanya membutuhkan dalil, namun juga pemahaman yang benar dan penguasaan ilmu-ilmu alat untuk memahami dalil. Semoga ini bisa menjadi nasehat untuk kita semua.
Demikian risalah singkat ini, semoga bermanfaat. Semoga Allah memberikan hidayah-Nya kepada kita semua. Wallahu waliyyut taufiq was sadaad.
***
Penulis: Yulian Purnama
Artikel Muslimah.Or.Id
ALHAMDULILLAAH,,
Terimakasih atas penjelasannya ustaazd.
Makasih banget buat penjelasan nafkah nya ustadz, benar2 lengkap dan bersumber dari fiqih syar’i. Jadi tau can lega deh buat gambaran nanti klau udah nikah :). Barokallahu fiikum.
Assalamualaikum ustadz ,, saya mau bertanya ? Bagaimanakah kalau saya ( istri ) masih tinggal di rumah mertua dan Gajih suami di berikan kepada orang Tua nya untuk membeli bahan makanan ,,, sedangkan saya tidak mendapatkan Uang jajan …. apa itu bisa di sebut tidak menafkahi seorang istri ?
Terima kasih assalamualaikum :)
Wa’alaikumussalam, sudah kami jelaskan di atas, nafkah itu bukan uang jajan. Tapi sandang, pangan dan papan.
Jazakallahu khairan ya ustadz. Barakallahu fiikum
Assalmmualikum ustadz
Boleh betanya.suami saya kah suka dapet rezeki semisal 2jt tp dia hanya memberikan uang 200rb.itu pun untuk membayar hutang dan sisa y kadang di pake lain buat dia.apakah dari uang yg d berikan termasuk nafkah .temksh
Assalamualaikum ustadz
Saya mau bertanya ketika suami bilang tdak boleh lagi memakai uangnya untuk membeli kebutuhan lagi tetapi uangnya ada ditangan istri, dan ketika istri memakai uangny untuk membeli kebutuhan untuk hidup / makanan apakah makanan tersebut haram untuk anak dan istrinya makan
assalamualaikum…
saya mau tanyak.
apakah ada hak istri atas penghasilan suami apabila istri memintakkan dibelikkannya baju untuknya (baju untuk istri)…
karena ustadz.. saya mintak uang untuk belik baju, suami bilang kalau belikkan baju untuk istri bukan kewajiban suami….
terimakasih ustadz..
Assalamualaikum ustadz… Kalau warisan istri hanya 1/8. Nafkah nya hanya apa yang dia makan, dan yang dipakai. Kemudian suami meninggal. Maka istri seperti tidak memiliki apa2 ustadz… sedang kan selama hidup nya istri memilih mengurus rumah dan mendidik anak-anak nya. Ketika wanita lain bekerja dan mempunyai penghasilan sendiri. Bagaimana mana ustadz??? Kalau suami meninggal Saya merasa seperti terusir karna sedikit nya bagian istri. Mohon solusinya ustadz
Assalamu’alaikum ustadz
Bagaimana kalau terjadi perceraian, sedangkan selama pernikahan istri hanya dapat uang belanja untuk makan sehari hari, maka ketika terjadi perceraian, istri sama sekali tidak memiliki uang untuk kehidupan selanjutnya setelah pernikahannya berakhir
Kalau membaca tulisan ustadz terutama dalil2 yang menjadi dasarnya, inti dari pemberian nafkah itu sesuai kemampuan suami kan ya ustadz. Tapi yang masih menjadi pertanyaan besar bagaimana jika suami itu mampu berdasarkan pengetahuan istri dengan standar bisa menabung penghasilan bahkan dua kali lipat dari pengeluaran primer mereka, tabungan tersebut sampai bisa menjadi harta benda investasi seperti rumah, kendaraan, kebun dan tanah. Apakah menjadi milik suami semua? Apakah suami itu tidak termasuk kikir ketika semua menjadi milik suami, istri tidak diberikan apapun harta benda nya, hanya mendapatkan kebutuhan primer seperti yang disebutkan dalil2 di atas (pangan, sandang dan papan)? Bagaimana apabila istri merasa seperti tidak dihargai keringat nya di rumah dengan sikap suami tersebut? Apakah hadits ini ?Engkau beri dia makan jika engkau makan. Engkau beri dia pakaian jika engkau memiliki memiliki pakaian,? (HR Ahmad), tidak termasuk memberikan penghasilannya juga ketika suami memilikinya? Mohon pencerahannya, syukron
Assalamu’alaikum ustadz, mau bertanya. Jika suami meminta istrinya bekerja lalu saat istri dapat pekerjaan kemudian suami mengurangi jatah nafkah istrinya. Hukumnya bagaimana ustadz?
Assalamu’alaikum…
Apakah Nafkah jg Wajib diberikan kepada anak dari hasil perzinahan sementara ayah biologis dan ibu dari anak tersebut sudah Sah bercerai ??