Teks dan derajat hadis
صُومُوا يَوْمَ عَاشُورَاءَ، وَخَالِفُوا الْيَهُودَ، صُومُوا يَوْمًا قَبْلَهُ وَيَوْمًا بَعْدَهُ
“Puasalah pada hari ‘Asyura (10 Muharam), dan berbedalah dengan orang-orang Yahudi. Oleh karena itu, berpuasalah satu hari sebelumnya (9 Muharam) dan satu hari sesudahnya (11 Muharam).”
Dha’if. Yakni dengan tambahan lafaz “satu hari sesudahnya 11 Muharam” munkar.
Dikeluarkan oleh Imam Ahmad di Musnad-nya (1: 241), Husyaim berkata: Telah mengabarkan kepada kami Ibnu Abi Laila, dari Dawud bin Ali, dan bapaknya (yaitu Ali bin Abdullah bin Abbas), dari kakeknya, yaitu Ibnu Abbas, ia berkata: Telah bersabda Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam (seperti teks hadis di atas).
Saya (Ustadz Abdul Hakim bin Amir Abdat) berkata: Sanad hadis ini dha’if, Dawud bin Ali telah diterangkan di Taqrib (1: 233), “Maqbul!” Maksudnya, maqbul apabila ia mempunyai mutabi’ (rawi penguat). Jika tidak ada mutabi’-nya, maka riwayatnya menjadi lemah/dha’if sebagaimana telah dijelaskan sendiri oleh Al-Hafizh Ibnu Hajar di muqaddimah Taqrib-nya (1: 5) apa yang dimaksud dengan istilah “maqbul” menurut beliau.
Dan sepanjang pemeriksaan saya, memang tidak ada yang meriwayatkan hadis di atas dengan tambahan “satu hari sesudahnya” (yaitu sunah puasa pada tanggal 11 Muharam) selain Dawud bin Ali yang menyendiri dalam periwayatannya (tidak terdapat mutabi’nya). Dengan demikian -menurut takhrij kami- tambahan di atas dha’if. Wallahu a’lam.
Perhatian!
Hadis di atas menyatakan –dan biasa dijadikan sebagai dalil– sunah puasa pada tanggal 11 Muharam. Akan tetapi, karena riwayatnya dha’if, maka tidak sunah lagi mengamalkannya, bahkan hukumnya menjadi bid’ah. Yang sunah menurut hadis-hadis yang sahih ialah:
Pertama: Puasa pada hari ‘Asyura (tanggal 10 Muharam), riwayat Bukhari (2: 250) dan Muslim (3: 146-151).
Kedua: Atau puasa tanggal 9 Muharam (Riwayat Muslim, 3: 151).
Ketiga: Atau puasa pada tanggal 9 dan 10 Muharam.
***
Artikel Muslimah.or.id
Sumber: Diketik ulang dari buku Hadits-Hadits Dha’if dan Maudhu’, karya Ustadz Abdul Hakim bin Amir Abdat –hafizhahullah– hal. 59.