Tidak ada gading yang tak retak. Itulah kalimat pepatah yang mungkin paling layak untuk dijadikan prinsip ketika hendak menentukan pasangan. Bahkan terkadang masing-masing pihak bersih kukuh mempertahankan prinsip idealisme perfectionits, yang justru memperpanjang usia bujang.
Di sisi lain, ada juga pasangan yang menikah melalui proses ta’aruf yang sangat singkat atau proses ta’aruf dengan data yang sangat terbatas. Setelah layar terkembang, masing-masing saling mengenal sifat dan karakter pasangannya, muncullah berbagai permasalahan. Bahkan sampai ada yang merasa tertipu dengan pasangannya. Mungkin pernah kita jumpai ada suami yang mengembalikan istrinya kepada orang tuanya, karena merasa ada aib besar pada istrinya, dan sebaliknya.
Nah.., agar hal semacam ini tidak disikapi berlebihan, kita perlu tahu apa batasan aib dalam pernikahan, sehingga ketika aib ini tidak disebutkan dalam proses ta’aruf, masing-masing pihak berhak untuk memilih,apakah dilanjutkan ataukah berpisah.
Dalam Fatwa Islam, tanya jawab, dilayangkan sebuah pertanyaan, bahwa ada seorang wanita yang mengalami ovariectomy, apakah dia harus menceritakan kepada calon suami yang meminangnya?
Syaikh Muhamad Sholeh Al-Munajed menjelasakan:
Jika ovariectomy yang dia alami tidak menghalanginya untuk punya anak, karena ovarium yang lain masih berfungsi dengan baik maka dia tidak wajib memberitahukan lelaki yang meminangnya. Karena batasan aib dalam nikah yang wajib untuk disampaikan dalam proses ta’aruf adalah segala keadaan yang bisa menyebabkan hilangnya 3 tujuan utama pernikahan, yaitu mut’ah (kenikmatan), khidmah (pelayanan), dan injab (tidak mandul). Hanya saja, sebaiknya semacam ini disampaikan kepada orang yang melamar, untuk menghindari munculnya berbagai permasalahan selanjutnya, karena suami merasa bahwa sikap istrinya termasuk penipuan. (Fatwa Islam: Sual-jawab, no. 125910).
Selanjutnya, beliau menukil keterangan Syaikh Muhammad bin Sholeh Al-Utsaimin:
Aib adalah segala keadaan yang menghilangkan tujuan utama nikah. Dan dipahami bersama bahwa tujuan utama diantaranya adalah mut’ah (kenikmatan), khidmah (pelayanan), dan injab (tidak mandul). Tiga hal ini adalah tujuan yang paling utama. Jika ada keadaan yang menghalangi tiga hal di atas maka itu termasuk cacat. Oleh karena itu, jika seorang istri menjumpai suaminya ternyata mandul atau suami mendapati istrinya mandul maka ini termasuk aib. Atau suami baru tahu ternyata istrinya buta maka ini juga aib, karena pasangan yang buta akan mengurangi dua tujuan nikah, mut’ah (kenikmatan) dan khidmah (pelayanan). Demikian pula ketika suami baru tahu ternyata istrinya tuli atau bisu, ini juga termasuk aib.
Akan tetapi jika suami baru mengetahui ternyata gigi istrinya bermasalah, padahal masih muda maka ini tidak termasuk aib. Karena aib semacam ini mungkin untuk dihilangkan. Sementara kebutuhan suami terhadap gigi istrinya adalah kesempurnaan kecantikan, dan masih mungkin untuk dipasang gigi sebaik mungkin. Untuk itu, jika ada orang yang bertanya: Apabila ada suami yang baru mengetahui ternyata istrinya kurang cantik, tapi tidak ada cacat seperti yang disebutkan di atas, apakah suami boleh mengajukan cerai ke pengadilan? Jawab: Tidak berhak. Kecuali jika suami mempersyaratkan hal itu di depan.
Karena itu yang tepat, aib dalam nikah jumlahnya tidak terbatas dengan bilangan tertentu, tapi dia dibatasi dengan kaidah tertentu, bahwa segala sesuatu yang menghilangkan tujuan utama nikah, meskipun bukan kesempurnaan nikah maka itu termasuk aib, yang membolehkan adanya hak pilih. Baik untuk suami maupun untuk istri. (As-Syarhul Mumthi’, 12: 220 – 221)
Allahu a’lam
***
Muslimah.or.id
Penulis: Ustadz Ammi Nur Baits
@Bismillah..
Subhanallah Indah banget serta sangat bermanfaat-salam ukhuwwah Islamiyah dari Nisa Pradita.
Assalamu’alaykum wa rahmatullah
‘afwan, ana izin share yaa..
jazaakumullahu khayran
Afwan ustadz mau tanya, kalau seorang suami melakukan kewajiban-kewajiban istri(seperti mencuci, seterika, mengajari anak belajar dll)apakah berdosa?, karena keduanya bekerja(istri bekerja, suaminya juga bekerja). Suami bersedia melakukan itu karena istrinya lelah, gmn menurut ustadz, sedangkan untuk membayar pembantu belum kuat. Terimakasih
@Akhi Joni
Suami istri adalah partner. Mereka harus saling bantu membantu, apalagi mendidik anak, itu bukan hanya kewajiban istri. Terlebih lagi pada saat istri sedang tidak bisa melakukannya, maka seorang suamilah yang bertanggung jawab untuk menyelesaikannya. Itulah yang dilakukan Rasulullaah dan para sahabatnya. Tapi perlu juga kita kasih peringatan, bahwa mencari nafkah itu kewajiban swami. Istri berkewajiban untuk qona’ah dengan penghasilan suaminya. Namun kalau tidak bisa qona’ah dan ingin bekerja, niatkanlah dengan tulus dengan kerjanya tadi, untuk membantu suaminya, sehingga tidak akan ada perasaan untuk meremehkan swaminya, merendahkan martabatnya, berani kepadanya, mengungkit-ungkit pemberiannya kepada suaminya tersebut. Kesimpulannya, kalau mau bekerja, jangan sampai mengenyampingkan kewajibannya kepada suaminya. Dan ini adalah jalan menuju surgaNya. Dan jangan durhaka
kepadanya, karena ini adalah jalan menuju nerakaNya. Allaahu a’lam..
Jazakallah khoir, ummu izzah
yang saya sedih, kadang istri saya menganggap telah membantu mencari nafkah, jadi sudah seharusnya kalau saya juga harus menggantikan untuk melaksanakan kewajibannya. Jadi saya bukan bantu menyelesaikan kewajiban istri tapi malah menjadi pokok (Jawa: mokoki). Sy udah berusaha untuk memberi pengertian kepada istri saya, termasuk saya suruh membaca artikel2 di Muslimah.or.id., doakan saya supaya dapat menjalani dengan sabar dan ikhlas.
Coba tolong dijelaskan dasar dr bagian yg menyebutkan bahwa kecacatan, buta atau tuli atau bisu, mengurangi tujuan pernikahan?
Dan apa yg mendasari tujuan pernikahan yg disebutkan di atas?
ada yg btanya kpd saya, klo misalkan aib dr se0rang perempuan tidak perawan lg alias udh pnah berzina sblmnya apa hrs dsampaikan kpd calon suaminya?syukr0n jzkh
Ummu Izzah – J
azaakillaahu khayran wa baarakallaahu fiyki.
seorang pasangan suami istri itu harus salin melengkapi kekurangan masing “.makasih ya sukron ya ustad artikelnya bagus bgt,,
Ass ,ustad ,.bagaimana cara agar rt saya dan suami bertahan ,.saya pasangan baru pengantin ,.8 buLan menjalani pernikahan ,saat ini saya sedang ditalak kedua kalinya oleh suami saya ,.saya akui saya salah ustad ,.bukanlah istri yang baik ,saya pernah berkata kasar dengannya ,pernah berlaku kasar dengannya ,..saat ini saya sedang tinggal bersama ortu ,sedangkan suami bersama ortu ,..saya ingin bertaubat ustad ,.tetapi suami saya tetap tidak menginginkan pernikahan ini berlanjut walaupun saya yakin ada kebaikan dibulan ramadhan ini ,ada mukjizat untuk keluarga saya ,..begitu banyak pelajaran yang saya dapat ustad dari musibah ini ,saya tahu apa artinya bersabar ,saya tahu apa artinya ikhlas dan ridho diberi ujian dan saya tahu apa artinya berjuang ,..saya sungguh benar2 ingin bertaubat ustad ,..
artikelnya bagus-bagus insya Allah,
Kalo seorang wanita yang sudah tidak perawan lagi apakah hal tersebut harus disampaikan kepada calon suaminya atau tidak ? terima kasih
@Upi
Jika karena pernah menikah sebelumnya maka sebaiknya disampaikan, namun jika karena zina, maka sebaiknya tidak perlu disampaikan.
Ngga setuju, sampaikan aja kalau laki2nya orang yang suka ibadah, bagaimanapun laki2nya yang kasihan karena dia pasti menginginkan wanita suci. terus juga pas jimak, ketahuan maka hubungan kemungkinan akan rusak. percuma kan kalau nikah akhirnya sia2 dengan perceraian.
tapi kalau laki2nya biasa aja, itu terserah.
Afwan, mohon bimbingan untuk pertanyaan apa saja yg harus sy tanyakan pada calon suami???
Assalamu’alaikum
Apa hukum suami yg selalu mengatakan kata² menyesal telah menikah dg istrinya??
Wa’alaikumussalam, belum jatuh cerai
Assalamualaikum wr.wb. Izin bertnya ust. Jka periatiwa terjadi saat menikah. Seorang istri berzina dlam pernkhan. Dan suami menerima toubatnya. Apakah si istri harus menceritakan peristiwa berzinahnya saat suamki meminta.
Bagaimana kalo kita mengetahui aib istri kita setelah menikah dan terang2 ada bukti dan istri tetap tidak mengakuinya