Di balik kelemahan tubuhnya, sejatinya wanita memiliki potensi besar terhadap suami dan anak-anaknya. Karena itulah dikatakan: “Seorang pria bergantung agama istrinya karena cinta membuatnya mengikutinya. Cinta memaksakannya untuk menjadi serasi dengannya sehingga dia tiada menemukan jalan untuk menyelisihinya, dan tiada pula menemukan jalan untuk membantah ataupun merasakan beban berat.” (Adab ad-Dunya wa ad-Din, hlm. 129 )
Oleh karena itu, agar suami beruntung dunia akhirat haruslah ia mengutamakan wanita shalihah. Karena wanita yang beriman dan bertakwa juga memiiki pengaruh hebat dalam membuat rumah tangga bahagia dan selamat. Istilah mudahnya, seorang pria jangan hanya terpesona penampakan lahiriyah semata. Cinta saja tak cukup untuk membina utuhnya pernikahan, namun butuh kebaikan agama, akhlak, dan hati yang bersih.
Dikatakan dalam sebuah syair: “Cinta bukan karena keindahan dan yang tampak di mata, tetapi karena yang menyatukan hati dan jiwa.” (Raudhatul Muhibbin [terjemah], Ibnul Qoyyim al-Jauziyah, hlm. 51)
Aktsam bin Shaifi berkata kepada putranya: “Wahai anakku, janganlah kecantikan wanita membuat kalian melupakan kejelasan nasab keturunan, sesungguhnya menikahi istri yang mulia adalah tangga menuju kemuliaan.” (Adab ad-Dunya wa ad-Din, hlm. 132)
Sungguh tepat nasehat tersebut agar suami tetap memilih wanita-wanita yang memiliki kemuliaan agama, karena sang suami sendiri dan juga anak-anaknya yang akan merasakan manfaatnya. Suami akan merasa bahagia dengan ketaatan istri, terjaga anak-anaknya karena istri mendidiknya dengan syari’at Islam, rumah tangga tenang karena di dalamnya tegak hukum-hukum agama dan berbagai manfaat lain yang hanya akan dirasakan pasutri ketika menjadikan pernikahan sebagai ibadah. Inilah nikmat dari Allah ‘Azza wa Jalla ketika memilki istri shalihah yang selalu memotivasi, mengarahkan, dan mendukung suami dan anak-anaknya dalam kebaikan. Sebagaimana pepatah yang masyhur, “Buah itu jatuh tidak akan jauh dari pohonnya”.
Demikian pula kaidah secara umum bahwa ketika istri atau ibu itu baik dan taat pada agama maka insya Allah anak-anaknya juga taat, demikian pula biasanya suami juga menjadi seorang yang shalih, karena kebaikan atau keshalihan seorang istri akan mengimbas atau menginspirasi suami dan anak untuk mengikuti jejak langkahnya. Istri bertakwa akan menghadirkan aura surgawi, memberi kesejukan jiwa serta menarik orang-orang di sekelilingnya dengan hidayah, dengan taufik Allah ‘Azza wa Jalla.
Simak dialog mempesona seorang ayah yang shalih dengan anak-anaknya :
Abul Aswad ad-Dua’li berkata kepada anak-anaknya : “Aku telah berbuat yang terbaik untuk kalian pada masa kecil dan masa dewasa kalian, begitu pula ketika kalian belum lahir. Anak-anaknya berkata :” Bagaimana ayah berbuat yang terbaik untuk kami ketika kami belum lahir ?” Dia menjawab : “Aku memilihkan kalian seorang ibu yang tidak akan pernah kalian cela.” (Adab ad-Dunya wa ad-Din, hlm.132)
Ar-Rayyasyi melantunkan syair: ”Awal kebaikanku kepada kalian adalah pilihanku atas ibu yang baik asal-usulnya lagi tampak kemuliaannya.” (Adab ad-Dunya wa ad-Din, hlm. 132)
Demikianlah, dahsyatnya pengaruh wanita shalihah, wanita yang membersamainya untuk menyempurnakan separuh agamanya, wanita yang mengajak ke surga bersama. Berapa banyak pria yang tenggelam kehidupan akhiratnya karena wanita yang buruk akhlaknya. Serta berapa banyak wanita shalihah yang dengan taufik Allah ‘Azza wa Jalla mampu mengubah karakter suami menjadi dekat kepada agama . Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :
???? ???????? ????? ????????? ????????? ?????? ????????? ????? ????? ?????? ????????? ??????????? ????? ??? ????????? ?????????
“Barangsiapa yang dikaruniai oleh Allah dengan wanita (istri) yang shalihah, maka sungguh Allah telah membantunya untuk melaksanakan separuh agamanya. Maka hendaklah ia bertakwa kepada Allah dalam menjaga separuhnya lagi.” (HR. Ath-Thabarani dalam al-Mu’jamul Ausath : 976 dan al-Hakim dalam al-Mustadrak II / 16 dan di-shahih-kan olehnya, juga disetujui oleh adz-Dzahabi)
Wallahu a’lam.
Penulis: Isruwanti Ummu Nashifa
Referensi :
1). Majalah Al-Mawadah edisi I Tahun ke 1, 1428 H
2). Kesalahan Dalam Mendidik Anak ( terjemah), Muhammad bin Ibrahim al-Hamd, Pustaka At-Tibyan, Solo, tanpa tahun.
Artikel Muslimah.or.id