Diantara rintangan dalam menuntut ilmu agama adalah kurangnya kesabaran serta ingin segera memetik hasilnya. Menuntut ilmu butuh ketekunan yang semangat agar tidak bosan dan bersiap diri menghadapi berbagai kesulitan.
Ibnu Syihab Az Zuhri rahimahullah berkata: “Barang siapa yang mempelajari ilmu langsung sekaligus dalam jumlah yang banyak, maka kan pergi darinya ilmu yang banyak, dan ilmu-ilmu hanya dicari selama berhari-hari dan bermalam-malam” (Riwayat Abdul Barr dalam Al Jami‘, I/431).
Kisah-kisah indah para imam dan ulama di bawah ini semoga mengukuhkan semangat kaum muslimin untuk semangat menuntut ilmu agama. Kisah yang penuh antusias, pantang menyerah, dan sangat mengharukan yang semuanya berbuah manis.
Abdullah bin Dawud berkata: “Aku masuk kufah (untuk mencari ilmu) dan hanya memiliki satu dirham. Aku membelikannya 30 mud ful (sejenis kacang) lalu memakannya sambil menulis kitab Al Asyaj Abdullah bin Sa’id Al Kindiy setelah aku habis memakannya aku telah menulis 30 ribu hadits yang maqthu‘ atau mursal.” (Tadzkiratul Huffazh, II/768).
Sungguh menakjubkan perjuangan dan kuatnya kesabaran mereka untuk mencari ilmu syar’i, menulisnya, dan mempelajarinya sehingga mereka menguasainya dengan baik. Semua butuh keikhlasan niat, bekal materi, semangat membara, dan juga fisik perlu ditempa agar tahan menghadapi berbagai rintangan saat mencari ilmu.
Abdullah bin Masud berkata: “Tidaklah turun satu ayat kecuali aku tahu tentang apa ayat itu diturunkan, jika aku mengetahui ada seseorang yang lebih tahu tentang kitab Allah maka aku akan menyiapkan unta dan perbekalanku untuk menjumpainya.” (Rihlah li tholabil Hadits, Khatib Al Baghdadi, hlm. 65, Darul Kutub Al Ilmiyah).
Senada dengan kisah Abdullah bin Mas’ud radhiyallahu’anhu sahabat lain pun sangat bersemangat mengejar ilmu syar’i. Abu Darda radhiyallahu’anhu berkata: “Seandainya saya mendapatkan satu ayat dari Al-Qur’an yang tidak saya pahami dan tidak ada seorangpun yang bisa mengajarkannya kecuali orang yang berada di Barkul Ghamad (yang jaraknya 5 malam perjalanan dari Mekah), niscaya aku akan menjumpainya.” (Al Bidayah wan Nihayah, Ibnu Katsir, 9/100)
Zaman dahulu dengan keterbatasan sarana transportasi, sulitnya medan, dan jauhnya perjalanan bukan penghalang untuk rihlah mencari ilmu syar’i. Terlebih lagi saat ini, dengan segala fasilitas yang kian canggih dan transportasi mudah harusnya kaum muslimin lebih bersemangat mencarinya dan apapun usahakan untuk meluangkan waktu belajar agama. Bisa lewat online atau offline sesuai kemampuan fisik dan waktu yang kita miliki. Kuncinya semua butuh kesabaran ekstra.
Demikian pula seorang penuntut ilmu hendaknya sabar dan bijak dalam berinteraksi dengan gurunya. Karena mereka juga manusia biasa mungkin terkadang salah ataupun sikapnya kurang tepat sehingga hubungan dengannya kurang harmonis. Janganlah kendor semangatnya dan berupaya lebih lapang dada. Allah Ta’ala berfirman:
????????? ???????? ???? ????????? ????????? ???????? ????????????? ???????????? ?????????? ????????? ? ????? ?????? ????????? ???????? ??????? ??????? ??????????? ?????????? ? ????? ?????? ???? ??????????? ????????? ??? ????????? ?????????? ???????? ??????? ????????? ???????
“Dan bersabarlah engkau (Muhammad) bersama orang yang menyeru Tuhannya pada pagi dan senja hari dengan mengharap keridaan-Nya; dan janganlah kedua matamu berpaling dari mereka (karena) mengharapkan perhiasan kehidupan dunia; dan janganlah engkau mengikuti orang yang hatinya telah Kami lalaikan dari mengingat Kami, serta menuruti keinginannya dan keadaannya sudah melewati batas.” (QS. Al Kahfi: 28).
Terkadang sikap keras guru itu bertujuan mendidik dan menempa mental murid atau menguji sejauh mana kecintaannya pada ilmu. Imam Syafi’i rahimahullah berkata:
?????? ??? ????? ??????? ??? ???????? ??????? ??????? ?????? ?? ??????????
“Bersabarlah terhadap kerasnya sikap seorang guru sesungguhnya gagalnya mempelajari ilmu karena memusuhinya”.
Semoga dengan uraian di atas Allah Ta’ala memberikan kesadaran kepada para penuntut ilmu atau orang yang mencintai ilmu syar’i untuk selalu tekun bergelut dengan agama. Dengan mengingat-ingat pahala yang besar, atau ilmu itu jalan menuju surga, dan berbagai keutamaan lainnya ketika menuntut ilmu syar’i niscaya semua rintangan akan terasa ringan.
***
Penulis: Isruwanti Ummu Nashifa
Referensi:
1. Majalah As Sunnah, edisi 08/ Tahun XXV/ 1443 H
2. Majalah As Sunnah, edisi 09/ Tahun XXV/ 1443 H