Tauhid rububiyah terkandung dalam tauhid uluhiyah
Telah kita ketahui bahwa tauhid rububiyah mengharuskan tauhid uluhiyah. Maka dari sini kita juga akan dapati bahwa orang yang bertauhid uluhiyah, dipastikan ia bertauhid rububiyah. Atau dengan kata lain, tauhid rububiyah sudah terkandung dalam tauhid uluhiyah. Allah Ta’ala berfirman:
وَمَا خَلَقْتُ الْجِنَّ وَالْإِنْسَ إِلَّا لِيَعْبُدُونِ
“Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka beribadah kepada-Ku” (QS. Adz Dzariyat: 56).
Allah Ta’ala menciptakan jin dan manusia (dan ini adalah tauhid rububiyah), kemudian Allah perintahkan mereka untuk menyembah Allah semata (ini adalah tauhid uluhiyah). Maka orang yang menyembah Allah semata, pastilah ia mengimani bahwa ia diciptakan oleh Allah semata sehingga Allah lah satu-satunya yang berhak disembah.
Ibnu Abil Izz Al Hanafi rahimahullah berkata,
توحيد الربوبية لا يدخل من آمن به في الإسلام ؛ بخلاف توحيد الألوهية فإنه يتضمن توحيد الربوبية
“Tauhid rububiyah tidak membuat orang yang meyakininya dianggap masuk Islam. Berbeda dengan tauhid uluhiyah. Karena dalam tauhid uluhiyah sudah terkandung tauhid rububiyah” (Syarah Aqidah Thahawiyah, 1/41).
Syaikh Abdul Aziz Ar Rajihi juga mengatakan: “Tauhid uluhiyah sudah mengandung tauhid rububiyah. Maksudnya, orang yang menyembah Allah dan memurnikan ibadahnya hanya kepada Allah ‘Azza wa Jalla pastilah ia mentauhidkan Allah dalam rububiyah-Nya. Dia menyembah Allah Ta’ala karena didasari atas keimanannya bahwa Allah lah yang Maha Pencipta, Allah lah yang Maha Memberi Rezeki, Maha Mengatur Alam Semesta, Maha Menghidupkan dan Mematikan, dan Dia lah yang menakdirkan manfaat dan mudarat” (Syarah Al Aqidah Ath Thahawiyah, 1/16).
Oleh karena itulah tauhid uluhiyah adalah yang menjadi inti dakwah para Nabi dan Rasul seluruhnya. Karena semua makhluk pasti menetapkan tauhid rububiyah dan ketika para Nabi dan Rasul mendakwahkan tauhid uluhiyah, mereka juga secara tidak langsung mendakwahkan tauhid rububiyah. Allah Ta’ala berfirman:
وَمَا أَرْسَلْنَا مِن قَبْلِكَ مِن رَّسُولٍ إِلاَّ نُوحِي إِلَيْهِ أَنَّهُ لاَ إِلَهَ إِلاَّ أَنَا فَاعْبُدُونِ
“Dan Kami tidak mengutus seorang rasulpun sebelum kamu, melainkan Kami wahyukan kepadanya bahwa tidak ada Ilah (yang haq) melainkan Aku, maka sembahlah Aku olehmu sekalian” (QS. Al-Anbiya: 25).
Allah Ta’ala juga berfirman:
وَلَقَدْ بَعَثْنَا فِي كُلِّ أُمَّةٍ رَسُولاً أَنِ اعْبُدُوا اللهَ وَاجْتَنِبُوا الطَّاغُوتَ
“Dan sesungguhnya Kami telah mengutus rasul pada tiap-tiap umat (untuk menyerukan): ‘Sembahlah Allah (saja), dan jauhilah thaghut’” (QS. An-Nahl: 36).
Syaikh Shalih bin Fauzan Al Fauzan menjelaskan, “Barangsiapa yang memperhatikan dakwah para Rasul yang disebutkan dalam Al Qur’an, dan juga barangsiapa yang memperhatikan sirah Rasulullah Shallallahu’alaihi wa sallam, ia dapat memahami manhaj dakwah ilallah. Dan ia akan memahami bahwa yang pertama didakwahkan kepada manusia adalah aqidah, yaitu mengajak mereka menyembah Allah semata dan tidak mempersekutukannya, serta meninggalkan semua ibadah kepada selain Allah, sebagaimana makna Laa ilaaha illallah” (Al Irsyad ilaa Shahihil I’tiqad, hal. 17).
Syaikh Abdul Aziz Ar Rajihi menegaskan, “Tauhid ibadah (tauhid uluhiyah) adalah yang didakwahkan oleh para Rasul dari awal hingga akhir. Ia (tauhid uluhiyah) juga adalah awal tempat menapak dan awal perjalanan menuju Allah. Ia adalah yang didakwahkan oleh para Rasul dari awal hingga akhir sebagaimana Allah kabarkan dalam Al Qur’an tentang para Nabi-Nya. Dan ia juga yang menjadi awal seseorang masuk ke dalam Islam dan yang menjadi hal terakhir yang diharapkan ketika seseorang keluar dari dunia (baca: mati). Sebagaimana Nabi Shallallahu’alaihi wa sallam bersabda dalam sebuah hadits yang shahih: “barangsiapa yang perkataan terakhirnya adalah laa ilaaha illallah, maka ia masuk suga”” (Syarah Al Aqidah Ath Thahawiyah, 1/9).
Tauhid al Asma’ was Shifat mencakup tauhid rububiyah dan tauhid uluhiyah
Allah Ta’ala memiliki nama-nama yang paling indah dan sifat-sifat yang paling tinggi. Allah Ta’ala berfirman:
وَلِلَّهِ الْأَسْمَاءُ الْحُسْنَى فَادْعُوهُ بِهَا
“Hanya milik Allah nama-nama yang husna, maka memohonlah kepada-Nya dengan menyebut nama-nama-Nya” (QS. Al A’raf: 180).
Dan di antara nama-nama dan sifat-sifat Allah tersebut ada yang mengandung makna dari tauhid rububiyah, seperti: Al Khaliq (Maha Pencipta), Ar Razzaq (Maha Pemberi Rezeki), Al Mudabbir (Maha Mengelola Alam Semesta). Dan ada nama-nama dan sifat-sifat Allah yang mengandung makna dari tauhid uluhiyah, seperti nama “Allah”, Ash Shamad (Yang Menjadi Tempat Bergantung), Al ‘Aliy (Maha Tinggi), Al Waliy (Maha Penolong), Al Haq (Yang Berhak Disembah).
Syaikh Sa’id bin Wahf Al Qahthani mengatakan: “Tauhid uluhiyah mengandung tauhid rububiyah. Dan tauhid al asma’ was shifat mengandung keduanya (tauhid uluhiyah dan tauhid rububiyah). Karena uluhiyah adalah sifat yang mencakup seluruh sifat kesempurnaan dan juga mencakup sifat rububiyah dan keagungan. Karena Dia lah Allah yang berhak disembah satu-satunya, karena Dia lah yang memiliki semua sifat keagungab dan kemuliaan. Dan Dia-lah yang memberikan semua bentuk karunia dan keutamaan” (Nurut Tauhid wa Zhulumatus Syirki, hal. 18).
Penutup
Demikian penjelasan ringkas tentang korelasi di antara tiga jenis tauhid yang disebutkan para ulama. Kesimpulannya, di antara tiga jenis tauhid ini memiliki korelasi yang erat dan saling berkelaziman. Dan tujuan akhir yang diinginkan dari mengetahui hal ini adalah agar kita bisa memahami tauhid yang benar dan mewujudkannya dalam kehidupan sehari-hari. Syaikh Abdul Aziz bin Baz rahimahullah mengatakan:
ومن أتقن أنواع التوحيد الثلاثة , وحفظها واستقام على معناها , علم أن الله هو الواحد حقا , وأنه هو المستحق للعبادة دون جميع خلقه , ومن ضيع واحدا منها أضاع الجميع فهي متلازمة , لا إسلام إلا بها جميعا
“Orang benar-benar mengimani dan mengamalkan tiga jenis tauhid ini, menjaganya dan menegakkan makna-maknanya, maka ia akan mengetahui sebenar-benarnya bahwa Allah itu Esa dan Dia lah yang berhak untuk disembah satu-satunya. Dan orang yang melalaikan satu saja dari tiga jenis tauhid ini, maka ia akan melalaikan semua jenis tauhid tersebut. Karena mereka saling berkelaziman. Dan tidak ada Islam kecuali dengan mengimani dan mengamalkan tiga jenis tauhid tersebut” (Majmu Fatawa, 1/38-39).
Semoga Allah Ta’ala memberikan hidayah kepada kita semua agar istiqamah di atas tauhid yang benar. Wallahul muwaffiq.
***
Penulis: Yulian Purnama
Artikel Muslimah.or.id