Globalisasi peradaban dan terbukanya informasi yang semakin vulgar sering kali menjerat kaum muda untuk melegalkan perzinahan atas nama pacaran yang berujung pada perkawinan di luar nikah alias MBA (married by accident). Tentunya menikah dalam kondise demikian bukan sebagai pilihan cerdas yang dilandasi ilmu dan kesiapan secara spiritual, akal, fisik maupun psikis. Ketika pernikahan tanpa dilandasi kematangan suami istri secara optimal niscaya kehidupan rumah tangganya akan mudah goyah dan tidak stabil tatkala badai permasalahan melanda.
Kebahagiaan pernikahan bukan sekedar dengan barometer usia, realitanya banyak pasutri yang mampu menjalani kehidupan dengan bahagia walaupun mereka terbilang telat nikah. Dan tak sedikit pasutri yang dinaungi kebahagiaan kendati usia keduanya relatif muda.
Ketika terlihat seorang anak muda telah siap dan memiliki kemampuan menanggung resiko pernikahan maka dianjurkan menikah. Dengan pernikahan ia terjaga dari perbuatan dosa/zina mata terpuaskan dari hal-hal yang diharamkan. Abdullah bin Mas’ud radhiyallahuanhu menceritakan bahwa Rasulullah shollallahualaihi wassalam bersabda, ”Wahai para pemuda, barangsiapa diantara kalian yang mempunyai kemampuan memberi nafkah, hendaklah ia menikah, karena sesungguhnya menikah itu lebih menundukkan pandangan dan lebih memelihara kemaluan. Barang siapa yang tidak mempunyai kemampuan, hendaklah ia berpuasa, karena sesungguhnya puasa akan menjadi peredam baginya” (Riwayat Bukhari, Kitabun Nikah, 4577, Muslim, Kitabun Nikah 2485).
Ibnu Qudamah rahimahullah berkata, “Diharuskan bagi seseorang menjaga kesucian anaknya apabila sang anak sudah saatnya dinikahkan” (Al-Mughni 8/216).
Orang tua juga diperintahkan memilihkan suami yang shalih untuk anak wanitanya. Seorang ibu pula mengarahkan anak wanitanya agar memahami urusan domestik rumah tangga dan pernak-pernik yang berhubungan dengan haid, atau fiqih-fiqih yang harus dipahami seorang wanita ketika telah menikah. Hal ini perlu dipahamkan agar ia tidak merasa shock ketika memasuki gerbang pernikahan.
Begitu pula anak laki-laki sejak dini pula ditanamkan untuk menjadi sosok laki-laki sejati, terutama dalam berinteraksi dengan wanita agar bergaul dengan lembut dan berakhlak mulia kepadanya. Dan ketika orang tua memberi dukungan penuh, anaknya telah siap dan mampu menanggung tanggung jawab pernikahan Insya Allah menikah di usia dini akan menuai kebahagiaan.
Pernikahan dini bisa sebagai solusi seks bebas sebagaimana pendapat Searle Peeby dalam bukunya, ”Sex Education” hal 35. Dr. Frederick Kulin juga dalam bukunya “Oorsexual Live” mengatakan, ”Di masa lalu manusia menikah pada usia dini dan itu adalah solusi tepat bagi permasalahan seks yang ada. Sedangkan di masa sekarang, usia menikah semakin mundur. Maka negara-negara yang berhasil menetapkan undang-undang untuk memudahkan proses pernikahan dini, akan menjadi negara-negara yang layak mendapatkan penghargaan karena dengan hal itu mereka akan dapat menemukan solusi terbesar bagi persoalan seks di era kita sekarang ini” (Dikutip dari Majalah Akhwat Sholihah Vol 8/1432 hal 44-45).
Dan di negeri-negeri Barat pernikahan sering kali diberi stigma negatif. Remajanya lebih cenderung hidup bebas, bebas dalam urusan seks, pergaulan hingga aborsi dianggap biasa saja. Apa jadinya masa depan suatu bangsa ketika generasi mudanya tenggelam dalam kemaksiatan, pergaulan bebas dan berbagai penyimpangan lainnya. Begitulah ketika peradaban dibangun diatas paham materialisme dan liberalisme niscaya tidak akan lancar. Banyak tokoh mereka yang masih memiliki nurani mulai membenarkan pernikahan usia dini.
Dr. Alexis Carrel dalam bukunya “Man The Unknown” hal 215, mengatakan : “semakin dekat selang waktu yang memisahkan dua generasi, akan semakin besar pengaruh moril generasi tua terhadap angkatan muda. Oleh karena itu para wanita perlu dituntut untuk menjadi ibu di usia muda sehingga tidak ada jurang waktu begitu dalam yang mustahil tertutup sekalipun dengan limpahan cinta yang memisahkan mereka dengan anak-anak mereka” (Dikutip dari Majalah Akhwat Sholihah Vol 8/1432 hal 45).
Demikian betapa pernikahan di usia muda sebagai sebuah alternatif cerdas bagi umat Islam dalam upaya menjalankan sunahnya. Keberanian menjalankan pernikahan harus diimbangi dengan kesiapan dan kematangan emosional fisik, psikis, dan yang sangat penting adalah ketakwaan dan keimanan kepada Allah adalah modal utama agar pernikahan barokah. Amin.
Referensi
- Majalah Akhwat Sholihah Vol 8/1432.
- Jangan Zalimi Suami, Dr. Najah binti Ahmad Zhihar, Kiswah Media, Solo, 2011
- Tahapan Mendidik Anak, Jamal Abdur Rahman Irsyad, Baitus Salam, Bandung, 2005.
Penulis : Isruwanti Ummu Nashifa
Artikel muslimah.or.id