Itsar adalah mendahulukan kebutuhan orang lain di atas kebutuhan dirinya sendiri. Sifat ini termasuk akhlak mulia yang mulai pudar di masa sekarang.
Di antara dalil yang mensyariatkan akhlak mulia ini adalah firman Allah Ta’ala berkenaan dengan sambutan orang-orang Anshar terhadap orang-orang Muhajirin,
????????????? ?????? ???????????? ?????? ????? ?????? ?????????
“Dan mereka mengutamakan (orang-orang Muhajirin) atas diri mereka sendiri. Sekalipun mereka memerlukan (apa yang mereka berikan itu).” (QS. Al-Hasyr: 9)
Pada kesempatan ini, penulis bermaksud untuk menyampaikan kisah turunnya ayat tersebut.
Tokoh yang diangkat dalam cerita ini adalah pasangan suami istri yang mulia yaitu Abu Thalhah dan Ummu Sulaim. Abu Thalhah adalah salah satu sahabat Nabi dan nama aslinya adalah Zaid bin Sahal An-Najjari. Beliau memiliki kedudukan yang terhormat dan kekayaan yang melimpah. Sedangkan Ummu Sulaim adalah shahabiyat dengan nama asli Rumaisha’ binti Malhan. Beliau adalah wanita terhormat, berakhlak luhur, dan cerdas.
Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu bercerita tentang keduanya,
Suatu ketika seorang laki-laki datang kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam seraya berkata, ‘Sungguh aku sedang kelaparan.’ Maka Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bertanya kepada salah satu istrinya tentang makanan yang ada di rumahnya. Namun sang istri menjawab, ‘Demi Allah yang mengutusmu dengan haq, aku tidak memiliki apa-apa kecuali hanya air.’ Kemudian beliau bertanya kepada istri yang lain. Akan tetapi semua istri beliau menjawab dengan jawaban yang serupa. Lalu Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda di hadapan para sahabat,
‘Siapa yang bersedia menjamu tamu ini? Semoga Allah merahmatinya.’
Maka berdirilah salah seorang sahabat dari kalangan Anshar bernama Abu Thalhah seraya menjawab, ‘Saya, wahai Rasulullah.’ Lalu dia mengajak tamu tersebut berkunjung ke rumahnya. Sesampainya di rumah, Abu Thalhah bertanya kepada istrinya, Ummu Sulaim, ‘Apakah hari ini kita memiliki makanan?’ Istrinya menjawab, ‘Tidak ada melainkan makanan untuk anak-anak.’ Abu Thalhah berkata, ‘Berikanlah minum kepada anak-anak dan tidurkanlah mereka. Apabila nanti tamu saya masuk, maka hidangkanlah makanan anak-anak tadi untuknya dan matikanlah lampu. Lalu saya akan berpura-pura ikut makan bersamanya.’ Ummu Sulaim pun melakukan apa yang diperintahkan oleh suaminya. Sehingga tamu tersebut pulang dengan perut kenyang sementara Abu Thalhah sekeluarga tidur dengan perut kelaparan.
Keesokan harinya, keduanya datang menemui Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam lalu beliau bersabda, ‘Sungguh Allah takjub (atau tertawa) terhadap fulan dan fulanah.’
Dalam riwayat lain, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
?? ??? ???? ?? ??????? ??????? ??????
‘Sungguh Allah takjub dengan apa yang kalian berdua lakukan terhadap tamu kalian.’
Di akhir hadits, disebutkan bahwa Allah menurunkan surat Al-Hasyr ayat 9. (Diriwayatkan oleh Bukhari dalam Fadhailu Ashabin Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam (IV/226) dan Tafsir Surat Al-Hasyr dan diriwayatkan juga oleh Muslim dalam Al-Asyribah no. 2054)
Abu Thalhah tak kuasa menahan rasa gembiranya. Beliau segera pulang ke rumah dan memberikan kabar gembira tersebut kepada istrinya. Sehingga sejuklah hati mereka karena Allah menurunkan ayat tentang mereka dalam Al-Qur’an.
Beruntunglah Abu Thalhah dan Ummu Sulaim yang kisahnya telah diabadikan dalam Al-Qur’an yang senantiasa dibaca dan ditadabburi oleh umat Islam hingga akhir zaman. Semoga Allah senantiasa merahmati mereka yang telah memberikan keteladanan yang luar biasa dalam mengutamakan orang lain di atas diri mereka sendiri.
***
Diketik ulang dari Mereka Adalah Para Shahabiyat (terjemah), karya Mahmud Mahdi Al-Istanbuli, Musthafa Abu An-Nashr Asy-Syalabi, dan Dr. Abdurrahman Ra’fat Basya, penerbit At-Tibyan, Solo, 2005, hal. 177-186.