Tanya:
Bagaimana hukum seorang muslim yang mengatakan,
“Jika saya kembali melakukan kesalahan ini lagi maka saya kafir” tujuannya, agar dia tidak mengulangi kesalahannya.
Jawab:
Ucapan “Jika saya kembali melakukan kesalahan ini lagi maka saya kafir” kita sepakat, ini perkataan yang mungkar. Seorang muslim tidak halal untuk mengucapkan perkataan semacam ini dan tidak halal untuk mengikuti ucapan ini, dengan menjadi murtad ketika dia benar-benar melanggar kesalahan itu.
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah mengatakan,
“Jika seseorang mengikatkan dirinya dengan perbuatan haram seperti mengatakan, ‘Jika saya melakukan hal demikian maka saya wajib melecehkan mushaf’ atau semisal itu, maka hal ini tidak dibolehkan berdasarkan kesepakatan ulama. Namun, apakah wajib membayar kafarat untuk ucapan ini? Di sana ada perbedaan pendapat ulama.
Demikian pula jika dia mengikatkan dirinya dengan suatu hukum yang tidak boleh dipatuhi seperti mengucapkan, ‘Jika saya melakukan hal demikian maka saya menjadi Yahudi atau Nasrani’ maka dia tidak boleh mengikutinya dengan mengubah statusnya jadi kafir dengan alasan apa pun. Seandainya dia meniatkan kufur, niscaya dia menjadi kafir dengan sebab niatnya.” (Majmu al-Fatawa, 33/203)
Apa konsekuensi dari ucapan ini?
Pertama, Tidak berlakunya status kafir
Syaikhul Islam ibnu Taimiyyah mengatakan,
“Seandainya seseorang bersumpah dengan kekufuran, misal mengatakan, ‘Jika saya melakukan hal demikian maka saya berlepas diri dari Allah dan rasulNya, menjadi Yahudi atau Nasrani’ maka dia tidak kafir jika melanggar sumpahnya kendati pun ini merupakan suatu hukum yang terkait pada syarat yang terdapat dalam lafalnya. Maksud dirinya bersumpah dengan kekufuran sebenarnya ialah karena benci akan perbuatan tersebut dan dalam rangka menjauh darinya, tidak ada maksud untuk menjadi kufur.” (Majmu’ al-Fatawa, 32/91)
Kedua, Wajibnya membayar kafarat sumpah
Sebagian ulama berpendapat bahwa ucapan seperti ini statusnya sia-sia, sehingga tidak berkonsekuensi apapun, karena itu tidak dianggap sebagai sumpah. Sedangkan, sebagian lagi berpendapat wajib membayar kafarat sumpah untuk ucapan seperti ini. Ibnu Rusyd mengatakan,
“Ulama berselisih pendapat tentang orang yang mengatakan, ‘Saya kafir kepada Allah, menjadi musyrik, menjadi Yahudi, atau Nasrani jika melakukan hal demikian’ lalu dia melanggar ucapannya ini apakah dia wajib membayar kafarat atau tidak. Malik dan asy-Syafi’i berpendapat, ‘Tidak ada kafarat dan ucapan ini pun bukan sumpah.’ Abu Hanifah mengatakan, ‘Ucapan ini adalah sumpah dan wajib kafarat jika dilanggar.’ Ini juga merupakan pendapat Ahmad bin Hanbal.
Sebab perselisihan mereka dalam hal ini, kembali pada perselisihan mereka mengenai apakah boleh bersumpah dengan setiap yang memiliki kemuliaan atau tidak boleh selain dengan nama Allah saja. Kemudian jika terlanggar apakah yang melanggar menjadi terikat dengan konsekuensi ucapan tersebut atau tidak. Pihak yang berpendapat bahwa sumpah yang teranggap hanyalah sumpah yang diucapkan atas nama Allah mengatakan, ‘Tidak ada kafarat untuk ucapan tersebut karena ucapan itu tidak tergolong sumpah.’
Sedangkan, pihak yang berpendapat bahwa sumpah itu teranggap dengan apa saja yang dimuliakan oleh syariat mengatakan, ‘Ada kafarat untuk ucapan tersebut karena bersumpah untuk memuliakan sama seperti bersumpah untuk tidak memuliakan. Sebagaimana wajib untuk memuliakan, wajib pula untuk tidak meninggalkan pemuliaan ini. Maka sebagaimana orang yang bersumpah dengan kewajiban-kewajiban yang merupakan hak Allah akan terikat dengan sumpahnya tersebut, demikian pula orang yang bersumpah untuk meninggalkan kewajiban-kewajiban padaNya akan terikat dengan sumpahnya itu.” (Bidayatul Mujtahid, 1/410)
Pendapat wajibnya membayar kafarat sumpah untuk ucapan seperti ini lebih kuat dan lebih hati-hati. Ini pula yang dipilih oleh Syaikhul Islam ibnu Taimiyyah dan dikuatkan oleh Syaikh al-‘Utsaimin rahimahumallah.
Syaikh Ibnu al-‘Utsaimin mengatakan,
“Jika seseorang berkata, ‘Saya menjadi Yahudi, Nasrani, Majusi, lepas dari Islam, atau menjadi Komunis jika saya melakukan begini dan begitu’, apakah ini sama hukumnya dengan hukum sumpah atau hanya ucapan sia-sia semata?
Sebagian ulama berpendapat hukumnya sama dengan hukum sumpah karena perkara tersebut dibenci oleh si pengucap sehingga dia jadikan perbuatan melaksanakan perkara itu dan kebenciannya untuk melakukan hal tersebut seperti kebenciannya untuk menjadi Yahudi, Nasrani, Komunis, dan sebagainya. Atas dasar ini, jadilah hukumnya sama dengan hukum pengharaman, maksudnya pengharaman hal-hal yang mubah. Maka si pengucap terikat dengan kafarat sumpah dan inilah yang masyhur dalam madzhab. Pendapat ini diriwayatkan dari ibnu Umar radhiyallahu ‘anhuma dan ulama salaf lain selain beliau.
Sebagian ulama berpendapat tidak ada kafarat atas ucapan tadi karena tidak teranggap sebagai sumpah, juga tidak memiliki status yang sama dengan status sumpah. Namun, yang benar adalah ucapan tadi hukumnya sama seperti hukum sumpah.” (Syarh al Mumti’ ‘ala Zaad al Mustaqni’ 15/155)
Allahu a’lam
———–
Diterjemahkan oleh: Miftah Hadi
Sebagai tugas dari Ust. Ammi Nur Baits, BA.
Artikel Muslimah.or.id
Saya ingin bertanya, saya pernah ditanya saudara pacar saya apakah saya akan mengikuti agama pacar saya seandainya dia tidak jadi mutusin saya, saya jawab ” ya gpp ikut”. Kata2 tersebut saya ucapkan bukan karena niat mau pindah agama, hanya saja agar hubungan saya dan pcr saya tidak putus. Dan tidak ada niat sedikit pun utk pindah agama dengan ucapan itu. Hanya ucapan lisan yg tidak terniat di hati. Apakah saya berdosa atau murtad karena kata2 saya itu?
Bismillah, saya mau tanya apa hukumnya jika dipikira berbicara “jika saya kaf*r” nauzubillah. Tapi hati mengingkari?
Alhamdulillah terimakasih sdh membrikan pnjelasan terang hal ne, Karena jujur sya sering mengatakan speeti tu karena sya mnderita was was berat dlm hal ibadah sperti lama bsa takbir klo sholat jdi karna kesel n supay sya memaksakb dri supaya bsa cepat tak was was takbir sampe sya berkata akn masuk Kristen bila krg gak jdi takbirnya tpi nmanya manusia kadang takbir sya gagal jga Krn di hati pas takbir telintas prktaan lain selain niat sholat, hal ne membuat sya setres memikirkannya takut klo ucapan sya benar membuat sya murtad, palge sya sdh berkluarga takut berpengaruh ke perceraian karena ucapan sya ne, tpi Alhamdulillah setelah membaca artikel ne prasaan sya jdi LBH tenang dan mulai skrang sya akn brusaha utk tdk lge mngatakan kata2 sperti tu lge, trimaksih byk ustaz Ats pnjelasannya , dan klo ada waktu luang tolong tanggapi komentar sya ne ksh solusi Ats pnyakit was was sya n jga tanggapan terhadap ucpan sya tdi supaya hti sya bsa jdi lbh tenang,