Muslimah.or.id
Donasi muslimah.or.id
  • Kategori
    • Akidah
    • Manhaj
    • Fikih
    • Akhlak dan Nasihat
    • Keluarga dan Wanita
    • Pendidikan Anak
    • Kisah
  • Edu Muslim
  • Muslim AD
  • Muslim Digital
No Result
View All Result
  • Kategori
    • Akidah
    • Manhaj
    • Fikih
    • Akhlak dan Nasihat
    • Keluarga dan Wanita
    • Pendidikan Anak
    • Kisah
  • Edu Muslim
  • Muslim AD
  • Muslim Digital
No Result
View All Result
Muslimah.or.id
No Result
View All Result
Donasi muslimahorid Donasi muslimahorid

Makna Kedekatan dan Kebersamaan Allah

Bondan Asrini oleh Bondan Asrini
27 Desember 2014
di Akidah
1
Share on FacebookShare on Twitter

Daftar Isi

Toggle
  • Manhaj salaful ummah dalam kaidah asma’ wa shifat
  • Makna kedekatan dan kebersamaan Allah
  • Pembagian ma’iyyah Allah
    • Ma’iyyah ‘ammah (Ma’iyyah umum)
    • Ma’iyyah khoshshoh (Ma’iyyah khusus)
  • Lalu, di manakah Allah?
  • Renungan bagi kita semua

Bismillahirrahmanirrahim.

Segala puji hanya bagi Allah yang telah mengutus Rasul-Nya shallallahu ‘alaihi wa sallam di atas petunjuk dan agama yang lurus. Aku bersaksi bahwa tiada sesembahan yang berhak disembah kecuali Allah dan aku bersaksi bahwa Muhammad adalah hamba dan utusan-Nya. Selawat dan salam semoga selalu tercurah kepada beliau dan orang-orang yang senantiasa mengikuti ajaran beliau hingga hari kiamat kelak. Amma ba’du.

Saudariku yang saya cintai karena Allah, perlu kita ketahui bahwasanya mengenal Dzat yang menciptakan kita merupakan suatu kenikmatan yang sangat besar. Bagaimana mungkin seorang hamba tidak mengenal Rabbnya? Bukankah di alam kubur nanti kita akan ditanya oleh malaikat, “Siapakah Rabbmu?” Dan tentu saja orang-orang yang teguh imannya dan mereka mengenal Rabbnya di dunia yang mampu menjawab. Lalu kita akan bertanya, “Bagaimana cara mengenal Allah? Sedangkan kita tidak pernah melihat-Nya sama sekali.”

Di antara cara mengenal Allah Ta’ala adalah mengenal nama dan sifat-Nya. Sebagaimana yang dikabarkan oleh Allah di dalam al-Qur’an dan hadis Nabi kita shallallahu ‘alaihi wa sallam.

Dalam kesempatan kali ini, izinkan saya untuk menulis sedikit mengenai sifat Allah yaitu Qurbullah min kholqihi (kedekatan Allah dengan hamba-Nya) dan Ma’iyyatullah li kholqihi (kebersamaan Allah dengan hamba-Nya). Semoga kita semua selalu diberi petunjuk kepada jalan yang lurus. Aamiin.

Donasi Muslimahorid

Manhaj salaful ummah dalam kaidah asma’ wa shifat

Sebelum kita mengetahui apa itu kedekatan dan kebersamaan Allah dengan hamba-Nya, sedikit saya bahas disini bagaimana kaidah para salaf -para pedahulu kita dalam Islam dari kalangan sahabat Rasulullah dan para pengikutnya, yang disebut juga dengan ahlussunnah wal jama’ah– dalam memahami nama dan sifat Allah. Hal ini ditujukan agar kita memahami dengan kaidah yang sahih, karena para sahabat Nabi adalah generasi yang langsung ditarbiyah oleh Rasul kita shallallahu ‘alaihi wa sallam sehingga yang paling mendekati kebenaran.

Adapun kaidah ahlussunnah wal jama’ah tentang nama dan sifat Allah yang harus kita yakini, sebagaimana yang dikatakan oleh Syekhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah, “Di antara iman kepada Allah adalah mengimani segala yang Allah sifatkan tentang diri-Nya di dalam kitab-Nya (al-Qur’an -pen) dan apa yang Rasul sifatkan tentang Allah (al-Hadits -pen) tanpa tahrif (dirubah), ta’thil (ditiadakan), takyif (dibagaimanakan), dan tamtsil (diserupakan dengan makhluk). Tetapi mereka beriman bahwasanya Allah Subahanahu wa Ta’ala,

لَيْسَ كَمِثْلِهِ شَيْءٌ وَهُوَ السَّمِيعُ البَصِيرُ

“Tidak ada sesuatu pun yang serupa dengan Dia, dan Dia-lah yang Maha Mendengar dan Melihat.” (QS. asy-Syura: 11) [1]

Mengapa kita harus memahami nama dan sifat Allah melalui kitab dan sunnah? Jawabannya masih dalam perkataan Ibnu Taimiyah rahimahullah, “Karena Allah Subhanahu adalah Dzat yang paling mengetahui tentang diri-Nya bukan selain-Nya, yang paling benar perkataan-Nya, dan yang paling baik ucapan-Nya. Adapun Rasulullah adalah manusia yang paling jujur perkataannya.” [2]

Makna kedekatan dan kebersamaan Allah

Makna kedekatan Allah dengan hamba-Nya adalah Allah Subhanahu Maha dekat dengan orang-orang yang berdoa dan yang bermunajat kepada-Nya, Maha Mendengar doa dan bisik-bisik hamba-Nya, dan Allah akan mengabulkan doa para hamba-Nya kapan saja dan dengan cara apa saja yang Dia kehendaki. Sehingga Allah itu Maha dekat dengan ilmu-Nya dan pengawasan-Nya. [3]

Sebagaimana terdapat dalam firman Allah Ta’ala dalam kitab-Nya yang mulia,

وَإِذَا سَأَلَكَ عِبَادِي عَنِّي فَإِنِّي قَرِيبٌ أُجِيبُ دَعْوَةَ الدَّاعِ إِذَا دَعَانِ فَلْيَسْتَجِيبُواْ لِي وَلْيُؤْمِنُواْ بِي لَعَلَّهُمْ يَرْشُدُونَ

“Dan apabila hamba-hamba-Ku bertanya kepadamu tentang Aku, maka (jawablah), bahwasanya Aku adalah dekat. Aku mengabulkan permohonan orang yang berdoa apabila ia memohon kepada-Ku, maka hendaklah mereka itu memenuhi (segala perintah) Ku dan hendaklah mereka beriman kepada-Ku, agar mereka selalu berada dalam kebenaran.“ (QS. al-Baqarah: 186)

Sedangkan makna kebersamaan Allah dengan makhluk-Nya adalah kebersamaan yang sesuai dengan kemahatinggian-Nya, yang mengandung arti bahwa Allah meliputi semua makhluk-Nya dengan pengetahuan-Nya, penglihatan-Nya, pengawasan-Nya, pendengaran-Nya, kekuasaan-Nya, dan sifat-sifat maha sempurna Allah lainnya yang merupakan makna Rububiyah-Nya. [4]

Makna tersebut adalah makna yang dijelaskan oleh para Imam ahli tafsir dari kalangan ahlus sunnah wal jama’ah, ketika menafsirkan firman Allah,

هُوَ الَّذِي خَلَقَ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضَ فِي سِتَّةِ أَيَّامٍ ثُمَّ اسْتَوَى عَلَى الْعَرْشِ يَعْلَمُ مَا يَلِجُ فِي الْأَرْضِ وَمَا يَخْرُجُ مِنْهَا وَمَا يَنزِلُ مِنَ السَّمَاء وَمَا يَعْرُجُ فِيهَا وَهُوَ مَعَكُمْ أَيْنَ مَا كُنتُمْ وَاللَّهُ بِمَا تَعْمَلُونَ بَصِيرٌ

“Dialah yang menciptakan langit dan bumi dalam enam masa; kemudian Dia ber-istiwa’ (tinggi berada) di atas ‘Arsy. Dia mengetahui apa yang masuk ke dalam bumi dan apa yang ke luar darinya dan apa yang turun dari langit dan apa yang naik kepadanya. Dan Dia bersama kamu di mana saja kamu berada. Dan Allah Maha Melihat apa yang kamu kerjakan.” (QS. al-Hadid: 4)

Di antara yang menafsirkan adalah Ibnu Katsir rahimahullah, “Dia Maha mengawasi kalian lagi menyaksikan perbuatan-perbuatan kalian, kapan dan di manapun kalian berada, di darat maupun di laut, di waktu malam maupun siang, di dalam rumah atau di tempat yang sunyi. Pengetahuan-Nya meliputi semua mahluk-Nya secara menyeluruh, semua dalam pengawasan dan pendengaran-Nya. Dia mendengar (semua) ucapan serta meyaksikan (semua) keadaan kalian. Dan Dia mengetahui apa yang kalian tampakkan dan rahasiakan.” [5]

Pembagian ma’iyyah Allah

Para ulama membagi ma’iyyah menjadi dua, berdasarkan dalil-dalil dari al-Qur’an dan as-Sunnah:

Ma’iyyah ‘ammah (Ma’iyyah umum)

Adalah kebersamaan Allah dengan seluruh hamba-Nya dalam pengawasan dan penglihatan-Nya, mengetahui seluruh perbuatan hamba-Nya baik perbuatan yang baik atau buruk, dan Dzat yang membalas semua perbuatan mereka.

Ma’iyyah khoshshoh (Ma’iyyah khusus)

Adalah kebersamaan Allah dengan hamba-Nya yang beriman saja, yaitu dengan pertolongan-Nya dan penjagaan-Nya. [6]

Lalu, di manakah Allah?

Setelah kita mengetahui bahwasanya Allah itu Maha dekat dan bersama dengan hamba-Nya, mungkin ada di antara kita yang bertanya, “Lalu, di manakah Allah? Jika dia dekat dan bersama hamba-Nya berarti Allah berada di sekitar kita? Berarti Allah ada dimana-mana?”

Tentu saja ini pernyataan yang salah saudariku, karena Allah tetap ber-istiwa’ di atas ‘Arsy. Syekhul Islam Ibnu Taimiyyah rahimahullah mengatakan, “Telah disebutkan perkara iman kepada Allah (dalam nama dan sifat-Nya -pen) adalah beriman kepada semua yang Allah kabarkan dalam kitab-Nya, hadis mutawatir dari Rasul-Nya, dan kesepakatan (ijma’) ulama salaf. Di antara perkara tersebut adalah Allah Subhanahu berada di atas ‘Arsy, Maha tinggi di atas para makhluk-Nya. Dan Allah Subhanahu bersama dengan mereka, di manapun mereka berada, Mengetahui apa saja yang mereka kerjakan. Sebagaimana Allah menggabungkan sifat-sifat tersebut dalam firman-Nya,

هُوَ الَّذِي خَلَقَ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضَ فِي سِتَّةِ أَيَّامٍ ثُمَّ اسْتَوَى عَلَى الْعَرْشِ يَعْلَمُ مَا يَلِجُ فِي الْأَرْضِ وَمَا يَخْرُجُ مِنْهَا وَمَا يَنزِلُ مِنَ السَّمَاء وَمَا يَعْرُجُ فِيهَا وَهُوَ مَعَكُمْ أَيْنَ مَا كُنتُمْ وَاللَّهُ بِمَا تَعْمَلُونَ بَصِيرٌ

“Dialah yang menciptakan langit dan bumi dalam enam masa; kemudian Dia ber-istiwa’ (tinggi berada) di atas ‘Arsy. Dia mengetahui apa yang masuk ke dalam bumi dan apa yang ke luar darinya dan apa yang turun dari langit dan apa yang naik kepadanya. Dan Dia bersama kamu di mana saja kamu berada. Dan Allah Maha Melihat apa yang kamu kerjakan.” (QS al-Hadid: 4) [7]

‘Abdullah ibnu Abbas radhiyallahu ‘anhhuma, yang merupakan ulama tafsir dari kalangan sahabat radhiyallahu ‘anhhum, menafsirkan kalimat “Dan Dia bersama kamu di mana saja kamu berada” dalam QS. al-Hadid ayat 4 di atas,

[ وَهُوَ مَعَكُمْ ] “Dia (Allah) Mengetahui kalian,

[ أَيْنَ مَا كُنتُمْ ] baik di darat maupun di lautan.” [8]

Adapun kata ma’a tidak harus bersatu di dalam satu tempat, adanya percampuran dan saling bersentuhan. Syekh Shalih bin Fauzan bin ‘Abdillah Al-Fauzan menuliskan bantahan dari syubhat ini:

1) Tidak terdapat dalam kaidah bahasa Arab bahwa kata ma’a harus bersatu dalam satu tempat, adanya percampuran, dan saling bersetuhan.

2) Menyelisihi ijma’ salaful ummah dari kalangan sahabat, tabi’in, dan tabi’ut tabi’in.

3) Menyelisihi fitrah manusia bahwasanya Allah Maha Tinggi di atas para makhluk-Nya..

4) Menyelisihi al-Qur’an dan al-Hadits bahwa Allah berada di atas ‘Arsy. [9]

Disebutkan sebelumnya, bahwa Allah Maha dekat dengan hamba-Nya yang berdoa. Maknanya, Allah Maha mendengar dan mengabulkan doa hamba-Nya, serta bersama seluruh hamba-Nya dengan ilmu-Nya, dan keduanya tidak menafikan istiwa’-nya Allah di atas ‘Arsy. Maka sudah sepantasnya kita berhenti pada perkataan ini saja, tanpa mengubah maknanya sebagaimana sikap para sahabat dan ulama salaf.

Renungan bagi kita semua

Saudariku yang semoga senantiasa dirahmati oleh Allah, kita telah bersama-sama mengetahui makna dari kedua sifat Allah di atas. Kita tahu bahwa Allah bersama kita dengan pengetahuan-Nya, penglihatan-Nya, pengawasan-Nya, pendengaran-Nya, dan kekuasaan-Nya. Akan tetapi, mengapa dengan mudahnya kita bermaksiat kepada Dzat yang melihat gerak-gerik kita? Tidakkah kita takut dengan azab Allah yaitu neraka menyala-nyala yang panasnya 70 kali lipat panasnya api dunia?

Kita tahu bahwa Allah Maha dekat dengan mendengar dan mengabulkan doa para hamba-Nya, akan tetapi mengapa kita masih saja enggan berdoa? Padahal seorang hamba sangatlah butuh kepada Rabbnya. Untuk itu, marilah kita kembali berbenah saudariku, tidak ada kata terlambat untuk bertobat sebelum nyawa sampai di kerongkongan. Semoga tulisan ini bermanfaat terkhusus untuk penulis dan dapat mengingatkan kita semua akan kebesaran dan kekuasaan Allah.

Wallahu a’lam.

***

Penulis: Ummu Uwais Bondan Asrini Ariefah

Muraja’ah: Ustadz Ammi Nur Baits

Artikel Muslimah.or.id

 

Catatan kaki:

[1] al-Aqidah al-Wasithiyyah, Ahmad bin Taimiyah.

[2] Idem.

[3] Syarh al-Aqidah al-Wasithiyyah, hal. 197, karya Syekh Muhammad Khalil Kharras.

[4] Syarh al-Aqidah al-Wasithiyyah, hal. 401, karya Syekh Muhammad bin Shalih al-‘Utsaimin.

[5] Tafsir Ibnu Katsir, Maktabah Syamilah.

[6] Syarh al-Aqidah al-Wasithiyyah, hal. 79, karya Syekh Shalih bin Fauzan bin ‘Abdillah Al-Fauzan.

[7] al-Aqidah al-Wasithiyyah, Ahmad bin Taimiyah.

[8] Tafsir Ibnu Abbas, Maktabah Syamilah.

[9] Syarh al-Aqidah al-Wasithiyyah, hal. 115, Syekh Shalih bin Fauzan bin ‘Abdillah Al-Fauzan.

ShareTweetPin
Muslim AD Muslim AD Muslim AD
Bondan Asrini

Bondan Asrini

Artikel Terkait

Tiada Nama Seindah Nama-Nya

oleh Isruwanti Ummu Nashifa
13 Maret 2017
0

Di balik kebesaran nama-Nya Empat belas abad silam, dalam sebuah malam yang paling indah, muncullah sebuah pesona cinta sepasang pengantin...

Melawan Arus Kerusakan

Melawan Arus Kerusakan dengan Rasa Takut kepada Allah

oleh Ari Wahyudi
27 Maret 2025
0

Bismillah. Para ulama dari masa ke masa menjadi lentera dan pembuka jendela petunjuk bagi umat manusia. Melalui tulisan dan nasihat...

Iman kepada rasul

Iman kepada Rasul

oleh Ummu Ziyad
27 Maret 2008
60

Beriman kepada Nabi dan Rasul termasuk ushul (pokok) iman. Oleh karena itu, kita harus mengetahui bagaimana beriman kepada Nabi dan...

Artikel Selanjutnya

Makna Hadits: "Beruntunglah Orang-Orang Yang Asing"

Komentar 1

  1. Nailis says:
    11 tahun yang lalu

    Trims

    Balas

Tinggalkan Balasan Batalkan balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Donasi Muslimahorid Donasi Muslimahorid Donasi Muslimahorid
Logo Muslimahorid

Kantor Sekretariat Yayasan Pendidikan Islam Al-Atsari (YPIA).

Pogung Rejo RT 14 RW 51 no. 412
Sinduadi, Mlati, Sleman, D.I Yogyakarta, Indonesia, 55284.

Media Partner

YPIA | Muslim.or.id | Radio Muslim | FKIM

Buletin At Tauhid | MUBK | Mahad Ilmi | FKKA

Kampus Tahfidz | Wisma Muslim | SDIT Yaa Bunayya

Wisma Muslimah | Edu Muslim.or.id

Ikuti Kami

  • Tentang Kami
  • Donasi
  • Pasang Iklan
  • Kontak

© 2025 Muslimah.or.id - Meraih Kebahagiaan Muslimah di Atas Jalan Salaful Ummah.

No Result
View All Result
  • Kategori
    • Akidah
    • Manhaj
    • Fikih
    • Akhlak dan Nasihat
    • Keluarga dan Wanita
    • Pendidikan Anak
    • Kisah
  • Edu Muslim
  • Muslim AD
  • Muslim Digital

© 2025 Muslimah.or.id - Meraih Kebahagiaan Muslimah di Atas Jalan Salaful Ummah.