Sebagai umat yang hidup di zaman yang penuh dengan tantangan, kita dituntut untuk menjadi pelaku peradaban. Dunia hari ini dihiasi oleh percepatan teknologi, tantangan sosial yang kompleks, serta derasnya informasi yang sering kali menyesatkan. Maka, seorang Muslim harus membangun dirinya menjadi pribadi yang tangguh secara ilmu, sehat secara jasmani, dan jernih secara ruhani. Kualitas umat bergantung pada kualitas individu-individunya.
Namun, realita menunjukkan bahwa banyak di antara kaum Muslimin yang terperangkap dalam rutinitas, lupa akan tanggung jawab pengembangan diri. Kita seringkali menyangka bahwa cukup dengan menjalankan ibadah mahdhah saja, maka kita telah selesai sebagai Muslim yang baik. Padahal, Islam adalah agama yang menyuruh pemeluknya untuk senantiasa berkembang: mengasah akal, merawat tubuh, dan memperbaiki hubungan dengan sesama. Rasulullah ﷺ adalah teladan terbaik yang senantiasa aktif, cerdas, dan bermanfaat bagi lingkungannya.
Jalan kemuliaan
Islam adalah agama ilmu. Wahyu pertama yang turun bukanlah perintah untuk shalat, puasa, atau zakat, tetapi “bacalah.” Hal ini menunjukkan bahwa langkah pertama untuk menjadi Muslim yang berkualitas adalah dengan menuntut ilmu. Bukan hanya ilmu agama, tetapi juga ilmu dunia yang bermanfaat. Allah berfirman,
ٱقْرَأْ بِٱسْمِ رَبِّكَ ٱلَّذِى خَلَقَ
“Bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu yang menciptakan.” (QS. Al-‘Alaq: 1)
Islam menempatkan ilmu sebagai fondasi kehidupan. Membaca adalah gerbang pembuka bagi pembelajaran dan pencerahan. Karena itu, setiap Muslim hendaknya memiliki tradisi keilmuan dalam kehidupannya. Bacalah buku-buku yang bermanfaat, dalami bidang keahlian, dan perluas wawasan dengan ilmu penunjang seperti sejarah, ekonomi, hingga psikologi. Ilmu adalah cahaya yang menerangi jalan kita menuju Allah.
Rasulullah ﷺ bersabda,
وَمَنْ سَلَكَ طَرِيقًا يَلْتَمِسُ فِيهِ عِلْمًا سَهَّلَ اللَّهُ لَهُ بِهِ طَرِيقًا إِلَى الْجَنَّةِ
“Siapa yang menempuh jalan untuk mencari ilmu, maka Allah akan mudahkan baginya jalan menuju surga.” (HR. Muslim no. 2699)
Menuntut ilmu adalah investasi akhirat. Maka, semestinya setiap Muslim menetapkan target membaca rutin, menghadiri kajian, dan mengikuti pelatihan pengembangan diri. Insyaa Allah, dengan terus belajar, kita tidak hanya menjaga akal tetap tajam, tetapi juga memperbaiki amal dan memperluas manfaat. Jangan biarkan waktu berlalu tanpa kita menyerap ilmu yang membawa kita lebih dekat kepada Allah dan bermanfaat bagi sesama.
Menjaga berat badan
Tubuh manusia adalah amanah dari Allah ﷻ yang harus dijaga dan dipelihara. Kesehatan jasmani sangat berpengaruh langsung terhadap ibadah dan amal saleh. Banyak kewajiban agama yang tidak dapat dilakukan secara optimal tanpa tubuh yang sehat. Allah ﷻ berfirman,
أَنفِقُوا۟ فِى سَبِيلِ ٱللَّهِ وَلَا تُلْقُوا۟ بِأَيْدِيكُمْ إِلَى ٱلتَّهْلُكَةِ ۛ وَأَحْسِنُوٓا۟ ۛ إِنَّ ٱللَّهَ يُحِبُّ ٱلْمُحْسِنِينَ
“Dan belanjakanlah (harta bendamu) di jalan Allah, dan janganlah kamu menjatuhkan dirimu sendiri ke dalam kebinasaan, dan berbuat baiklah, karena sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berbuat baik.” (QS. Al-Baqarah: 195)
Saudaraku, menjaga tubuh dari bahaya, termasuk pola makan dan berat badan berlebih, adalah bagian dari ketaatan. Kelebihan berat badan yang tidak terkendali sering kali menjadi gerbang menuju berbagai penyakit kronis: darah tinggi, diabetes, penyakit jantung, dan lainnya. Islam tidak pernah memerintahkan untuk berlebih lebihan dalam makan dan minum. Bahkan Allah melarang kita berlebih-lebihan,
وَكُلُوا۟ وَٱشْرَبُوا۟ وَلَا تُسْرِفُوٓا۟ ۚ إِنَّهُۥ لَا يُحِبُّ ٱلْمُسْرِفِينَ
“Makan dan minumlah, tetapi jangan berlebih-lebihan.” (QS. Al-A‘raf: 31)
Rasulullah ﷺ juga telah memberi teladan luar biasa dalam hal menjaga tubuh. Beliau senantiasa menjaga pola makan dan tidak pernah makan hingga kekenyangan. Para sahabat pun memperhatikan kebugaran tubuh, karena mereka menyadari bahwa ilmu dan ibadah membutuhkan fisik yang prima. Dalam sebuah riwayat disebutkan,
مَا مَلَأَ آدَمِيٌّ وِعَاءً شَرًّا مِنْ بَطْنٍ بِحَسْبِ ابْنِ آدَمَ أُكُلَاتٌ يُقِمْنَ صُلْبَهُ فَإِنْ كَانَ لَا مَحَالَةَ فَثُلُثٌ لِطَعَامِهِ وَثُلُثٌ لِشَرَابِهِ وَثُلُثٌ لِنَفَسِهِ
“Tidak ada tempat yang lebih jelek daripada memenuhi perut keturunan Adam. Cukup keturunan Adam mengonsumsi yang dapat menegakkan tulangnya. Kalau memang menjadi suatu keharusan untuk diisi, maka sepertiga untuk makannya, sepertiga untuk minumannya, dan sepertiga untuk nafasnya.” (HR. Imam Ahmad, Tirmidzi, An-Nasai, Ibnu Majah. Tirmidzi mengatakan bahwa hadis ini hasan)
Oleh karena itu, mari kita jaga berat badan sesuai dengan kemampuan. Ada rumus sederhana dari para ahli gizi: bagi laki-laki, tinggi badan (cm) dikurangi 100 adalah berat ideal; bagi perempuan, tinggi badan dikurangi 110. Meskipun ini bukan syariat, namun Allah melihat usaha dan niat kita dalam menjaga nikmat tubuh yang telah diberikan-Nya.
Pola makan sehat
Makanan yang kita konsumsi sangat menentukan kondisi tubuh dan juga jiwa kita. Islam mengajarkan bahwa makanan yang halal dan thayyib (baik dan sehat) adalah landasan bagi kesehatan ruh dan raga. Allah ﷻ berfirman,
يَٰٓأَيُّهَا ٱلنَّاسُ كُلُوا۟ مِمَّا فِى ٱلْأَرْضِ حَلَٰلًا طَيِّبًا وَلَا تَتَّبِعُوا۟ خُطُوَٰتِ ٱلشَّيْطَٰنِ ۚ إِنَّهُۥ لَكُمْ عَدُوٌّ مُّبِينٌ
“Wahai manusia! Makanlah dari (makanan) yang halal lagi baik yang terdapat di bumi, dan janganlah kamu mengikuti langkah-langkah syaitan. Sesungguhnya dia musuh yang nyata bagimu.” (QS. Al-Baqarah: 168)
Makanan yang baik bukan hanya halal secara zat, tetapi juga thayyib secara kualitas. Artinya, seorang Muslim hendaknya menghindari makanan yang membahayakan tubuh atau dimakan secara berlebihan. Kurangi gorengan, makanan cepat saji, daging merah berlebihan, serta minuman bergula dan soda. Banyak di antara kita tahu bahayanya, tapi lalai menjaganya. Bahkan minuman energi yang marak dikonsumsi anak muda terbukti sangat berbahaya, memicu gangguan jantung dan kecanduan.
Kuncinya adalah keseimbangan. Gantilah saus-saus tinggi lemak dengan yoghurt, tahini, atau pesto. Kurangi kuning telur dan makanan olahan. Tujuannya bukan hanya penampilan, tetapi kesehatan dan keberkahan dalam tubuh. Makanan bukan sekadar pengisi perut, tapi juga bahan bakar untuk ibadah. Makanan yang buruk akan menghalangi produktivitas dan mempercepat kerusakan tubuh.
Olahraga
Aktivitas fisik adalah bagian dari sunah yang sering kali terlupakan. Banyak di antara kita yang bekerja atau belajar sepanjang hari tanpa menyempatkan diri untuk bergerak secara teratur. Padahal Allah ﷻ telah menciptakan tubuh manusia dalam bentuk yang seimbang dan sempurna, yang membutuhkan gerak agar tetap sehat. Allah berfirman,
لَقَدْ خَلَقْنَا ٱلْإِنسَٰنَ فِىٓ أَحْسَنِ تَقْوِيمٍ
“Sungguh, Kami telah menciptakan manusia dalam bentuk yang sebaik-baiknya.” (QS. At-Tin: 4)
Olahraga untuk melatih kekuatan, disiplin, dan semangat. Cukup dengan 20–30 menit sehari atau 1 jam, tiga kali seminggu, tubuh kita akan jauh lebih sehat dan bugar. Olahraga seperti berenang, berjalan kaki, bulutangkis, atau lompat tali adalah jenis latihan ringan namun sangat efektif. Bahkan hanya dengan berjalan cepat seperti Rasulullah ﷺ yang disebutkan memiliki langkah panjang dan penuh arah, kita bisa meniru kebiasaan beliau yang selalu aktif.
Rasulullah ﷺ sendiri sangat aktif secara fisik. Beliau bersabda,
الْمُؤْمِنُ الْقَوِيُّ، خَيْرٌ وَأَحَبُّ إِلَى اللهِ مِنَ الْمُؤْمِنِ الضَّعِيفِ، وَفِي كُلٍّ خَيْرٌ
“Mukmin yang kuat lebih baik dan lebih dicintai Allah daripada mukmin yang lemah, dan pada keduanya ada kebaikan.” (HR. Muslim no. 2664)
Kekuatan itu bukan semata fisik, tapi mental dan spiritual. Namun kekuatan fisik adalah modal untuk melaksanakan berbagai bentuk ibadah seperti salat berjamaah, jihad, menuntut ilmu, dan berkontribusi dalam masyarakat. Maka, jangan remehkan olahraga. Ia bukan hanya gaya hidup, tapi bagian dari upaya kita menjaga amanah tubuh yang diberikan oleh Allah.
Optimisme
Banyak orang merasa lemas, lesu, dan malas bukan karena fisiknya, tetapi karena mindset dan niat hidup yang lemah. Islam mengajarkan kita untuk menjadi pribadi yang optimis dan penuh harapan. Allah ﷻ berfirman,
إِنَّ ٱللَّهَ لَا يُغَيِّرُ مَا بِقَوْمٍ حَتَّىٰ يُغَيِّرُوا۟ مَا بِأَنفُسِهِمْ
“Sesungguhnya Allah tidak akan mengubah keadaan suatu kaum hingga mereka mengubah keadaan yang ada pada diri mereka sendiri.” (QS. Ar-Ra’d: 11)
Jangan menunggu motivasi datang dari luar. Bangunlah pagi dengan tekad: “Hari ini saya memilih untuk bersemangat, aktif, dan bermanfaat.” Bahkan hal-hal kecil seperti membantu orang tua, tersenyum kepada sesama, atau tidak marah di jalan adalah bentuk energi positif yang harus dilatih. Jangan biarkan hari berlalu dalam kesia-siaan. Jadikan hidup penuh tujuan dan arah. Kitalah yang bertanggung jawab atas semangat kita sendiri.
Rasulullah ﷺ adalah teladan dalam produktivitas. Beliau bersabda,
أَحَبُّ الأَعْمَالِ إِلَى اللَّهِ تَعَالَى أَدْوَمُهَا وَإِنْ قَلَّ
“Amalan yang paling dicintai oleh Allah adalah yang paling terus-menerus, walaupun sedikit.” (HR. Muslim no. 783)
Konsistensi adalah kunci. Jika hari ini Anda merasa malas, lawan dengan niat baik dan langkah kecil. Ucapkan, “Saya memilih untuk bergerak dan bermanfaat hari ini.” Sebab waktu tidak akan kembali, dan setiap detik adalah kesempatan memperbaiki diri menuju rida Allah.
Sukses dunawi dan ukhrawi
Menjadi Muslim tidak cukup hanya dengan label, tetapi harus disertai usaha nyata untuk menjadi pribadi yang unggul. Dengan menuntut ilmu, menjaga berat badan, memperbaiki pola makan, rajin berolahraga, dan memelihara semangat hidup, kita telah menunaikan sebagian dari tanggung jawab kita kepada Allah dan umat. Semua amal ini, bila diniatkan karena Allah, akan menjadi bagian dari jalan menuju surga.
وَٱبْتَغِ فِيمَآ ءَاتَىٰكَ ٱللَّهُ ٱلدَّارَ ٱلْءَاخِرَةَ ۖ وَلَا تَنسَ نَصِيبَكَ مِنَ ٱلدُّنْيَا
“Dan carilah pada apa yang telah dianugerahkan Allah kepadamu (kebahagiaan) negeri akhirat, dan janganlah kamu melupakan bagianmu dari dunia.” (QS. Al-Qashash: 77)
Mari kita bangun pribadi Muslim yang kuat, sehat, cerdas, dan produktif. Dunia bukanlah tujuan akhir, tetapi ladang amal. Maka bekerjalah dan bangun dirimu dengan niat yang lurus. Allah tidak menilai hasil, tetapi usaha dan keikhlasanmu. Dan ingatlah, umat yang besar dimulai dari pribadi-pribadi yang kecil—yang terus belajar, berkembang, dan bertakwa. Wallahu a’lam.
Baca juga: Mengharap Suami yang Ideal
***
Penulis: Fauzan Hidayat
Artikel Muslimah.or.id



