Berikut ini beberapa faedah (tambahan ilmu) yang kami dapatkan dari penjelasan Syaikh Dr. Sulaiman Ar Ruhaili hafizhahullah dalam salah satu ceramah beliau di youtube tentang penyakit ‘ain.
Pertama: Penyakit ‘ain itu benar adanya dan berbahaya. Nabi Shallallahu’alaihi wa sallam bersabda:
العين حق، ولو كان شيء سابق القدر سبقته العين
“Ain itu benar-benar ada! Andaikan ada sesuatu yang bisa mendahului takdir, sungguh ‘ain itu yang bisa” (HR. Muslim no. 2188).
Namun tidak boleh seseorang mengaitkan segala keburukan dengan ‘ain. Maksudnya, tidak boleh sedikit-sedikit menyangka terkena ‘ain. Misalnya, ketika ia bersin ia menyangka kena ‘ain. Ketika mobilnya mogok, ia menyangka kena ‘ain, ketika keuntungan usahanya turun ia menyangka kena ‘ain, dan semisalnya. Seorang Mukmin harus pertengahan antara ifrath (berlebihan) dan tafrith (meremehkan).
Kedua: ‘Ain ada dua:
[1] ‘ain hasidah, yang terjadi karena pandangan hasad (iri; dengki)
[2] ‘ain mu’jabah, yang terjadi karena pandangan kagum. Bahkan seseorang bisa terkena ‘ain karena pandangan kagumnya pada diri sendiri.
Ketiga: kiat agar kita tidak menjadi penyebab ‘ain bagi orang lain adalah dengan mendoakan keberkahan jika melihat perkara yang mengagumkan pada orang lain. Dengan mengucapkan “baarakallahu fiik” (semoga Allah memberkahimu), atau “masyaallah tabaarakallah” (segala sesuatu atas kehendak Allah, semoga Allah memberi keberkahan), atau “masyaallah laa haula wa laa quwwata illabillah tabaarakallah” (segala sesuatu atas kehendak Allah, tidak ada daya dan upaya kecuali dengan izin Allah, semoga Allah memberi keberkahan).
Adapun “masyaallah laa haula wa laa quwwata illabillah” ini masih belum cukup. Karena yang Nabi Shallallahu’alaihi wa sallam adalah dengan mendoakan keberkahan. Boleh saja diucapkan sebagaimana disebutkan dalam surat Al Kahfi ayat 39, namun ini belum cukup untuk mencegah ‘ain.
Keempat: Cara paling utama mencegah terjadi ‘ain pada diri sendiri adalah dengan banyak tawakal (menggantungkan hati) kepada Allah dan banyak berdzikir.
Walaupun terkadang Allah takdirkan sebab-sebab pencegah ‘ain tidak berfungsi sehingga seseorang terkena ‘ain ketika ia sudah banyak berdzikir, namun bukan berarti dzikir itu tidak bermanfaat. Oleh karena itu Nabi Shallallahu’alaihi wa sallam pun pernah terkena sihir, padahal beliau adalah orang yang paling banyak berdzikir kepada Allah. Karena ketika itu Allah takdirkan sebab-sebab pencegah keburukan tidak berfungsi karena suatu hikmah.
Maka hendaknya memperbanyak dzikir, di antaranya dzikir pagi dan sore, membaca Al Qur’an terkhusus membaca ayat kursi di pagi dan sore hari, ini semua akan menjadi tameng dari ‘ain atas izin Allah.
Kelima: Tidak benar jika seseorang berlebihan menyembunyikan barang-barangnya yang bagus dengan alasan karena takut terkena ‘ain. Seperti orang yang tidak menggunakan pakaian yang bagus karena takut terkena ‘ain. Ini sikap yang tidak benar.
Keenam: Tidak boleh mencegah ‘ain dengan tamimah (jimat). Demikian juga tidak boleh menjadikan Al Qur’an sebagai jimat untuk mencegah ‘ain. Pendapat yang shahih dari para ulama, bahwa tidak boleh menggunakan jimat walaupun dari Al Qur’an. Karena Nabi Shallallahu’alaihi wa sallam bersabda:
من تعلَّق شيئًا وُكِلَ إليه
“Barangsiapa memakai jimat, ia akan menggantungkan hati pada jimat tersebut” (HR. At Tirmidzi no.2072, dishahihkan Al Albani dalam Shahih At Tirmidzi).
Ketujuh: Termasuk mencegah ‘ain dengan jimat adalah dengan menempelkan tulisan ayat di rumah atau menempelkan tulisan “masyaallah tabarakallah“. Ini perkara yang dilarang. Dan lebih parah lagi jika tulisan yang ditempatkan tidak ada unsur dzikrullah sama sekali. Seperti menempelkan simbol-simbol dengan huruf Arab. Ini juga perkara yang dilarang.
Wallahu a’lam.
***
Sumber:
***
Penyusun: Yulian Purnama
Artikel Muslimah.or.id