Soal:
Seorang perempuan mengalami haidh dan belum melaksanakan thawaf ifadhah. Dia tinggal di luar kerajaan (luar Kerajaan Saudi Arabia) dan telah tiba saat kepulangan. Dia tidak mampu menunda (kepulangan ke negeri asal) nya, serta tidak mungkin lagi kembali ke kerajaan Arab pada waktu yang lain. Apa yang harus dia lakukan?
Jawab:
Apabila permasalahan ini benar-benar seperti yang telah diceritakan, yakni seorang perempuan belum melakukan thawaf ifadhah lalu mengalami haidh. Dia terhalang untuk tetap tinggal di Makkah atau untuk kembali ke Makkah seandainya dia bepergian sebelum melakukan thawaf. Maka dalam keadaan ini dia boleh mengerjakan salah satu dari dua alternatif berikut;
- Dia memberikan suntikan untuk menghentikan keluarnya darah haidh ini lalu dia melaksanakan thawaf apabila tiada bahaya yang ditimbulkan dari suntikan ini.
- Dia memakai tali kekang yang menahan aliran darah jatuh ke masjid (pada masa kini bisa menggunakan pembalut kesehatan wanita), lalu melakukan thawaf dalam keadaan darurat. Pendapat ini adalah pendapat yang kuat, yang dipilih oleh Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah.
Sedangkan pendapat yang bertentangan dari itu adalah salah satu dari dua alternatif berikut;
- Dia tetap tinggal untuk menyelesaikan kewajiban yang tersisa (belum dikerjakan), namun suaminya tidak boleh menyetubuhinya, atau tidak boleh melaksanakan akad nikah dengannya bila dia belum bersuami.
- Dia menganggap dirinya bertahan (terkepung) lalu menyembelih binatang kurban, bertahalul dari ihramnya. Dalam keadaan ini dia tidak boleh menganggap haji itu sah baginya.
Kedua perkara tersebut benar, perkara pertama yakni tetap tinggalnya perempuan itu untuk menyelesaikan hal yang tersisa dari ihramnya, serta perkara kedua yakni dia kehilangan hajinya. Namun, pendapat yang kuat adalah pendapat yang dipilih oleh Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah tentang keadaan seperti ini yakni karena kedaruratan (seperti yang telah disebutkan sebelumnya).
Allah Ta’ala berfirman,
?? ??? ?????? ?????????? ??? ???????? ???? ??????
“Dan tidaklah Allah menjadikan untuk kalian di dalam agama ini suatu kesempitan.” (QS. Al-Hajj: 78).
Allah Ta’ala juga berfirman:
???????? ?????? ?????? ???????? ?? ??? ???????? ?????? ????????
“Allah menghendaki kemudahan bagimu, dan tidak menghendaki kesukaran bagimu.” (QS. Al-Baqarah: 185).
Apabila perempuan tersebut mungkin untuk bepergian, kemudian kembali ketika telah suci maka tiada dosa atasnya untuk bepergian.
Apabila dia telah suci, dia kembali dan melaksanakan thawaf haji, pada waktu ini dia belum halal untuk suaminya, karena dia belum melakukan tahalul kedua.
***
Diketik Ulang dengan sedikit penyesuaian bahasa oleh Tim Muslimah.Or.Id dari Buku Terjemahan “Majmu’ Fatawa: Solusi Problematika Umat Islam Seputar Akidah dan Ibadah”
Artikel Muslimah.or.id